BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Ratna 2010:289 mengutip metode penelitian dari Black dan Champion 1999 mengemukakan bahwa
rancangan penelitian
adalah sebuah desain proses pelaksanaan penelitian semacam
blue prient
yang bertujuan memberi kejelasan keseluruhan proses baik pengumpulan data, sumber data, analisis, paradigma serta pendekatan yang
digunakan. Penelitian ini dirancang dengan paradigma kajian budaya ranah postmodernisme,
menggunakan pendekatan hermeneutik sebagai model analisis, dan memanfaatkan metode analisis kualitatif interpretatif yang akan mengungkap nilai-nilai serta makna-
makna dari objek material pewayangan dalam
ground
budaya Jawa di masa klasik maupun kekinian.
Paradigma
, oleh Ratna 2010:38 didefinisikan sebagai kerangka pokok sebuah ilmu yang membedakan dengan ilmu lain. Ia mengutip pandangan yang lebih lengkap
dari Lincoln dan Guba yang mendefinisikan bahwa paradigma adalah sistem anggapan dasar pandangan dunia yang mengarahkan peneliti dalam menentukan metodologi dan
kerangka ontologisnya. Paradigma post modernisme lahir di Inggris sejak tahun 1960-an melalui lembaga
Centre of contemporery Cultural Study
CCCS dipelopori oleh Richard Hoggart, Raymond William, E.P. Thomson, Stuart Hall, Paul Willis, dan Dick Hebdige. Dari
ketiga pelopor tersebut kajian budaya melangkah lebih jauh memanfaatkan budaya sebagai arena pertarungan ideologi, beroperasi secara independen bukan semata-mata
sebuah refleksi dari sistem ekonomi. Sebagai sebuah ilmu paradigma postmodernisme memiliki ciri umum filosofis yaitu secara ontologi kajian budaya digali dari hakikat
multidisiplin, multikultur, budaya minoritas, dan analisis permukaan; secara epistemologis kajian budaya termasuk ranah postmodernisme yang melakukan analisis
melalui teori-teori post strukturalisme; dan tidak berbeda dengan ilmu lain, kajian budaya juga digunakan untuk memahami keseluruhan aspek budaya. Perbedaanya, ilmu
pengetahuan lain lebih cenderung untuk mempertahankan eksistensi yang sudah ada,
sebaliknya kajian budaya memperlakukan secara kritis, politis, partisipatoris, bahkan secara dekonstruktif.
Dalam tulisan ini paradigma post modernisme diposisikan sebagai sudut pandang teoritis, yang ciri utamanya kritis dalam memahami objek. Penggunaan teori-teori
tersebut bertujuan sebagai alat 1 memperjelas suatu fenomena yang muncul pada tahap penelusuran masalah; 2 sebagai alat peringkas atau alat seleksi data pada
tahapan pengumpulan data; dan 3 sebagai alat untuk mempertajam kajian pada tahap analisis Storey dalam Ratna, 2010:169.
Pendekatan
oleh Ratna 2010:45 diartikan sebagai cara mendekati, menjinakkan sehingga kahekat objek dapat diungkapkan sejelas mungkin. Secara praktis pendekatan
adalah model analisis yang akan mempermudah pengungkapan makna. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan hermeneutik yang diposisikan sebagai sudut
pandang filosofis. Sumaryono 1991:40 mengutip pandangan dari Palmer 1969 mengemukakan
bahwa hermeneutik adalah proses menelaah isi dan maksud yang direpresentasikan oleh teks hingga pada makna terdalam dan laten. Pakar hermeneutik sejarah dan psikis
Dilthey mengemukakan bahwa bila kita mencoba menjelaskan alam, saat itu pula kita memahami kehidupan batin psychic life. Pemahaman terhadap kehidupan sama
dengan memahami diri-sendiri. Pemahaman itu didapat manusia karena mengalami sebuah pengalaman Sumaryono, 1991:51.
Berkaitan dengan pengalaman yang akan membentuk pemahaman individu dalam sejarah Dilthey mengungkapkan bahwa pribadi-pribadi dalam masyarakat selalu
dalam kondisi
tersejara hkan
. Ia membagi individu hidup dalam dua sistem, yaitu sistem ekternal yang ditentukan oleh ruang dan waktu, seperti organisasi-organisasi
sosial, politik, ekonomi, tehnologi serta keagamaan, dan internal adalam sistem individual. Hanya pengetahuan tentang sistem eksternal saja yang bisa dijadikan bekal
setiap individu untuk meng-interpretasi secara obyektif tentang situasi historis Sumaryono, 1991:49.
Individu merupakan produk dari lingkungan eksternalnya seperti misalnya sejarah, keluarga dan peraturan-peraturan kemasyarakatan, tetapi individu tersebut juga
merupakan person psikologis yang mampu merusak lingkungan eksternalnya atas alasan-alsan pribadi. Dalam hal cara kerja pendekatan hermeneutik, Dilthey
mengemukakan dua prosedur yaitu interpretasi data dan riset sejarah.
Pertama
, interpretasi data, Dilthey memilahkan dua katagori yaitu benda dan manusia. Terhadap
benda, manusia hanya mampu memahami, dan terhadap manusia-lah bisa dilakukan interpretasi. Proses dimana manusia bisa menangkap manifestasi kejiwaan dengan
melihat tanda-tanda dari pancaindera dari individu itulah disebut
komprehensi
atau pemahaman.
Kedua
riset sejarah Dilthey mengemukakan tiga langkah: a memahami sudut pandang pelaku sejarah, b memahami arti atau makna kegiatan-kegiatan mereka
pada hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah, c menilai peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat tokoh sejarah
itu hidup Dilthey dalam Sumaryono, 1991:53-59. Konsep-konsep Dilthey tersebut akan mengarahkan penelitian ini dalam
mendekati obyek diskursus Arjuna dalam legitimasi Raja-Raja Jawa yang lebih mengarah pada interpretasi sejarah
episteme
era Sultan Agung dan penerusnya. Lebih lanjut Ratna menguraikan langkah kerja pendekatan dalam penelitian ini
yaitu: a pemahaman secara umum, secara keseluruhan dalam rangka menemukan kedudukan objek dalam totalitas kebudayaan sebagai analisis makro, b pemahaman
dengan intensitas pada objek, sebagai analisis mikro, dan c mengadakan hubungan dialektis antara analisis makro dan mikro, sekaligus menemukan maknanya Ratna,
2010:407. Dalam hal
metode
, penelitian ini dirancang menggunakan metode analisis kualitatif interpretatif, yang menekankan intensitas kualitas nilai-nilai. Metode ini
dalam ilmu-ilmu humaniora terutama kajian budaya sangat dianjurkan karena kekhasannya yang bersifat penafsiran dan tekstual Ratna 2010:307. Rangkaian kerja
dari metode ini dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi, komperasi, dan dilanjutkan interpretasi yaitu menguraikan segala sesuatu yang ada di balik data yang ada, yang
bertujuan akhir kualitias obyektifitas Ratna 2010:307. Dalam hal obyektifitas, berbeda dengan metode penelitian kealaman yang
diperoleh dengan pembuktian, metode kualitatif ini dengan cara pemahaman, mengaitkan objek dengan referensi-referensi yang relevan. Benar bahwa interpretasi
berasal dari interpretator, tetapi dalam teori kontemporer interpretator bukan semata- mata merupakan kualitas subyektif, tetapi intersubyektif. Artinya, interpretator dalam
hubungan ini peneliti sebagai anggota masyarakat pada dasarnya membawa ide kelompok danatau masyarakat Ratna 2010:309.
Secara umum penelitian yang menggunakan analisis kualitatif akan menghasilkan data deskreptif berupa kata-kata danatau ungkapan-ungkapan serta data-data yang
dapat diamati. Untuk lebih mudah dalam pemahaman rancangan penelitian ini juga disajikan
desain penelitian dalam bentuk gambar 3 diagram sebagai berikut.
Gambar 3. Diagram Rancangan Penelitian
Paradigma: Sudut pandang teoritis digunakan
paradigma Kajian Budaya sistem berfikir kritis
wilayah Post Modernisme
Teori
Diskursus , Hegemoni,
semiotika
Pendekatan: Hermeneutik
Data: Fenomena- fenomena diskursus
tokoh Arjuna serta implikasi-implikasinya
dalam masyarakat Jawa
Tehnik Pengumpulan Data
Analisis data
Konsep-konsep Teori-teori
Fenomena: Diskursus Tokoh
Arjuna dalam Legitimasi Raja-raja
Dinasti Mataram
3.2. Lokasi Penelitian