Pelayanan Publik TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai upaya untuk memahami permasalahan ini secara khusus, hendaknya harus dipahami pengertian dasar dari kualitas pelayanan publik itu sendiri. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik suatu produk seperti: kinerja performance, keandalan reliability, mudah dalam penggunaan easy of use, estetika esthetics, dan sebagainya. Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan meeting the needs of customers. Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Goetsch dan Davis 1994 seperti dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam bukunya yang berjudul “Total Quality Management” 2003: 4, kualitas dinyatakan sebagai: Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan mengurus apa yang diperlukan seseorang. Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Mengikuti definisi umum pelayanan tersebut di atas, pelayanan publik dapat dikemukakan seperti di bawah ini, oleh Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan publik, sebagai: Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan. Mengikuti ketiga definisi tersebut di atas, kualitas pelayanan sektor publik dapat disimpulkan sebagai kegiatan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau organisasi lain yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan asas-asas pelayanan publik, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengukuran kualitas pelayanan publik pada dasarnya hampir sama dengan pengukuran pada kualitas pelayanan perusahaan, dimana persepsi kualitas pelayanan merupakan hasil dari perbandingan antara harapan konsumen expective service dengan keadaan nyata yang diterima konsumen perceived service. Perbedaan utama terletak pada pihak penyelenggara jasa, dimana pelayanan publik secara khusus merupakan monopoli pihak pemerintah. Tjiptono 1996: 61 menyimpulkan bahwa citra kualitas layanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Ketika pelanggan mempunyai suatu keperluan pada sebuah organisasi pemerintah atau swasta, ia akan merasa senang atau tidak senang saat dilayani oleh petugas. Jika pelanggan merasa senang dilayani oleh petugas, maka pelayanan petugas tersebut sangat memuaskan atau pelayanan petugas berkualitas. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa dirugikan aparat akibat pelayanannya berbelit-belit, tidak terbuka atau transparan, maka dapat dikatakan pelayanannya tidak berkualitas. 2. Asas Pelayanan Publik Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004: a. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Hal ini sangat penting bagi pemungutan pajak yang menerapkan prinsip-prinsip self assessment dan self payment. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. 3. Kelompok Pelayanan Publik Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis pelayanan menjadi tiga kelompok. Adapun tiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelompok Pelayanan Administratif Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompensasi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk KTP, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor BPKB, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor STNK, Izin Mendirikan Bangunan IMB, Paspor, Sertifikat KepemilikanPenguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok Pelayanan Barang Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya. c. Kelompok Pelayanan Jasa Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggara transportasi, pos dan sebagainya. 4. Prinsip Pelayanan Publik Di dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005: 21-23: a. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: 1 Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. 2 Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan. 3 Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah oleh masyarakat yang membutuhkan. e. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Pemerintah hendaknya dapat menjamin bahwa wajib pajak yang sedang memenuhi kewajibannya tidak merasa dalam tekanan hukum. f. Tanggungjawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersediaanya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika telematika. h. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. Petugas harus bisa berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi masyarakat yang memerlukan. j. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakannya ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, tempat ibadah dan lain-lain. 5. Standar Pelayanan Publik Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. b. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya Pelayanan Biayatarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. f. Kompensasi Petugas Pemberi Pelayanan Kompensasi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. 6. Pola Penyelenggara Pelayanan Publik Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan adanya empat pola pelayanan, yaitu: a. Fungsional Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya. b. Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. c. Terpadu Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu: 1 Terpadu satu atap Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. Salah satu contoh adalah Kantor Bersama Samsat seperti yang kita bahas dalam penelitian berikut. 2 Terpadu satu pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. d. Gugus Tugas Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.

C. Dimensi dan Gap Kualitas Pelayanan

1. Dimensi Kualitas Pelayanan Secara keseluruhan uraian di atas adalah tentang pengukuran kinerja pemerintah secara umum. Sedangkan instrumen pengukuran kinerja pelayanan publik sampai saat ini belum ada, maka dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen pengukuran kinerja pelayanan yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam buku mereka yang berjudul Delivering Quality Service 1990: 25-26, dimana indikator yang digunakan merupakan ukuran kinerja pelayanan untuk sektor swasta, yaitu diantaranya: a. Tangibles bukti fisik, yaitu bentuk fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Reliability keandalan, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. c. Responsiveness daya tanggap, yaitu kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Assurance jaminan, yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf sehingga pelanggan bebas dari bahaya resiko dan keragu-raguan. e. Empathy empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan keinginan untuk memahami kebutuhan para pelanggan. 2. Gap Model Pada kenyataanya pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan atau instansi pemerintah tidak selalu memberikan tanggapan positif dari konsumen atau masyarakat secara umum. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa gab atau kesenjangan yang menyebabkan penyajian atau penyampaian layanan tidak berhasil. Sebagaimana dikemukan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry 1990: 37-45, kesenjangan itu diantaranya sebagai berikut: a. Gap 1 gap harapan konsumen-persepsi manajemen. Ini terjadi apabila, terdapat perbedaan antara harapan-harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap harapan-harapan konsumen. b. Gap 2 gap persepsi manajemen-persepsi kualitas. Gap persepsi kualitas akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara persepsi manajemen tentang harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang dirumuskan. c. Gap 3 gap persepsi kualitas-penyelenggaraan pelayanan. Gap ini lahir jika pelayanan yang diberikan berbeda dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang telah dirumuskan. d. Gap 4 gap penyelenggaraan pelayanan-komunikasi eksternal. Terjadi akibat dari adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap konsumen.

Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan Dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Dan Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor Di Kantor Bersama Samsat Klaten.

0 5 9

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI KANTOR BERSAMA SAMSAT UPPD DIPENDA PROPINSI JATENG KABUPATEN SRAGEN.

0 1 18

ANALISIS KEPUASAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA DI KANTOR SAMSAT PAYAKUMBUH.

0 0 8

TANGGAPAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI KANTOR BERSAMA SAMSAT KOTA YOGYAKARTA.

0 0 9

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 2 41

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 9

PENGARUH PENGETAHUAN WAJIB PAJAK, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PROGRAM SAMSAT CORNER TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

1 3 11

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI KANTOR BERSAMA SAMSAT SURABAYA BARAT UPTD DISPENDA PROPINSI JATIM

0 0 11

Pengaruh pengetahuan pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi administrasi pajak terhadap kepatuham wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor SAMSAT Krian) - UWKS - Li

0 0 17

ANALISIS SIKAP WAJIB PAJAK TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR BERSAMA SAMSAT BERDASARKAN LATAR BELAKANG WAJIB PAJAK Studi Kasus Pada Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah SKRIPSI Diajukan untuk M

0 0 143