Kajian Pustaka LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1. Kajian Pustaka

Penelitian ini meskipun menggunakan obyek material wayang bukan mengarah pada kajian seni pertunjukannya yang mengandalkan data dari observasi pentas, tetapi kajian wacana mengenai kuasa pengetahuan Arjuna, yang lebih mengarah pada pembahasan konseptual baik teori-teori diskursus maupun sejarah tersosialisasinya tokoh Arjuna dalam masyarakat Jawa. Analisis tentang diskursus Arjuna ini akan berkisar pada sejarah kultus, mitologi dan nilai-nilai klasik wayang Arjuna kaitannya dengan peradaban Jawa sejak masa-masa awal era Kahuripan hingga Mataram dan dinasti keturunannya di Surakarta. Konsekuensinya analisis penelitian ini lebih mengandalkan data kepustakaan. Telah banyak tulisan tentang wayang baik oleh para pujangga, para akademisi maupun para peneliti asing dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Di antaranya tulisan para pujangga di keraton dalam bentuk-bentuk gancaran prosa, tembang sekar ageng ataupun macapat , seperti Serat Rama , Serat Dewa Ruci dan Serat Pustkaraja Purwa , karangan Yasadipura I, Yasadipura II, serta R.Ng. Ronggowarsita. Banyak pula karangan buku-buku pedalangan dalam bentuk pedoman belajar mendalang atau yang dalam budaya Jawa disebut pakem , baik ciptaan keraton maupun para penulis di luar keraton, diantaranya yang digunakan sebagai pakem pedalangan baku di Keraton Surakarta dan Pura Mangkunagaran, yaitu Irawan Rabi karya Noyowirongko dan Wahyu Pakem Makutharama tulisan Ki Ng.Wignyo Soetarno Soetarno 1995:30. Dari sekian banyak buku gancaran yang banyak penulis acu untuk penelitian ini adalah karangan Padmosoekotjo 1982, berjudul Silsilah Wayang Mawa Carita Jilid III, dan Jilid IV 1984, terbitan dari CV. Citrajaya Surabaya. Buku ini tergolong istimewa karena urainnya dalam bahasa Jawa baru selain mudah dipahami, juga berisi relatif lengkap tentang silsilah Pandhawa dan leluhurnya, serta parwa-parwa kutipan Mahabarata India yang dikomperasi dengan gaya pedalangan Jawa. Hal itu tidak biasa dalam tulisan pedalangan pada umumnya yang lebih mengacu gaya Surakarta, tentang mitos-mitos Jawa asli dan konvensi-konvensi lisan. Tulisan dari ruang akademik berupa tesis dan laporan penelitian di Institut Seni Surakarta ISI, dan Sekretariatan Pewayangan Indonesia SENAWANGI juga sangat diperlukan dalam penelitian ini. Tesis berjudul “Wanda Wayang Kaitannya dengan Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Masa ini”, tulisan Soewarno 1999 karya tesis di Program pasca Sarjana UGM Jogjakarta, berisi deskripsi tentang wanda-wanda wayang, diantaranya figur tokoh Arjuna, yaitu wanda Kinanthi, Malatsih, Mangu , dan Arjuna bertapa yang bergelar Begawan Ciptawening. Karya tesis tersebut lebih banyak mengkaji macam-macam bentuk fisik figur, serta wanda bentuk raut muka wayang tokoh Arjuna dengan petunjuk pemakaian wanda-wanda itu dalam pentas wayang. Karya ini sama sekali tidak menyentuh makna figur Arjuna, sebagaimana penelitian ini. Buku laporan penelitian Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta STSI berjudul “Telaah Perwatakan Sembilan Tokoh Wayang Dalam Serat Centhini Jilid 1” tulisan Suratno 1993 menguraikan tentang perwatakan sembilan tokoh wayang, salah satunya Arjuna, memberi kontribusi deskrepsi karakter Arjuna, yang akan dikaji dengan semiotika dalam penelitian ini. Tulisan tersebut tidak mengkhususkan uraian tentang makna Arjuna dalam legitimasi raja-raja Jawa Mataram, sebagaimana penelitian ini, melainkan uraian tentang watak sembilan wayang, yang salah satunya Arjuna. Laporan penelitian STSI Surakarta tahun 2003, tulisan Suratno berjudul “Studi tentang Lakon Wahyu dalam Pakeliran di Surakarta dalam Satu Dekade Terakhir”, berkontribusi penting dalam penelitian ini memberi katagori penerima wahyu dalam wayang. Informasi itu sangat penting kaitanya dengan diskursus Arjuna dalam proses mengkonstruksi hegemoni kekuasaan raja-raja Jawa. Dari informasi buku tersebut diperoleh data bahwa wahyu Cakraningrat dan Makutharama, yang dalam mitos Jawa sebagai kekuatan utama para raja Jawa, adalah cerita wayang. Laporan penelitian dari STSI itu juga tidak memfokus mengkaji Arjuna, berkaitan dengan fenomena budaya Jawa, tetapi mengarah pada kajian seni pedalangan katagori jenis-jenis lakon wahyu dalam pakeliran. Tulisan berjudul Filsafat Wayang terbitan SENAWANGI, karya Slamet Sutrisno 2009 dan kawan-kawan, dalam salah satu bab-nya menguraikan tentang nilai-nilai filosofi tokoh Begawan Ciptawening nama lain Arjuna ketika bertapa di Indrakila, dengan menggunakan pendekatan reflektif, menyumbang makna-makna filsafat tokoh Arjuna bagi tulisan ini. Akan tetapi sangat berbeda dengan penelitian ini yang memfokus pada diskursus tokoh Arjuna dan semiotika figur serta gelar-gelar tokoh Arjuna. Laporan penelitian dari Prodi Kajian Budaya UNS berjudul “Berwisata ke Negeri Pewayangan”, tulisan Sulistiono dan Prasta 2013 memberi informasi tentang keberadaan tokoh Arjuna kaitannya dengan Candi Arjuna dan mitologi tokoh tersebut di dataran tinggi Dieng. Dari laporan penelitian itu bisa diketahui bahwa masyarakat Dieng sangat percaya bahwa tokoh-tokoh Mahabarata seperti Krisna, Puntadewa, Arjuna, Bima, Nakula-Sadewa, Sembadra, Dropadi dan lainnya di jaman dahulu hidup di daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat Dieng itu adalah bagian dari wacana-wacana dari kultus Arjuna yang sangat relevan dengan penelitian ini. Buku berjudul Kalanggwan tulisan Zoetmulder 1983 terbitan Djambatan Anggota IKAPI Jakarta, menguraikan banyak literatur kuno pedalangan, salah satunya Arjuna Wiwaha karangan Mpu Kanwa menyadur “Wanaparwa”, bab IV Mahabarata , menginformasikan bahwa pada abad X di Kahuripan, Mpu Kanwa atas perkenan Airlangga mengarang cerita tentang kemenangan Arjuna melawan raja raksasa Niwata kawaca. Cerita itu dipercaya oleh masyarakat Kahuripan masa itu bisa mendatangkan berkah kemenangan bagi Airlangga melawan musuh dari Kerajaan Wengker yang telah menguasai ibu kota. Babad Tanah Jawi buku terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta 1980 , yang dialih- aksarakan oleh Sudibyo 1980, memberi informasi penting mengenai silsilah raja-raja Mataram sejak Nabi Adam hingga raja-raja di Surakarta. Sangat diperlukan juga dalam tulisan ini adalah buku berjudul Kebudayaan Jawa tulisan Koentjaraningrat 1994, terbitan Balai Pustaka, banyak memberi informasi tentang ritual-ritual tradisi Jawa pemujaan kepada Arjuna serta konsep- konsep gaya hidup para priyayi Jawa di lingkungan keraton. Demikian pula, tulisan Geertz 1959 berjudul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa , edisi terjemahahan Mahasin, terbitan Pustaka Jawa Jakarta memberi acuan tentang perilaku- perilaku religi kaum priyayi maupun petani di Jawa. Buku tersebut dalam tulisan ini digunakan untuk memahami sejauh mana religiusitas perilaku para raja Jawa Mataram. Seorang peneliti Belanda Graaf 2003, dalam judul tulisannya Kerajaan Islam Pertama di Jawa Tinjauan Sejarah Politik abad XV dan XVI terbitan PT Temprint Jakarta, banyak memberi informasi tentang sejarah kehidupan raja-raja dan para bangsawan di Mataram awal, Kota Gede, materi analisis dalam penelitian ini. Tulisan tersebut bisa mengarahkan objektivitas kajian, karena de Graaf di samping menggunakan sumber data primer Babad Tanah Jawa, juga memanfaatkan sumber tertulis berupa catatan harian dari duta besar Belanda bernama Rijklof Van Goens, yang saat kejayaan Sultan Agung 1636-1642 sedang ditugaskan di Mataram. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli cetakan ke-IV, penerbit Laksana Jogjakarta, tulisan Abimanyu 2014 dalam penelitian ini memberi informasi tentang konsep legitimasi raja Jawa, yang diperoleh dengan memuliakan Arjuna sebagai nenek moyangnya. Lebih tua lagi dari kedua buku Babad Tanah Jawi terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta 1980, dan karangan Abimanyu tersebut adalah tulisan seorang gubernur jendral Inggris Raffles 1817 berjudul The Histori of Java terjemahan Prasetyaningrum dan kawan-kawan, menginformasikan lebih rinci lagi tentang silsilah raja-raja Jawa serta peristiwa-peristiwa sejak Ajisaka mendarat pertama kali di Pulau Jawa, jaman kehidupan Arjuna hingga trah keturunannya jaman Pangeran Haryo Hamangkunagara atau yang lebih dikenal Pangeran Sambernyawa pendiri dinasti Mangkunagaran. Buku tulisan Raffles itu banyak mengutip sumber-sumber resmi dari keraton Jawa yang mengukuhkan bahwa Babad Tanah Jawi dianggap sebagai sejarah resmi keraton Jawa. Buku berjudul Sejarah P erempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian , tulisan Stuers 2008 terjemahan dari Elvira, terbitan Komunitas Bambu Jakarta, memberi informasi implikasi dari poligami para priyayi Jawa bagi para selir di keraton. Stuers mengutip surat RA Kartini kepada sahabatnya di Belanda, Zeehandelaar pada 23 Agustus 1900 yang menguraikan kritik pedas pahlawan emansipasi itu terhadap iklim poligami di lingkungan priyayi Jawa. Implikasi kekerasan terhadap wanita di dalam keraton disebabkan adanya tradisi poligami juga disajikan oleh Soeratman 2000 dalam penelitiannya yang berjudul Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, terbitan Yayasan Untuk Indonesia, Jogjakarta, menjadi rujukan penting pada bagian implikasi-implikasi adanya diskursus Arjuna di lingkungan keraton. Penelitian kajian budaya berparadigma postmodernisme ini akan memanfaatkan teori- teori diskursus dari Foucault, teori hegemoni dari Gramsci mengacu pada tulisan Barker 2005 dalam bukunya yang berjudul Cultural Studies Teori dan Praktik terjemahan dari Cultural Studies Theori and practice , terjemahan Tim kunci cultural studies center terbitan PT Bentang Pustaka Jogjakarta. Teori-teori diskursus dalam penelitian ini banyak mengacu dua tulisan dari Yusuf Lubis 2014a dan 2014b berjudul Teori dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya Kontemporer dan Postmodernisme Teori dan Metode. Buku pertama terbitan PT Raja Grafindo Persada Jakarta, diacu penulis dalam hal teori relasi kuasa, pengetahuan, dan kebenaran. Selain itu buku tersebut menguraikan relatif jelas tentang teori-teori Foucault berkaitan dengan diskursus yaitu genealogi dan episteme. Buku kedua juga diterbitkan oleh PT Raja Grafindo Persada menjadi acuan bagi penulis untuk memahami teori Foucault tentang power , tubuh, dan wacana-kuasa wacana. Buku lain sebagai acuan teori diskursus mengacu tulisan Kali 2013 berjudul Diskursus Seksualitas Michel Foucault , diterbitkan oleh Ledalero Maumere yang menguraikan sejarah pemikiran Foucaul tentang arkheologi, genealogi dan wacana , serta konsep tentang wacana dan episteme. Dalam menganalisis tentang nilai-nilai makna figur Arjuna, digunakan teori dari Bartes yang mengacu pada tulisan Budiman 2002 berjudul Analisis Wacana dari Lingguistik sampai Dekonstruksi terbitan Pusat studi Kebudayaan UGM Jogjakarta. Buku tersebut menguraikan cukup jelas tentang analisis wacana mitos dan prosedur- prosedurnya. Lebih diperjelas lagi tentang analisis mitos dari Bartes itu oleh Hoed 2011 dalam judul bukunya Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya , diterbitkan oleh Komunitas Bambu, Jakarta.

2.2. Konsep