ditampilkan oleh penanggap di kalangan rakyat juga beragam sesuai dengan kemampuan ekonomi penanggap. Sesuai kebiasaan masyarakat agraris Jawa, wayangan
di daerah akan dipilih dalang lokal yang telah dikenal di daerah tersebut. Di ketiga ruang pentas wayang baik di keraton dan di masyarakat luas ditinjau
dari levelitas dan komunitas penonton merupakan unsur-unsur proses yang menunjang diskursus Arjuna di Mataram.
4.2.3. Cara Mewacanakan Tokoh Arjuna dalam Pentas Wayang.
Tidak kalah penting dalam analisis ini adalah metode atau cara-cara yang digunakan oleh penguasa dan para pemegang kuasa dalam membangun diskursus
dengan media tokoh wayang Arjuna. Metode wacana Raja-Raja Mataram sangat efektif dan berhasil mengkonstruksi sistem berfikir masyarakat Mataram, lewat tokoh wayang
Arjuna menggunakan dua cara, yaitu mewacanakan Arjuna secara ekplisist lewat teks karya sastra dan secara implisit lewat nilai-nilai dalam pewayangan. Dengan kedua
metode tersebut Sultan Agung dan raja-raja penerusnya secara konsisten dan berkesinambungan, terus-menerus membangun normalisasi dan regulasi dalam aturan-
aturan praktik mendalang yang disebut
pakem. Pakem
itu menjadi alat sangat efektif dan menentukan dalam hal strategi mewacanakan Arjuna, disebabkan dijadikan sebagai
aturan baku pertunjukan wayang bagi para dalang se-wilayah Mataram oleh keraton.
4.2.3.1. Wacana Tokoh Arjuna Secara Eksplisit dalam Teks Pakem
Pewacanaan Arjuna secara ekplisit dalam pembahasan ini dimaksudan wacana- wacana yang mudah ditangkap bagi dalang dan penikmat melalui tulisan-tulisan yang
harfiah dalam buku-buku sumber literatur pedalangan yang dalam dunia pedalangan lebih dikenal dengan sebutan
pakem
. Dalam praktik mendalang tulisan-tulisan dalam bentuk kalimat dan kata-kata itu juga diucapkan oleh dalang secara verbal. Sutrisno
2009:26 mendefinisikan bahwa
pakem
adalah buku pedoman mendalang bagi para dalang.
Pakem
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
pakem gancaran, balungan
, dan tuntunan
pakeliran
.
Pakem gancaran
adalah buku teks berbentuk prosa yang memuat mitologi dan cerita wayang seperti
Mahabarata Kawedhar
karangan Sutarta Harja
Wahana,
Pustakarajapurwa
dan
Serat Paramayoga
tulisan dari Ranggawarsita,
Serat Dewa Ruci
oleh Yasadipura II, dan sebagainya.
Balungan
adalah teks berisi garis-garis
besar jalan cerita lakon wayang seperti
Serat Pakeliran Ringgit Purwa
, karangan MN VII,
Buku Balungan Lakon
berjudul
Pakem Wayang Purwa
tulisan Prabaharjono,
Kumpulan Balungan Lakon
, karangan Sabdawara,
Reroncen Balungan Ringgit Purwa
tulisan Hargono dan sebagainya. Jenis ketiga,
P akem
tuntunan
pakeliran
adalah buku pedoman mendalang lengkap yang berisi dialog,
sulukan,
narasi, dan deskrepsi tentang jalanya cerita, misalnya
Wahyu Pakem Makutharama
karangan Wignyo Soetarno dan
Irawan Rabi
tulisan Naya Wirangka. Dalam ketiga jenis
pakem
yang juga karya termasuk sastra klasik Keraton Surakarta di atas cerita tentang Arjuna sangat mendominasi .
Pakem gancaran
utama seperti
Mahabarata kawedhar,
mewacanakan Arjuna dan saudara-saudaranya Pandhawa sejak “
parwa I Adiparwa
” tentang leluhur dan masa kecil Arjuna, masa kejayaan Arjuna dan Pandhawa, dalam “
Baratayudha
” hingga “
Swarga Rohana parwa
” Arjuna bermeditasi untuk mencapai moksa. Sebuah kitab
sempalan
ranting dari
Baratayudha
karangan Lokamaya disebut
Bagawat Gita
, berisi
wejangan
nasehat Kresna kepada Arjuna juga menokohkan Arjuna sebagai simbol individu manusia yang
mampu bersatu dengan Tuhan yang dilambangkan Krisna. Demikian pula
Arjuna Wiwaha
karangan Mpu Kanwa dan
Partayadna
karangan Mpu Triguna, sebagaimana telah disinggung di atas.
Dominasi cerita tentang Arjuna juga tampak pada
pakem
jenis kedua yang populer disebut
balunga n. Pakem balungan
berupa uraian tentang jalan cerita lakon
carangan
prahmen cerita yang masih bersumber dari pakem utama, itu diantaranya “Arjuna Wiwaha”, “Partayatna”, “Parta Krama”, “Wirathaparwa”, “Parta Soba”,
“Arjuna Rangka”, “Parta Warayang”, “Cekel Indralaya”, “Puthut Sidalamong”, dan
masih banyak lagi. Suratno 2003:38 dalam penelitiannya berjudul
Studi tentang Lakon Wahyu dalam pakeliran Wayang Kulit Purwa di Surakarta Dalam Satu Dekade
terakhir
, menyimpulkan bahwa dari banyak lakon wahyu Arjuna dan Abimanyu-lah yang paling banyak menerima wahyu.
Berkaitan dengan
pakem
tuntunan pedalangan, tokoh Arjuna juga menjadi pilihan bagi penulis
pakem
. Di lingkungan pedalangan dikenal empat naskah lakon yang dipandang berbobot dan menjadi acuan para dalang, semuanya bertema tentang Arjuna,
yaitu Lakon
Wahyu Pakem Makutharama
dan
Arjuna Wiwaha
karangan Wignyo
Soetarno,
Wahyu Purba Sejati
karangan Siswa Harsaya, dan
Irawan Rabi
karangan Nayawirangka.
Dominasi penampilan Arjuna dalam pakeliran juga nampak berkaitan dengan
pathet
. Sutrisno
et al
., 2009:41 mengemukakan bahwa semua bentuk pentas wayang baik semalam, ringkas maupun padat selalu mentaati ketentuan
pakem
yang terdiri dari
pathet nem, sanga,
dan
manyura
. Ketiga
pathet
dikaitkan dengan makna simbol perjalanan hidup manusia,
pathet nem
gambaran proses kehidupan masa muda,
pathet sanga
menyimbolkan kehidupan masa tua, dan
manyura
simbol ketika manusia telah hampir mendekati kematian. Di antara ketiga
pathet
Solichin 2010:186 berpendapat bahwa pathet
sanga
-lah yang tertinggi dan penting karena dalam
pathet
tersebut manusia sampai pada tahap
sepuh
artinya
sepuh sepi hawa awas loroning atunggal
masa tua yang telah mampu mengendalikan napsu serta waspada terhadap kesatuan dikotomi benar dan salah.
Tokoh Arjuna leluhur dan keturunanya garis ke atas Pandhu ayah, Abiyasa kakek, Palasara buyud dan garis ke bawah Abimanyu anak, Parikesit cucu dalam
pakem
tuntunan pedalangan selalu ditampilkan dalam
pathet sanga
yang dikatakan Solichin sebagai
pathet
tertinggi. Kekhususan Arjuna pada adegan tersebut adalah tampil dalam adegan meditasi di tengah hutan, berguru pada pendeta dan
perang kembang
. Ketiga adegan tersebut dipandang sangat penting dalam pedalangan karena dianggap representasi nilai Jawa sebagai manusia yang telah sempurna dalam hal
pengendalian diri, mencari ilmu dan mengesampingkan napsu-napsu negatif.
4.2.3.2. Wacana Tokoh Arjuna Secara Implisit dalam Pakeliran