Uji Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Daun Keladi Tikus terhadap Sel

garam anorganik dan glukosa agar sel dapat tumbuh dengan baik Freshney, 2011. Orientasi dalam uji MTT dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi sampel yang akan digunakan. Orientasi dilakukan dengan empat rentang konsentrasi yang berbeda. Rentang konsentrasi yang pertama adalah 10.000; 1000; 100; 10; 10; 1; 0,1; 0,01. Ekstrak yang terlalu pekat pada konsentrasi tertinggi pada rentang ini menyebabkan terbacanya absorbansi ekstrak oleh ELISA reader. sehingga hasilnya tidak valid dan kemudian dilakukan orientasi dengan rentang konsentrasi kedua yang lebih rendah yaitu 5000; 1000; 100; 10; 1; 0,1; 0,01. Hasil yang didapatkan pada rentang konsentrasi ini masih tidak valid karena ekstrak masih terlalu pekat sehingga absorbansinya terbaca oleh ELISA reader . Rentang konsentrasi ketiga dalam penelitian ini dari yang terkecil sampai terbesar adalah 1; 10; 400; 100; 1000; 1200; dan 1500 gmL. Pada rentang ini masih terdapat ekstrak yang terbaca absorbansinya, tetapi tidak sebesar konsentrasi sebelumnya. Konsentrasi ini dipilih agar kurva antara viabilitas sel dan log konsentrasi ekstrak yang terbentuk berupa kurva sigmoid, yang menggambarkan aktivitas enzim suksinat dehidrogenase Gambar 6. Metode MTT dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etil asetat daun keladi tikus terhadap viabilitas sel kanker kolon. Metode ini dipilih karena sensitif, relatif cepat dan mudah dilakukan Sieuwerts et al, 1995. Pencucian suspensi sel dengan PBS dilakukan setelah perlakuan sampel uji terhadap suspensi sel dan telah diinkubasikan selama 24 jam. Proses metabolisme oleh enzim suksinat dehidrogenase dilakukan sel hidup terhadap MTT yang ditambahkan dan setelah dilakukan inkubasi menghasilkan warna ungu yang berbanding lurus dengan jumlah sel yang masih hidup. Warna ungu ini menandakan adanya perubahan MTT menjadi kristal formazan yang berwarna ungu. Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 595 nm, yaitu pada panjang gelombang maksimal kristal formazan. Terdapat nilai minus yaitu pada konsentrasi 1000 gmL replikasi I dan II yang kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh adanya kontaminasi yang terjadi pada kontrol media, perbedaan kepadatan sel antar sumuran, dan adanya sampel yang ikut terbawa masuk ke kontrol media sehingga kontrol media menunjukan absorbansi yang lebih besar daripada perlakuan, sehingga hasil perhitungan viabilitas sel bernilai minus. Nilai IC 50 dihitung dengan menggunakan program R, dan didapatkan nilai IC 50 sebesar 102 gmL. Menurut Ueda et al 2002 nilai IC 50 dibawah 100 gmL menunjukan bahwa ekstrak tersebut memiliki potensi sebagai anti kanker. Potensi ekstrak sebagai antikanker digolongkan dalam tiga tingkat, yaitu kuat IC 50 20, sedang IC 50 50 dan lemah IC 50 50 Ellithey, Lall, Hussein, and Meyer, 2013. Ekstrak etil asetat daun keladi tikus berpotensi sebagai antikanker namun memiliki kekuatan yang lemah terhadap sel kanker kolon WIDr. Gambar 6. Kurva hubungan viabilitas sel vs log konsentrasi ekstrak keladi tikus Dilihat dari morfologi selnya, sel yang mati terlihat lebih gelap, terlihat dekat dengan lensa karena mengambang tidak menempel pada dasar plate, tidak saling menempel dan batas antar sel tidak jelas. Sel yang masih hidup memiliki ciri berwarna lebih cerah karena sitoplasmanya masih mengandung cairan sitoplasma yang dapat meneruskan cahaya dari mikroskop inverted, menempel satu dengan yang lain, berbentuk bulat dan terlihat menempel di dasar plate. Sel yang mengalami perubahan morfologi ditunjukkan oleh anak panah berwarna merah, sedangkan sel normal ditunjukan oleh anak panah berwarna oranye pada gambar 7. Aktivitas antikanker ekstrak etil asetat daun keladi tikus memiliki pola dose dependent , yaitu viabilitas sel akan menurun seiring kenaikan konsentrasi sampel, kecuali pada seri konsentrasi yang paling tinggi, yaitu didapatkan viabilitas sel yang justru meningkat. Hal ini disebabkan karena sampel yang terlalu pekat, sehingga meskipun telah dicuci oleh PBS tetap meninggalkan bekas di dalam well plate dan menyebabkan absorbansi yang lebih tinggi. -10 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 viab il it as s el log konsentrasi Setelah pemberian MTT, perbedaan morfologi sel dapat semakin terlihat. Sel-sel yang masih hidup dapat mengubah MTT menjadi kristal formazan berwarna biru keunguan sedangkan pada sel yang mati tidak ditemukan adanya perubahan yang menimbulkan warna. Reagen stopper ditambahkan untuk melarutkan kristal formazan. Kontrol sel memiliki intensitas warna yang paling tinggi dan jika dibandingkan dengan perlakuan, intensitas warnanya semakin menurun seiring kenaikan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Intensitas warna ini akan terbaca oleh ELISA reader, dan hasilnya akan berbanding lurus dengan viabilitas sel. A B C D Gambar 7. Efek sitotoksik ekstrak daun keladi tikus terhadap sel WiDr. Pada konsentrasi ekstrak 1500 gmL A, dan 1200 gmL, B, tidak teramati bentuk sel karena tertutup oleh sampel yang pekat. Pada konsentrasi 200 gmL C, terlihat beberapa sel mengalami perubahan morfologi dan pada konsentrasi 1 gmL D, tidak ditemukan perubahan morfologi. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop inverted perbesaran 400x. Terjadi perubahan morfologi Sel normal Aktivitas antikanker dari tanaman keladi tikus juga dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya, yaitu terhadap sel kanker rahim HeLa Da’i et al, 2007, dan terhadap sel kanker leukemia P338 Choo et al., 2001.

C. Uji Apoptosis Ekstrak Etil Asetat Daun Keladi Tikus dengan Metode

Double Staining Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang menghasilkan perubahan karakteristik morfologi dan biokimia sel. Apoptosis dirangsang oleh kerusakan DNA, adanya TNF Tumor Necrosis Factor atau tidak adanya faktor pertumbuhan. Peristiwa apoptosis ditandai dengan adanya membran blebbing tanpa hilangnya integritas membran, kondensasi dan fragmentasi kromatin, pemadatan organela sitoplasma, dilatasi dari retikulum endoplasma, penurunan volume sel dan pembentukan badan apoptosis Subowo, 2011. Peristiwa apoptosis dapat dideteksi dengan pengecatan akridin oranye – etidium bromida. Metode ini didasarkan pada perbedaan profil fluoresensi DNA pada sel mati dan sel hidup yang berikatan dengan akridin oranye atau etidium bromida. Akridin oranye dapat menembus masuk ke dalam sel yang hidup atau yang mati. Akridin oranye bila berikatan dengan DNA untai ganda menghasilkan warna fluorosensi hijau, dan menghasilkan warna merah bila berikatan dengan DNA untai tunggal. Etidium bromida hanya bisa masuk kedalam sel yang membran plasmanya sudah rusak. Sel yang mengalami nekrosis mengalami kerusakan membran sel sehingga etidium bromida dapat masuk kedalam sel kemudian akan berikatan dengan RNA atau DNA untai tunggal dan menghasilkan floresensi merah bila dilihat dari mikroskop fluoresens. Warna yang ditimbulkan oleh etidium bromida lebih dominan daripada yang ditimbulkan akridin oranye, sehingga pada sel yang mengalami nekrosis berwarna merah sedangkan sel yang mengalami apoptosis berwarna oranye kemerahan. Sel yang masih hidup berwarna hijau merata, sedangkan sel yang mengalami apoptosis memiliki warna oranye terfragmentasi yang menandakan bahwa sel mengalami fase late apoptosis atau berwarna hijau seperti sel hidup namun terdapat warna kekuningan di bagian tengah sel yang berarti terdapat kondensasi kromatin yang menandakan sel mengalami fase early apoptosis. Sel yang berwarna merah merata adalah sel yang mengalami nekrosis Gambar 8. A B C Gambar 8. Hasil Uji Double Staining Ekstrak Keladi Tikus. Kontrol sel A, Perlakuan dengan ekstrak keladi tikus 102 µgmL B, Perlakuan dengan Doksorubisin 21 µgmL C Apoptosis Nekrosis Sel Hidup Konsentrasi yang digunakan dalam uji ini adalah sesuai dengan nilai IC 50 yang didapatkan pada uji MTT yaitu 102 µgmL untuk ekstrak etil asetat daun keladi tikus dan 21 µM untuk doksorubisin. Uji double staining merupakan uji kualitatif, namun dapat dijadikan sebuah uji semi-kuantitatif, dengan pengambilan beberapa layang pandang yaitu tiga buah foto gambaran keadaan sel tiap satu preparat, yang dianggap mewakili seluruh keadaan sel dalam preparat tersebut.

Dokumen yang terkait

Efek Imunostimulator Ekstrak Etanol Umbi Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd) Blume.) terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

3 29 82

Aktivitas Protein Umbi Sebagai Antiproliferasi Sel Kanker Mcf 7 Dan Karakterisasi Lektin Umbi Dari Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme

0 11 68

UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DAUN KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme L), KEMANGI (Ocimum Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme L), Kemangi (Ocimum Sanctum L) Dan Pepaya (Carica Papaya L) Terhadap Sel Hela.

0 2 13

Daun keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) sebagai agen kemopreventif terhadap sel kanker serviks (HeLa) melalui regulasi Bcl-2.

0 1 49

Daun keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) sebagai agen kemopreventif terhadap sel kanker serviks (HeLa) melalui regulasi Bcl 2

0 2 47

Efek Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme Lodd.) pada Invasi Sel Kanker Lidah Manusia (SP-C1) in vitro | Zakiyana | Jurnal Mutiara Medika 1579 4347 1 PB

0 0 7

Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme Lodd.) terhadap Proliferasi Sel Kanker Lidah Manusia (Sp-c1) secara In Vitro | Harhari | Jurnal Mutiara Medika 922 2656 2 PB

0 6 5

Efek Ekstrak Tanaman Keladi Tikus [Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume] Terhadap Eritema pada Tikus Putih Betina oleh Radiasi Alat Modifikasi UV 04-08 - Ubaya Repository

0 0 2

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 50°/o UMBI KELADI TIKUS (TYPHONIUM FLAGELLIFORME (LOOD) Bl) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 IN VITRO

0 0 6

Aktivitas sitotoksik fraksi etil asetat daun mulwo (Annona reticulata L.) terhadap sel kanker kolon WiDr - USD Repository

0 1 86