Identifikasi Masalah Latar Belakang

nenek moyang dan pelindung masyarakat Dieng Rusmanto dalam Sulistiono dan Prasta, 2014:17. Alasan pengkultusan dan diskursus Arjuna tentu tidak bisa dipisahkan dengan pandangan orang Jawa terhadap nilai-nilai yang tersembunyi dalam wayang Arjuna baik dari sisi wujud benda, ide-ide, serta aktivitas sehubungan eksistensi Arjuna dalam pakeliran pentas wayang dalam masyarakat Jawa. Berkaitan dengan fungsi dan peranan wayang dalam kebudayaan Jawa, Sutrisno 2009:1 berpandangan: Wayang merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia Indonesia karena proses daya spiritual. Pengamatan yang mendalam terhadap pertunjukan wayang menunjukkan wayang bukan seni yang bertujuan untuk kepuasan biologis, tetapi memberi kepuasan batiniah. Menonton pergelaran wayang merupakan proses introspeksi intuitif terhadap simbol-simbol disertai pembersihan intelektual dan penyucian moral sehingga mendapatkan pencerahan rohani. Sunarto 2013:2 mengutip pandangan Bastomi dalam jurnal internasional Refereed Research Journal berjudul Leather P uppet In Javanese Ritual Ceremony menguraikan “Wayang art contains values thet peop le adore to date. Since the significance role of wayang in the live Javanees people, it can be said that wayang has become the identity of Javanese people.” Wayang mengandung nilai-nilai ideologi dan identitas orang Jawa. Borody 1997:1 berkaitan dengan ketokohan Arjuna dalam jurnal internasional Asian Philosophy menguraikan sebagai berikut: “ In the Indian philosophical traditions Arjuna stands out as major representative of an importan ethical and intellectual position, as Socrates sta nds out in the West”. Landasan nilai-nilai etika dan intelektual Timur India dan Indonesia lebih banyak mereprentasikan ketokohan Arjuna, sedangkan di Barat adalah sosok Sokrates.

1.2.1. Identifikasi Masalah

Keberadaan diskursus Arjuna yang kemudian berimplikasi terhadap diterimanya produk budaya priyayi , adiluhung sebagai representasi hegemoni masyarakat Jawa terhadap legitimasi Raja-Raja Jawa, di era sekarang menimbulkan berbagai permasalahan yang diuraikan dalam pernyataan sebagai berikut. Pertama , terjadi kebingungan para penggemar wayang dengan dikukuhkannya tokoh Arjuna dalam silsilah keraton Jawa, sebagai leluhur Raja-Raja Mataram dan dinasti kerturunannya Surakarta dan Jogjakarta. Kebingungan masyarakat tersebut dikarenakan kerancuan posisi mitologi wayang antara tokoh imajiner atau tokoh sejarah. Kedua , budaya adiluhung sebagai produk keraton oleh kalangan tertentu wajib dihayati dan transformasikan kepada generasi penerus. Di sisi lain para generasi muda yang telah sangat akrab dengan budaya populer era global, mengalami kesulitan menerima transfer budaya tersebut karena pada umumnya mereka menganggap kuno dan ketinggalan zaman. Ketiga, budaya Jawa dipengaruhi diskursus Arjuna memandang bahwa Arjuna adalah simbol kejantanan kaum pria. Sistem pemikiran itu mengkonstruksi perilaku poligami dan perselingkuhan, yang sudah tidak sesuai dengan era emansipasi dan kesetaraan gender. Keempat , warisan budaya priyayi mengkonstruksi perbedaan ras antara tra h gusti dan kawula yang memposisikan priyayi menduduki status yang tinggi dan kawula sebagai orang kebanyakan pada posisi rendahan. Sistem pemikiran tersebut meminggirkan peranan rakyat sehingga di era masa lampau kaum ningrat selalu mendominasi sejarah, sebaliknya di era sekarang perilaku tersebut bertentangan dengan demokrasi dan HAM. Kelima , pemakeman berbagai jenis seni pertunjukan dan tata adat sebagai hasil pengendalian pengetahuan dari penguasa masa lampau, di era sekarang menjadi belenggu kreativitas yang berimplikasi terhadap tertinggalnya perkembangan seni tradisi dengan kemajuan zaman.

1.2.2. Rumusan Masalah