Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
penggunaan nada yang tinggi. Indonesia ini merupakan negara yang kaya akan budaya, tetapi bukan berarti budaya satu lebih unggul dari pada budaya yang lain.
Sehingga, dalam kesantunan berbahasa Indonesia logat Jawa tidak lebih unggul dibandingkan dengan logat bahasa dari budaya yang lain. Nababan 1984,
membagi definisi kebudayaan menjadi empat yaitu: 1.
Kebudayaan sebagai pengatur atau pengikat masyarakat. 2.
Kebudayaan sebagai hal yang diperoleh manusia melalui pembelajaran. 3.
Kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia. 4.
Kebudayaan sebagai sistem kominikasi yang dipakai mesyarakat untuk memperoleh kerja sama kesatuan dan kelangsungan hidup masyarakat
manusia. Melihat dari definisi kebudayaan di atas jika dikaitkan antara kebudayaan dan
berbahasa santun, tidak dibenarkan apabila berbahasa dengan sesama manusia dalam anggota masyarakat tidak berpegang pada aturan kesantunan berbahasa.
Meskipun, ada beberapa budaya yang mempunyai kebiasaan logat berbahasa dengan nada yang tinggi, jika ia masuk dalam masyarakat yang mempunyai
kebiasaan menggunakan bahasa dengan nada yang rendah, pasti ia akan berusaha untuk memelankan suaranya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
Dewasa ini, perilaku santun berbahasa Indonesia dinilai kurang dalam praktik di lapangan. Jangankan berbahasa Indonesia yang santun, seseorang
menggunakan bahasa Indonesia saja merasa malu atau minder. Mereka akan bangga jika menggunakan bahasa asing bahasa Ingrris, Mandarin, dan
sebagainya. Apalagi remaja sekarang, cenderung menggunakan bahasa gaul
sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, baik dirumah maupun di sekolah. Hanya sebagian kecil saja yang masih mempertahankan untuk dapat berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta santun dapat dimulai dari
lingkungan keluarga atau sering disebut dengan bahasa ibu B1. Dalam kasus ini, bahasa Indonesia untuk siswa SMK cenderung lebih banyak digunakan untuk
dunia kerja, Saat ini mitra tutur yang dihadapi semakin beragam. Dengan demikian, kesantunan berbahasa Indonesia tidak lagi diukur dari budaya dan logat
berbicara dari masing-masing daerah, melainkan kesantunan diukur dari norma- norma kesantunan, dan etika berbahasa secara santun.
Pada kelompok penggunaan maksim kemurahan hati siswa sudah mampu mengaplikasikan dalam percakapan sehari-hari. Pada dasarnya siswa sudah
mengetahui bahwa berbicara dengan menggunakan bahasa yang baik akan dinilai lebih menghormati mitra tutur.
Berbicara dengan santun tidak harus menggunakan kalimat yang panjang dan berbelit-belit. Penggunaan kalimat yang panjang dapat menjadikan lawan tutur
bosan mendengarkan bahkan ada yang dengan sengaja pergi meninggalkan penutur. Alasan lain, kalimat yang panjang dan berbelit-belit dapat menyamarkan
makna dan maksud dari kalimat yang ingin disampaikan. Pada penggunaan makim kebijaksanaan ini siswa sudah banyak yang menggunakan metode
berbicara yang ringkas, langsung pada pokok persoalan. Dalam praktiknya tidak semua siswa berbicara dengan metode tersebut, masih terdapat beberapa siswa
yang masih menggunakan metode berbicara yang menggunakan kalimat yang
panjang dan cenderung berbasa-basi. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal. Bahasa Indonesia yang santun tidak selalu
menggunakan kalimat yang panjang dan berbelit. Pada kelompok maksim kemurahan hati banyak siswa yang sudah
menerapkannya dalam percakapan sehari-hari. Namun jawaban kadang-kadang masih lebih tinggi dibandingkan jawaban tidak. Siswa sudah mengetahui jika
berbicara santun bertujuan untuk menghormati lawan tutur. Jika seseorang berbicara santun pada mitra tutur maka apa yang kita ucapkan merupakan
cerminan dari kita sendiri. Penggunaan maksim ini perlu pembiasaan pada saat berbicara dengan mitra tutur. Siswa yang sudah menerapkan maksim ini perlu
mempertahankan agar tuturan yang tercipta tetap santun. Kesetujuan atau kesepakatan dalam berbicara itu sangat penting, bahkan
dalam hal sekecil apapun. Jika kesetujuan tidak didapat maka dapat menimbulkan perselisihan atau pertengkaran. Dalam hasil observasi banyak siswa yang sudah
menerapkan masim kesetujuan dalam berbicara. Banyak siswa yang sudah membuat orang lain senang ketika berbicara. Namun pada saat orang lain
berbicara masih ada beberapa siswa yang dengan sengaja memotong kalimat mitra tutur yang belum selesai. Ini merupakan pelanggaran dari maksim kesetujuan.
Memotong kalimat orang lain merupakan tindakan yang tidak santun, mitra tutur belum sepenuhnya menyampaikan pendapat dan maksud dari kalimat yang
diucapkan, tiba-tiba dipaksa berhenti. Perlu adanya peningkatan cara berbahasa yang santun agar hal tersebut tidak terulng bahkan menjadi kebiasaan.
Pada kelompok maksim penerimaan siswa sudah banyak mnerapkannya dalam percakapan sehari-hari. Dalam berbicara, ketika membuat orang lain
merasa tidak percaya diri dan minder merupakan tindakan yang tidak santun. Hal tersebut dapat menjatuhkan harga diri seseorang jika dilakukan di depan banyak
orang. Dalam hal ini siswa perlu mempertahankan penerapan maksim penerimaan ini ketika berbicara.
Pengembangan materi pembelajaran kesantunan berbahasa Indonesia untuk siswa SMK kelas X disusun berdasarkan kurikulum 2013. Kurikulum2013
merupakan kurikulum yang tetap diterapkan pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, yang telah berlaku selama 6
tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah sebagai percobaan. Pada tahun 2014, kurikulum
2013 sudah diterapkan untuk siswa kelas X dan XI. Kurikulum 2013 memiliki tiga apek penilaian aitu, aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap
dan perilaku. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan modul materi pembelajaran
kesantunan berbahasa Indonesia bagi siswa SMK. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan materi kesantunan berbahasa Indonesia
bagi siswa SMK, terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan pada siswa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa secara santun di kelas maupun di luar kelas.
Berbicara santun, tidak hanya dengan orang yang kita kenal, dengan orang yang tidak kita kenali pun seharusnya kita berbicara dengan santun. Ada beberapa
hal yang perlu ditingkatkan dalam berbahasa santun pada siswa diantaranya,
a berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, b tidak menggunakan bahasa gaul yang kasar dan cenderung mengolok-olok
teman, c tidak berbicara dengan sengaja menyinggung perasaan orang lain, d tidak berbicara dengan sengaja mencela orang lain dan barang atau kepunyaan
orang lain, e selalu menggunakan k ata “tolong” ketika meminta bantuan orang
lain, f menggunakan frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas bantuan orang lain, g menggunakan kata “maaf” ketika ada tuturan yang menyinggung
perasaan orang lain, h tidak memotong kalimat orang lain ketika mereka sedang berbicara, i menggunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ke tiga yang
lebih dihormati, j menggunakan kata “Anda” ketika menyebut orang lain yang belum dikenal.
Produk yang baik tentu telah melewati beberapa tahap penilaian oleh ahli. Peneliti telah melakukan dua tahap uji coba produk pengembangan, yaitu: 1 uji
coba oleh ahli dan 2 uji coba lapangan. Uji ahli dilakukan oleh dosen ahli materi Universitas Sanata Dharma, guru
Bahasa Indonesia SMK Negeri 2 Depok, Yogyakarta. Penilaian dilakukan melalui kuesioner dan observasi. Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh para ahli, maka
didapatkan hasil penilaian yang digunakan sebagai acuan untuk menilai baik atau tidaknya produk pengembangan materi pembelajaran kesantunan berbahasa
Indonesia bagi siswa SMK. Materi produk pembelajaran kesantunan berbahasa Indonesia ini dinilai oleh
Dr. B. Widharyanto, M.Pd. selaku dosen ahli materi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penilaian dilihat dari aspek, 1 ketepatan pilihan kata, 2 keefektifan
kalimat dalam media, 3 penggunaan bahasa yang mudah dipahami, 4 kejelasan petunjuk dalam setiap kegiatan, 5 kesesuaian materi dengan kompetensi dan
indikator, 6 kemenarikan urutan materi sehingga mudah untuk dipahami, 7 kemenarikan ilustrasi media, 8 kemenarikan komposisi huruf, tata letak dan
warna dalam media, 9 kebermanfaatan media, dan 10 variasi model latihan. Nilai dari masing-masing aspek adalah baik pada poin 1,2,3,9,dan 10, namun ada
nilai yang kurang baik yaitu pada poin 4,5,6,7, dan 8. Setelah dilakukan perbaikan produk, dilakukan uji coba lapangan. Dimana
produk tersebut dinilai oleh Sri Wahyuni Pudjiastuti, S.Pd. selaku guru ahli bahasa Indonesia. Penilaian yang digunakan meliputi aspek 1 ketepatan pilihan
kata, 2 keefektifan kalimat dalam media, 3 penggunaan bahasa yang mudah dipahami, 4 kejelasan petunjuk dalam setiap kegiatan, 5 kesesuaian materi
dengan kompetensi dan indikator, 6 kemenarikan urutan materi sehingga mudah untuk dipahami, 7 kemenarikan ilustrasi media, 8 kemenarikan komposisi huruf,
tata letak dan warna dalam media, 9 kebermanfaatan media, dan 10 variasi model latihan. Nilai pada poin 4,9 dan 10 mendapat nilai „baik sekali‟, poin
1,2,3,5,6, dan 8 mendapat nilai „baik‟, dan poin 7 mendapat nilai „kurang baik‟.