e. Deklarasi Declarations, yakni bentuk tuturan yang menghubungkan isi
tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah resigning, memecat dismissing, membaptis chistening, memberi nama naming, mengangkat
appointing, mengucilkan excommicating, dan menghukum sentencing.
2.2.3 Prinsip Kesantunan
Pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan mitra tutur dalam pertuturan itu menaati prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Leech 1983.
Tuturan yang santun menurut Leech, ditandai oleh adanya enam maksim yang menyertainya sebagai berikut.
a. Maksim kebijaksanaan
Maksim ini menggariskan bahwa setiap pertuturan harus meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.
b. Maksim penerimaan
Maksim ini menghendaki setiap peserta pertuturan hendaknya memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.
c. Maksim kemurahan hati
Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat pada orang
lain. d.
Maksim kerendahan hati Maksim ini menuntut setiap peserta tuturan untuk memaksimalkan
ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
e. Maksim kesetujuan
Maksim ini menghendaki agar setiap penutur dan lawan tutur memaksimalkan kesetujuan diantara mereka, dan meminimalkan ketidaksetujuan diantara
mereka. f.
Maksim simpati Maksim ini mengharuskan setiap penutur untuk memaksimalkan rasa simpati
dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Teori Leech 1983 menyebutkan ada enam maksim kesantunan. Namun pada
penelitian dan pembuatan materi ajar peneliti meyebutkan lima maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan hati, maksim
kerendahan hati, dan maksim kesetujuan.
2.2.4 Etika Berbahasa dalam Kegiatan Bertutur
Kesantunan berbahasa erat kitannya dengan substansi bahasanya, sedangkan etika berbahasa selalu erat kaitannya dengan perilaku atau tingkah laku dalam
bertutur. Geertz dalam Chaer, 2010 mengatakan bahwa sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya itu disebut etika berbahasa atau tata cara
berbahasa. Etika berbahasa berhubungan dengan norma-norma sosial dan sistem budaya
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Berbahasa akan mengatur kita dalam hal apa yang harus dikatakan pada seseorang lawan tutur pada waktu dan keadaan
tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu, ragam bahasa yang paling wajar digunakan dalam waktu dan budaya tertentu, kapan dan
bagaimana kita menggunakan waktu untuk menyela atau bergantian berbicara
dengan lawan tutur, kapan kita harus diam dan mendengarkan tuturan mitra tutur, dan bagaimana kualitas suara dan gerak fisik kita ketika berbicara.
2.2.5 Kesantunan dalam Berbahasa Indonesia
Secara singkat ada beberapa kaidah yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan tuturan kita agar terdengar santun oleh pendengar atau lawan tutur kita,
diantaranya sebagai berikut. a.
Formalitas, artinya ketika bertutur dengan mitra tutur kita hendaknya jangan memaksa atau jangan angkuh.
b. Ketidaktegasan, artinya kita harus membuat tuturan yang sedemikian rupa agar
lawan tutur kita dapat menemukan pilihan option. c.
Kesamaan atau kesekawanan, artinya kita harus bertindak seolah-olah kita dan mitra tutur kita menjadi sama atau mitra tutur menjadi senang.
Santun atau tidaknya tuturan kita dapat dilihat dari penggunaan bahasanya. Bahasa yang digunakan dapat berupa bahasa verbal maupun bahasa non verbal.
Bahasa verbal adalah bahasa yang berupa rangkaian kata – kata atau tuturan yang
membentuk wacana teks baik lisan maupun tertulis. Sedangkan bahasa non verbal adalah bahasa yang dinyatakan berupa tindakan, kinesik, kinestetik, gestur,
nada, mimik, dan sebagainya ketika seseorang sedang berbicara. Dalam berbahasa kita akan terlihat santun apabila pilihan kata diksi dan gaya bahasa yang kita
gunakan tepat. Pilihan kata adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga
menimbulkan efek pada mitra tutur. Sedangkan yang dimaksud dengan gaya bahasa dalam tuturan yaitu kesanggupan penutur menggunakan gaya bahasa