Pembahasan ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 Bab II hal 20 dan 24.
2. Pengujian Hipotesis a. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat
berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan. Hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa terdapat perbedaan
sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat dilihat dari latar belakang tingkat pendidikan. Namun setelah
dilakukan uji hipotesis dengan Chi-Square χ
2
hasilnya sama, yaitu ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari tingkat pendidikan.
Terbukti nilai χ
2 hitung
= 40,560 lebih besar dibandingkan dengan χ
2 tabel
= 7,81 untuk taraf signifikansi α 0,05. Dengan demikian H ditolak dan Ha
1
diterima. Hal ini berarti ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat Kabupaten
Blora berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Botoreco. Di Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora, wajib pajak
dengan latar belakang tingkat pendidikan SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi memperoleh prioritas pelayanan yang sama.
Terlepas dari itu semua, penilaian kualitas pelayanan terletak di tangan masyarakat dengan berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda.
Mengikuti definisi sikap sebagaimana dikemukakan oleh Berkowitz 1972, sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon
evaluatif berkaitan dengan struktur sikap yang terdiri dari komponen kognitif cognitive, komponen afektif affective, dan komponen
konatif conative. Ketiganya berinteraksi secara selaras dan konsisten dalam menilai serta mempertimbangkan suatu objek yang dihadapinya.
Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai peran sebagai pembentuk sikap seseorang, sehingga mempunyai respon
evaluatif yang semakin baik. Bagi wajib pajak dengan tingkat pendidikan rendah SD dan SMP mempunyai daya evaluatif yang
kurang, pandangan bahwa kualitas pelayanan yang buruk dianggap sempurna, di sini tampak sekali adanya sikap emosional, mereka hanya
berpedoman bahwa kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor dapat dipenuhi dan cepat selesai. Wajib pajak dengan tingkat
pendidikan menengah SMU dan tinggi Perguruan Tinggi respon evaluatif cenderung semakin baik. Penilaian dan sikap mereka
terhadap pelayanan cenderung menggunakan rasionya dari pada emosinya, misalnya memandang kualitas pelayanan yang didapat harus
sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan. b. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat
berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan. Dari pengujian hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa
terdapat perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan
Kantor Bersama Samsat dilihat dari latar belakang tingkat pendapatan. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan Chi-Square χ
2
hasilnya sama, yaitu ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak.
Terbukti nilai χ
2 hitung
= 20,960 lebih besar dibandingkan dengan χ
2 hitung
= 7,81 untuk taraf signifikansi α 0,05. Dengan demikian H ditolak dan Ha
1
diterima. Hal ini berarti ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat Kabupaten
Blora berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak di Desa Botoreco.
Menurut penulis adanya perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang diberikan Kantor Bersama Samsat
berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan disebabkan karena sikap sosial yang terbentuk dari adanya interaksi sosial di dalam jenis
pekerjaan masing-masing wajib pajak. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi antara wajib pajak yang satu dengan
yang lain di dalam masyarakat, lebih lanjut, interaksi sosial itu membentuk suatu pola pemikiran atau sikap yang berbeda antara
kelompok sosial dengan status sosial pekerjaan tinggi dengan kelompok sosial dengan status sosial pekerjaan lebih rendah.
Jenis pekerjaan dengan tingkat kemapanan yang tinggi serta berinteraksi dalam kelompok sosial dengan status sosial tinggi
Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta pada umumnya terlibat dengan banyak orang yang mengutamakan kualitas, maka mereka cenderung
menuntut pelayanan yang lebih bagus, dan mereka sedikit lebih teliti jika ada sesuatu yang kurang dalam pelayanan. Lain halnya dengan
jenis pekerjaan yang mempunyai tingkat kemapanan rendah Petani dan Pedagang, wajib pajak cenderung bersikap positif atau merasa
puas dan tidak menuntut kebutuhan pelayanan lebih yang diberikan oleh Kantor Bersama Samsat. Bagi wajib pajak dengan jenis pekerjaan
ini yang hal terpenting adalah cepat selesai dan terpenuhinya kewajiban membayar pajak.
c. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendapatan.
Hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat
dilihat dari latar belakang tingkat pendapatan. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan One-Way Anova hasilnya sama, yaitu ada perbedaan
sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang diberikan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari latar belakang tingkat
pendapatan wajib pajak. Hasil analisis menunjukkan hasil perbandingan F
hitung
= 18,848 dengan F
tabel
= 2,699, dimana F
hitung
F
tabel
. Ini berarti bahwa adanya perbedaan tingkat pendapatan mempengaruhi sikap wajib pajak
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Kantor
Bersama Samsat. Wajib pajak dengan latar belakang tingkat pendapatan rendah kurang dari Rp.450.000,00 menjadi responden
yang mempunyai sikap dengan intensitas tertinggi dengan rata-rata nilai 63,62.
Menurut pendapat penulis adanya perbedaan sikap tersebut disebabkan karena wajib pajak mempunyai tingkat pendapatan yang
berbeda-beda, hal ini menyebabkan suatu pemikiran bahwa kebutuhan kualitas pelayanan berbeda-beda.
Setiap orang dalam masyarakat mempunyai latar belakang status sosial yang berbeda-beda termasuk tingkat pendapatan, oleh
karena itu memungkinkan orang tersebut memiliki pola pikir dan sikap yang berbeda terhadap suatu objek. Dari pernyataan tersebut penulis
membuat hipotesis bahwa terdapat perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasar latar
belakang tingkat pendapatan, walaupun di Samsat, wajib pajak berlatar belakang tingkat pendapatan tinggi, sedang dan rendah memperoleh
pelayanan sama, yang sesuai dengan asas pelayanan publik yaitu transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, dan kesamaaan
hak-kewajiban. Wajib pajak dengan tingkat pendapatan tinggi lebih cenderung
menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik bagian perbagian, hal ini terutama menyangkut masalah tersedianya dana untuk menuntut
pelayanan lebih. Berbeda halnya dengan wajib pajak yang
berpenghasilan rendah, hanya memandang bahwa kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat tidak mempunyai pengaruh terhadap
kewajiban yang dipenuhi, yang terpenting adalah bagaiman cara membayar pajak tepat waktu dengan biaya seminimal mungkin.
Dalam pelayanan publik terutama pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor yang diselenggarakan oleh pemerintah, sifat
monopoli pelayanan sangat tinggi. Wajib pajak tidak mempunyai pilihan lain selain memenuhi kewajibannya membayar pajak melalui
Samsat, dengan mengabaikan keberadaan calo dan biro jasa. Lain halnya dengan pelayanan sektor swasta, dimana konsumen mempunyai
pilihan dan perbandingan lain. Bagi pihak dengan dana lebih dalam membayar pajak berarti mempunyai suatu pilihan lain apa bila tidak
puas terhadap pelayanan yang telah diberikan, yaitu lewat calo atau biro jasa. Berbeda dengan pihak yang memiliki dana terbatas, akan
lebih memilih membayar pajak sendiri, tanpa memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan Kantor Bersama Samsat.