Apoptosis dan Nekrosis TINJAUAN PUSTAKA
Faktor internal antara lain adalah supresor tumor p53 dan antimetabolit penghambat nutrien Subowo, 2011.
Apoptosis dapat dihambat oleh sinyal dari sel lain atau lingkungan sekitarnya melalui jalur yang disebut survival factors. Hal ini melibatkan faktor
pertumbuhan, hormon seperti estrogen dan androgen, asam amino netral, zink, dan interaksi dengan matrik protein ekstraseluler. Beberapa sel dan protein virus
dapat beraksi sebagai inhibitor kaspase. Regulator terpenting dalam apoptosis adalah sinyal internal dari protein BCl -2. Anggota dari keluarga protein ini
memiliki aktivitas antiapoptosis dan proapoptosis yang menentukan kehidupan dan kematian sebuah sel. Protein-protein ini berinteraksi satu sama lain untuk
menekan atau mempropagasi aktivitasnya sendiri dengan melakukan berbagai aksi langkah apoptosis. Mereka juga dapat berinteraksi secara independen terhadap
mitokondria untuk mengeluarkan sitokrom c, yang merupakan agen apoptosis yang paling poten Ross and Pawlina, 2006.
Nekrosis pada umumnya dianggap sebagai kematian sel yang tidak terkontrol dan biasanya terjadi karena kecelakaan. Secara biokimiawi, penyebab
yang paling dominan adalah adanya deplesi energi, pembentukan spesies oksigen reaktif dan aktivasi protease non-apoptosis. Hal-hal tersebut menyebabkan
hilangnya fungsi homeostatis pada pompa ion dan kerusakan pada membrane lipid serta pembengkakan membran sel dan selanjutnya sel mengalami ruptur Osthoff,
2008. Nekrosis merupakan proses kematian sel secara patologik yang dapat
menimbulkan peradangan. Nekrosis dapat disebabkan oleh mikroorganisme,
virus, bahan kimia dan agen-agen lain yang dapat merusak jaringan hipotermia, hipoksia, radiasi, pH rendah, dan trauma. Terjadi influx air dan ion-ion dari celah
ekstraselular, sebagai akibat kerusakan membran sel. Kejadian ini berlanjut dengan pelepasan kandungan sitoplasma, termasuk enzim-enzim dalam lisosom
ke dalam celah ekstraselular Subowo, 2011. Dalam kondisi fisiologis, kerusakan membran plasma dapat juga
disebabkan oleh virus, substansi seperti komplemen, atau protein yang disebut perforin. Pembengkakan sel yang cepat dan lisis adalah dua karakteristik dalam
proses ini Ross, 2006. G.
Uji sitotoksik dengan metode MTT
Uji MTT 3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 difenil tertazolium bromide didasarkan pada konversi MTT menjadi kristal formazan oleh sel hidup, yang
menggambarkan aktivitas mitokondrial. Karena pada umumnya aktivitas mitokondrial total dalam suatu populasi sel berhubungan dengan jumlah sel yang
hidup, uji ini dipakai secara luas untuk mengukur efek sitotoksik obat secara in vitro terhadap suatu sel Meerlo, Kaspers, and Closs, 2011.
Uji MTT dilakukan untuk melihat kemampuan sel hidup untuk mengonversi garam tetrazolium yang larut dalam air. [3
–4,5-dimethylthiazol-2- yl-2,5-diphenyltetrazolium bromide]
MTT diubah menjadi formazan yang tidak larut dalam air Gambar 4. Garam tetrazolium menerima elektron dari substrat
yang teroksidasi atau enzim yang sesuai, seperti NADH dan NADPH. MTT tereduksi pada bagian ubikuinon, sitoktom b dan c pada bagian transpor elektron
mitokondria dan merupakan hasil dari aktivitas enzim suksinat dehidrogenase Supino, 1995.
Uji sitotoksik selain uji MTT adalah lactate dehydrogenase LDH assay. Uji ini memiliki didasarkan atas deteksi kebocoran lactate dehydrogenase pada
sel yang mati. Uji yang lain adalah neutral red NR dengan prinsip pewarnaan lisosom pada sel hidup, serta uji kandungan protein protein assay pada sel
hidup. Diantara keempat uji sitotoksik tersebut, MTT memiliki sensitivitas yang paling baik Fotakis and Timbrell, 2006.
Keuntungan penggunaan uji MTT adalah kemampuannya untuk mengukur dalam waktu yang relatif pendek, bahkan dalam doubling period suatu
sel, dan perbedaan dalam aktivitas metaboliknya Sieuwerts, Klijin, Peters, and Foekens, 1995. MTT adalah garam larut dalam air, bermuatan positif bersifat
permeabel terhadap membran sel Riss et al., 2013 yang dapat diubah menjadi formazan berwarna ungu yang tidak dapat larut dengan pemotongan cincin
tetrazolium dengan enzim suksinat dehidrogenase didalam mitokondria. Produk formazan tersebut bersifat impermeabel terhadap membran sel dan juga
terakumulasi dalam sel sehat. Uji MTT telah diuji validitasnya dalam banyak lini galur sel Mossmann, 1983. Beberapa bukti terakhir menyimpulkan bahwa
reduksi MTT juga dapat diperantarai oleh NADH atau NADPH didalam sel dan diluar mitokondria Berridge and Tan, 1992.
Gambar 5. Reaksi MTT menjadi Formazan