2. Strerilisasi alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilisasikan terlebih dahulu. Alat-alat dicuci bersih dibawah air mengalir dengan
menggunakan deterjen. Setelah dikeringkan, alat-alat tersebut dibungkus menggunakan aluminium foil dan disterilisasikan dalam autoclave selama
20 menit pada suhu 121
°
C. 3.
Pembuatan simplisia
Daun keladi tikus yang telah dikumpulkan kemudian dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah dicuci daun dikeringkan dibawah terik
matahari dan dilanjutkan dengan menggunakan oven pada suhu 50
°
C. Daun kemudian diserbukkan di Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.
4. Ekstraksi daun keladi tikus dengan metode maserasi
Sebanyak 25 gram serbuk simplisia daun keladi tikus direndam dalam 250 mL etil asetat dalam erlenmeyer bertutup dan dibiarkan selama
24 jam terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk menggunakan shaker. Setelah 24 jam maserat diambil dan disaring kemudian ditampung dalam
tabung erlenmeyer tertutup dan disimpan terlindung dari cahaya matahari. Kemudian ditambahkan pelarut baru dan dilakukan remaserasi selama 24
jam. Setelah 24 jam ekstrak disaring dan ditampung. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator.
5. Pembuatan media kultur
Disiapkan botol Duran volume 100 mL. Sebelum digunakan, FBS dan penisilin-streptomisin dicairkan terlebih dahulu pada suhu kamar.
Setelah itu 10 mL FBS diambil dan dituangkan kedalam botol duran lalu ditambahkan 1 mL campuran antibiotik-antifungal penisilin-streptomisin.
Kemudian, media RPMI ditambahkan sampai 100 mL sekitar leher botol. Diberi penandaan pada botol dengan nama media dan tanggal pembuatan
media kultur.
6. Uji sitotoksisitas ekstrak etil asetat daun keladi tikus terhadap sel
kanker kolon WiDr dengan metode MTT a.
Kultur sel WiDr
Sel WiDr diambil dari tangki nitrogen dan segera dicairkan dalam penangas air 37
°
C. Ampul disemprot dengan etanol 70 dan dimasukkan dalam LAF. Ampul dibuka dan sel WiDr dipindahkan ke dalam conical tube
steril yang telah berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 650 rpm selama 3 menit dan supernatan
yang terbentuk dibuang. Medium RPMI 1640 yang baru ditambahkan kedalam suspensi sel dan disentrifugasi kembali selama 5 menit hingga
homogen dan dicuci ulang sekali lagi. Setelah suspensi sel WiDr didapatkan, ditambahkan 1 mL media kultur yang mengandung 10 FBS. Resuspensikan
kembali secara perlahan hingga homogen. Sel WiDr kemudian ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator CO
2
dengan suhu 37
°
C. Setelah 24 jam, medium kultur WiDr diganti dan sel WiDr ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
b. Panen Sel WiDr
Setelah sel WiDr konfluen, medium kultur dibuang kemudian sel WiDr dicuci dengan 3,5 mL PBS sebanyak 2 kali. Tripsin-EDTA sebanyak
300 L ditambahkan dalam sel WiDr dan dilakukan inkubasi selama 3 menit
dalam inkubator CO
2
. Sebanyak ± 5 mL media kultur ditambahkan kembali dan sel WiDr diresuspensikan hingga terlepas seluruhnya dari dinding flask.
Suspensi sel dipindahkan ke dalam conical tube steril baru. Sel WiDr dihitung dengan haemocytometer dan cell counter dan dibuat konsentrasi
suspensi sel yang digunakan untuk penelitian yaitu sebesar 2x10
4
100 µL. c.
Preparasi larutan uji ekstrak daun keladi tikus
Ekstrak daun keladi tikus ditimbang ± 1 mg dan dimasukkan dalam tabung effendorf kemudian dilarutkan dalam 1 mL DMSO dan divortex
sampai homogen untuk mendapatkan larutan ekstrak induk dengan konsentrasi 1 mgmL. Larutan induk diencerkan dengan media kultur hingga
diperoleh seri konsentrasi 1; 10; 100; 400; 1000; 1200; dan 1500 gmL.
d. Preparasi larutan kontrol positif doksorubisin
Doksorubisin dengan konsentrasi stok 2000 M dibuat seri
konsentrasi 1; 10; 25; 50; 100; dan 250
M dalam media kultur. e.
Uji sitotoksik dengan MTT assay
Orientasi dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi yang akan dilakukan dalam uji. Sebanyak 100 µL ekstrak daun keladi
tikus dengan kadar 1; 10; 100; 400; 1000; 1200; dan 1500 gmL
diteteskan pada suspensi sel WiDr dengan kepadatan 2x10
4
100 L
dalam sumuran yang berbeda pada well plate. Sebagai kontrol, tiga buah
well berisi 100 µ L suspensi sel ditambahkan 100 µL media kultur.
Doksorubisin sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 1; 10; 25; 50; 100; 250 ditambahkan ke dalam sumuran.
Sel yang telah diberi perlakuan kemudian diinkubasi selama semalam didalam inkubator dengan suhu 37
C, kemudian seluruh larutan uji dan media dibuang seluruhnya dan ditambahkan 100
L reagen MTT ke dalam masing-masing sumuran, diinkubasikan selama 2-4 jam. Reagen stopper ditambahkan dan kemudian sel
didiamkan selama semalam. Absorbansi setiap sumuran dibaca
menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm. 7.
Uji induksi apoptosis dengan metode Double Staining a.
Penanaman sel kanker WiDr
Sel kanker WiDr diambil dari inkubator CO
2
kemudian dipanen. Sel yang digunakan adalah sel yang sudah dalam kondisi 80 konfluen.
Dilakukan perhitungan sel dan dibuat suspensi sel sebanyak 5x10
4
sel tiap 200
L untuk tiap sumuran. Coverslip dimasukkan kedalam 24-well plate menggunakan pinset dengan hati-hati. Dua ratus µL suspensi sel
dimasukkan tepat diatas coverslip secara merata dan perlahan, kemudian didiamkan selama 3-30 menit dalam inkubator agar sel menempel pada
coverslip . Sebanyak 800 µL media kultur sel WiDr ditambahkan kedalam
sumuran secara perlahan. Keadaan sel diamati di mikroskop untuk melihat distribusi sel. Dilakukan inkubasi sel dalam inkubator selama semalam.
Sebanyak satu konsentrasi sampel pada IC
50
terhadap sel kanker kolon
WiDr dibuat untuk sampel perlakuan dan media kultur untuk kontrol sel, masing-masing sebanyak 1000 µL.
b. Perlakuan Double Staining Sampel pada Sel
Sel WiDr dalam 24-well plate diambil dari inkubator. seluruh media kultur dari tiap-tiap sumuran dibuang dengan mikropipet secara
perlahan. Kemudian, kedalam tiap sumuran diteteskan 500 L PBS untuk
mencuci sel WiDr. Kemudian PBS dibuang dari sumuran dan ditambahkan sebanyak 1000 µ L larutan uji ekstrak etil asetat daun keladi tikus atau
doksorubisin dengan konsentrasi sesuai IC
50
terhadap sel kanker kolon WiDr kedalam sumuran. Media kultur dimasukkan diatas kontrol sel dan
kemudian diinkubasikan didalam inkubator selama 24 jam. Setelah diinkubasi, semua media dari sumuran dibuang dan masing-masing dicuci
dengan 500 µL PBS. PBS kemudian dibuang dan coverslip diambil menggunakan pinset dengan bantuan ujung jarum dengan hati-hati.
Letakkan coverslip di atas object glass kaca obyek dan diberi label. Teteskan 10 µ L reagen campuran ethidium bromide-akridin oranye di atas
coverslip dan ratakan dengan cara digoyangkan secara perlahan. Preparat
tersebut kemudian diamati di bawah mikroskop fluoresens dan didokumentasikan.
8. Pengamatan ekpresi protein dengan metode imunositokimia
Sel kanker WiDr diambil dari inkubator CO
2
kemudian dipanen. Sel yang digunakan adalah sel yang sudah dalam kondisi 80 konfluen.
Dilakukan perhitungan sel dan dibuat suspensi sel sebanyak 5x10
4
sel tiap
200 L untuk tiap sumuran. Coverslip dimasukkan kedalam 24-well plate
menggunakan pinset dengan hati-hati. Dua ratus µL suspensi sel dimasukkan tepat diatas coverslip secara merata dan perlahan, kemudian
didiamkan selama 3-30 menit dalam inkubator agar sel menempel pada coverslip
. Sebanyak 800 µL media kultur sel WiDr ditambahkan kedalam sumuran secara perlahan. Keadaan sel diamati di mikroskop untuk melihat
distribusi sel. Inkubasi sel dilakukan di dalam inkubator selama semalam. Sebanyak satu konsentrasi sampel pada IC
50
dibuat untuk sampel perlakuan dan media kultur untuk kontrol sel, masing-masing sebanyak
1000 µL. Sebuah 24 well plate yang telah berisi sel diambil dari inkubator.
Semua media kultur dari sumuran dibuang dengan mikropipet secara perlahan. Sel dicuci dengan PBS 500
L kemudian PBS dibuang. Sampel berupa ekstrak etil asetat daun keladi tikus atau doksorubisin sebanyak
1000 µL dimasukkan kedalam sumuran. Kemudian sebanyak 1000 µL media kultur sel dimasukkan kedalam sumuran sebagai kontrol sel.
Kemudian diinkubasikan didalam inkubator selama 15 menit. Kondisi sel WiDr diamati sebelum difiksasi. Media kultur dibuang seluruhnya dari
sumuran dan masing-masing dicuci dengan 500 µL PBS. PBS dibuang dan coverslip diambil menggunakan pinset dengan bantuan ujung jarum
dengan hati-hati. Coverslip diletakkan di dalam 24-well plate dan diberi label pada masing-masing perlakuan. Sebanyak 300 µL methanol dingin
ditambahkan dan diinkubasi selama 10 menit dalam freezer. Methanol
dibuang secara perlahan dan coverslip dijaga agar tidak terbalik. Sebanyak 500 µL PBS kemudian ditambahkan pada coverslip dan
didiamkan selama 5 menit. PBS kemudian diambil dengan mikropipet 1000 µL kemudian ditambahkan 500 µL akuades. Akuades dibuang
setelah 5 menit dan dilakukan pencucian dengan akudest selama 2 kali. Larutan hidrogen peroksida blocking solution ditambahkan pada
coverslip , lalu diinkubasikan selama 10 menit. Larutan dibuang dengan
mikropipet dan diteteskan predilute blocking serum kemudian diinkubasikan selama 10 menit. Larutan dibuang dan ditetesi antibodi
monoklonal primer mouse anti-human COX-2. 500 µL PBS ditambahkan kedalam sumuran dan diinkubasi selama 5 menit. PBS dibuang dan
ditetesi antibodi sekunder rabbit anti-mouse COX-2 yang dilabeli oleh biotin biotinylated universal secondary antibody serta diinkubasi
selama 10 menit. 500 µ L PBS ditambahkan dan diinkubasi selama 5 menit. PBS dibuang dan diteteskan dengan reagen yang berisi kompleks
streptavidin-enzim peroksidase lalu diinkubasi selama 10 menit. Kemudian 500 µ L PBS ditambahkan dan diinkubasi selama 5 menit. PBS
dibuang dan diteteskan larutan substrat kromogen DAB lalu diinkubasi selama 10 menit. Sebanyak 500 µ L akuades ditambahkan kemudian
buang kembali. Larutan haemotoxylin diteteskan dan diinkubasi selama 3 menit. 500 µL akuades ditambahkan lalu di buang kembali. Coverslip
diangkat dengan pinset secara hati-hati kemudian dicelupkan dalam larutan xylol. Coverslip kemudian dicelupkan dalam alkohol dan
dikeringkan. Coverslip kemudian diletakkan di atas object glass dan ditetesi dengan mounting media. Tutup coverslip dengan coverslip kontak
dan ekspresi protein diamati dengan mikroskop.
F. Tata Cara Analisis Hasil
1. Uji MTT
Dari data yang diperoleh pada uji MTT, dihitung viabilitas selnya dengan menggunakan rumus :
� �
−� �
� �
� −�
� �
x 100 Setelah data viabilitas di plot pada tabel, IC
50
dihitung dengan menggunakan program R-2.14.0, suatu aplikasi statistika open source yang
dikembangkan oleh Dr. Enade Perdana Istyastono, PhD, Apt. 2.
Uji Double Staining Sel yang berwarna hijau menunjukkan sel yang hidup, sedangkan
sel yang berwarna merah menunjukkan sel yang mati. Sel utuh berwarna merah menunjukkan sel nekrosis sedangkan sel yang terfragmentasi
menunjukkan sel yang mengalami apoptosis karena pada sel yang mengalami apoptosis terbentuk badan-badan apoptosis.
Pembacaan data dilakukan dengan bantuan blind reader. Sebanyak tiga orang responden menghitung jumlah sel yang mengalami
apoptosis, nekrosis atau sel hidup pada preparat yang terdiri dari tiga bagian tiap preparatnya. Hasil yang didapatkan berupa rata-rata ± SD.
3. Uji Immunositokimia
Ekspresi protein tertentu misal COX-2 ditunjukkan dengan warna coklat pada sitoplasma bukan inti sel. Pembacaan data dilakukan
dengan bantuan blind reader. Sebanyak tiga orang responden menghitung jumlah sel yang mengekspresikan COX-2 pada preparat yang terdiri dari
tiga bagian tiap preparatnya. Hasil yang didapatkan berupa rata-rata ± SD.
Skoring dilakukan dengan cara menghitung persentase sel yang mengekspresikan COX-2 dalam satu preparat. Hasil negatif didapatkan
apabila sel yang mengekspresikan COX- 2 ≤5 dan positif apabila sel
yang mengekspresikan COX-2 5. Nilai skor diberikan sesuai dengan persentase sel yang mengekspresikan COX-2; Skor 0 : 5; Skor 1 : 6
– 25; Skor 2 : 26
–50; Skor 3: 51–75; dan Skor 4 : 76–100. Vang, Gown, Barry, Wheeler, and Ronnet, 2006
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyiapan Ekstrak Keladi Tikus
Dilakukan determinasi tanaman sebagai langkah pertama yang bertujuan untuk memastikan kebenaran suatu tanaman yang diuji. Berdasarkan determinasi
yang telah dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan menggunakan buku acuan Flora of Java Backer, 1963 daun yang dipakai
dalam penelitian ini adalah benar daun keladi tikus Typhonium flagelliforme Lodd. Blume
lampiran 10. Daun yang diambil sebaiknya memiliki umur yang relatif sama agar kadar senyawa aktifnya tidak berbeda. Daun yang sudah dipetik
dicuci dengan air mengalir agar pengotor seperti debu, organisme kecil atau tanah pada daun dapat dihilangkan. Setelah itu daun ditiriskan dan dikeringkan. Daun
yang diperoleh seberat 950,57 gram. Pengeringan daun dilakukan dibawah sinar matahari dibawah kain hitam
agar tidak terpapar sinar matahari langsung yang mungkin merusak zat aktif didalam daun. Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air didalam
simplisia agar terhindar dari penjamuran, menjamin kualitas agar tetap baik, dapat disimpan dalam waktu lama dan terhindar dari kerusakan zat aktif karena
keberadaan air dapat mengaktifkan enzim yang dapat merusak zat aktif dalam simplisia. Daun dikeringkan didalam oven agar benar-benar kering dan ditandai
dapat hancur ketika digenggam. Daun yang telah kering kemudian diserbukan di
Merapi Farma, Yogyakarta. Jumlah serbuk yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 25 gram.
Maserasi dilakukan untuk mendapatkan zat-zat aktif yang terdapat dalam daun keladi tikus. Maserasi merupakan salah satu cara penyarian yang sederhana
yaitu simplisia direndam dengan cairan penyari yang akan menarik senyawa aktif yang terkandung di dalam daun. Prinsip maserasi yaitu adanya perpindahan massa
dari sel simplisia ke dalam cairan penyari mengikuti derajat konsentrasi. Maserasi merupakan ekstraksi tanpa pemanasan, sehingga cocok digunakan untuk ekstraksi
senyawa-senyawa yang sensitif pada suhu tinggi. Maserasi dapat dilakukan dengan atau tanpa adanya penggojogan.
Apabila maserasi yang dilakukan berupa tanpa penggojogan, maserasi berlangsung selama seminggu. Pada penelitian ini metode maserasi yang dipilih
adalah maserasi dengan penggojogan selama 48 jam. Setelah 24 jam, cairan penyari diganti dengan yang baru dan ditampung, hal ini dilakukan untuk
menghindari kejenuhan senyawa di dalam cairan penyari. Kecepatan maserasi yang digunakan adalah 150 rpm, karena pada kecepatan tersebut semua serbuk
dalam wadah sudah dapat teraduk dan terjadi kontak yang terus menerus dengan cairan penyari.
Hasil maserasi kemudian disaring agar terpisah dari serbuk, kemudian ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 77,1
C yang merupakan titik didih etil asetat. Ekstrak kental yang didapatkan dimasukkan
kedalam cawan porselen dan dipanaskan diatas water bath dan diuji bobot tetapnya. Bila tidak ada perubahan bobot dalam jangka waktu tertentu,