Metode Bimbingan Zakat Infaq Dan Shadaqah (ZIS) Pada Majelis Konseling Di Yayasan Darul Qur’an Nusantara Tangerang

(1)

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

HARVINA ANDASARI NIM: 103052028659

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H. / 2012 M.


(2)

METODE BIMBINGAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH

(ZIS) PADA MAJELIS KONSELING DI YAYASAN

DARUL QUR’AN NUSANTARA TANGERANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

HARVINA ANDASARI NIM: 103052028659

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M.Hum NIP : 19470515 196798 2 001

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H./2012 M.


(3)

(4)

(5)

i

Metode Bimbingan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS)pada Majelis Konseling di Yayasan Darul Qur’an Nusantara Tangerang

Dalam setiap persoalan atau permasalahan pastinya seseorang membutuhkan solusi yang tepat bagi permasalahannya. Solusi yang tepat dari permasalahan tersebut adalah Allah, dan sebagai perantaranya melalui konselor. Dalam memberikan bimbingan ZIS (zakat,infq,shodaqoh) tentunya terdapat beberapa metode, dimana metode tersebut merupakan salah satu jalan dakwah untuk mencapai suatu tujuan amar ma’ruf nahi munkar.

Untuk itu penulis merumuskan masalah yang menjadi obyek penelitian, yaitu: a) Bagaimana metode bimbingan ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.. b) Bagaimana materi yg digunakan dalam bimbingan ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. c). Bagaimana bentuk dan waktu bimbingan ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif analisis, dengan menggunakan teknik wawancara, obserfasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bimbingan konseling yang diberikan oleh Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an ini adalah adanya upaya menanamkan pemahaman bahwa sebagian besar permasalahan manusia dalam memahami permasalahannya, terutama memahami tentang solusi dari permasalahannya, agar kembali lagi berpedoman kepada ajaran al-qur’an dan sunnah.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin, penulis panjatkan segala puji dan syukur

ke hadirat Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, karena atas izin dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan hasil karya tulisan dan pikiran ini, sehingga terlaksana sesuai dengan harapan. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia, dan membawa kita sebagai umatnya mampu dalam mengenal, mencari, dan menegakkan syariat Islam.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, akan tetapi karena atas kekuasaan dan izin Allah SWT, melalui bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan walaupun banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Study Rizal, LK, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswan.


(7)

iii

4. Bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah membantu penulis mengurus keperluan untuk menyelesaikan sidang skripsi ini.

5. Ibu Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dan semangat juang untuk menyelesaiakan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi khususnya di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memberikan pengalaman akademis berupa ilmu pengetahuan, semoga seluruh kebaikan mereka diberi balasan yang lebih baik dari apa yang pernah mereka ajarkan.

7. Pihak Yayasan Darul Qur’an Nusantara, terimakasih atas ijin untuk melakukan penelitian.

8. Ayahanda Hamdi dan Ibunda tersayang Kustantina yang telah melahirkan dan membesarkan Penulis dengan kasih sayangnya.

“Mama, papa hanya inilah yang dapat Penulis persembahkan.” Adik -adik penulis, Ramdhana Fajri, Hildan Wardhana, Ilham Kustandi, yang telah menemani penulis dengan canda tawa


(8)

iv

9. Suami penulis, Muhammad Nur Ikhsan, ST, dan putri ku Asla Marwah Abqariah yang sudah banyak membantu penulis serta motivasinya, terimakasih atas pengertian yang telah diberikan selama ini.

10.Teman-teman penulis di Jurusan BPI yang telah melukiskan kenangan indah bersama dalam waktu yang cukup lama.

11.Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan BPI, para senior dan junior, yang senantiasa membantu penulis menuju pendewasaan diri.

12.Teman-teman di Al-Azhar Ika, Septi, Ana, Nila, Tina, Nurul, Iswan, Ridla, Khairul, Rizki, Bilal, Amin, Iwan, Imron, Lukman,Himawan, Royan, Mas Agus, Mas Tofik, Pak Anwar Sani, Mas Syarifuddin, Mba Ningsih, Mba Dwi, Mba Titin, Ibu Emalia, dan Pak Nur.Atas dukungan dan doa kalian semua impian penulis dapat terwujud.

13.Teman-teman Kosan WIKMA, Diah, Uni Wetty, Wiche, Tita, Heni, Ana, Ia, Hani, Dede, Fiqri, Leni, Irma, yang telah menyempatkan waktu kepada penulis dalam mengungkapkan permasalahan hidup. 14.Dan semua pihak yang telah ikut membantu hingga tersusunnya karya


(9)

v

karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Amin.

Ciputat, 15 September 2012

Harvina Andasari


(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... .8

E. Teknik Penulisan ... .9

F. Sitematika Penulisan ... .9

BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Bimbingan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) ... 11

1. Pengertian Metode ... 11

2. Pengertian Bimbingan ... 12

3. Pengertian Zakat ... 13

4. Pengertian Infaq ... 18

5. Pengertian Shadaqah ... 19

B. ZIS Sebagai Metode Bimbingan ... 23

C. Zakat, Infaq dan Shadaqah dalam Ajaran Islam ... 27

D. Manfaat/Hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah ... 30

BAB III Metodologi Penelitian A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 36

C. Fokus Penelitian ... 38

D. Sumber Data ... 39

E. Teknik Pengambilan Data... 39

F. Asumsi Penelitian ... 41

G. Analisa Data ... 43

BAB IV Temuan dan Analisis Data A. Gambaran Umum Yayasan Darul Qur’an Nusantara ... 45

1. Latar Belakang Berdirinya ... 45

2. Visi, Misi dan Tujuan ... 46

3. Program-program ... 47

B. Temuan dan Analisa Data Lapangan ... 51


(11)

vii


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan kesenjangan sosial serta ekonomi dari sebuah negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia, merupakan suatu keprihatinan. Penanganan yang terkesan tidak serius, terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum dhuafa yang tersebar di seluruh tanah air, merupakan sikap yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial.

Jika dicermati, bukanlah karena persoalan kekayaan alam yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, akan tetapi lebih karena tatanan sosial yang buruk, serta rendahnya rasa kesetiakawanan sosial yang mengakibatkan persoalan distribusi pendapatan dan akses ekonomi yang tidak adil.

Upaya yang hendaknya dilakukan, dalam rangka penanganan permasalahan tersebut adalah harus dilakukan secara menyeluruh dan tersistem dengan baik. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam salah satu

tulisannya menyatakan bahwa “…lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam


(13)

mengatasinya harus dilakukan melalui upaya yang bersifat prinsipil, sistematis, dan komprehensif, bukan hanya bersifat parsial dan sporadis….”1

Islam sebagai agama yang membawa petunjuk keadilan bagi seluruh makhluk, telah membangun sebuah konsep saling berbagi terhadap sesama terutama bagi yang memerlukan. Dengan mengajarkan kepada ummat Islam, bahwa harta kekayaan itu statusnya bukan hak milik seutuhnya dari orang yang memilikinya, melainkan sebahagian adalah hak orang lain yang harus diberikan. Sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah at -Taubah/9:35 berikut:











Artinya: “ (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam

neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan

punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah

harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka

rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS:

Al-Taubah: 35).2

Bahkan harta merupakan amanah Allah SWT. yang dititipkan kepada manusia untuk dikelola, dan diambil manfaatnya oleh yang memiliki dan oleh

masyarakat seluruhnya. Sebagaimana yang tercantum dalam al Qur’an surat

at-Taubah:103 berikut:

1

Azyumardi Azra, Berderma untuk Semua Wacana dan Praktik Filantropi Islam

(Jakarta: Teraju, 2003), Cet. Ke-1, hal. 247-248.

2

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: Genta Risalah Press,


(14)

3















Artinya: “Ambilah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan

menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah

Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS: Al-Taubah: 103).3

Harta kekayaan menurut ajaran Islam mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat, kepentingan umum, dan kepentingan perjuangan agama, disamping fungsinya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Secara pandangan lahiriyah, manusia memang yang berupaya untuk mendapatkan harta dengan jalan apa saja. Namun hakikat dari seluruh upaya manusa itu adalah campur tangan Allah SWT, yang memiliki apa yang ada di alam semesta dan isinya. Hak milik mutlak hanya ditangan Allah SWT. Murni Djamal melalui pernyataannya yang tertulis dalam bukunya, menyatakan

bahwa manusia diberikan kebebasan mencari harta namun “…manusia hanya

mempunyai hak pakai atau hak guna sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan yang bersifat umum, seperti untuk masyarakat banyak, fakir, miskin, perjuangan agama atau fisabilillahdan sebagainya….”4

Salah satu konsep yang diajarkan dalam Islam dalam rangka mengentaskan kemiskinan adalah dengan menunaikan zakat, infaq, dan shadaqahah. Dalam pelaksanaannya, ketiganya mempunyai aturan dan

3

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, h. 297-298. 4

Murni Djamal, Ilmu Fiqh (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983), Cet. Ke-2, h. 238.


(15)

pedoman yang khusus. Aturan dan pedoman yang khusus ini merupakan acuan yang melatar belakangi seseorang melaksanakan ketiganya. Walaupun demikian, secara umum seseorang akan merasa berat untuk melakukan salah satu atau bahkan ketiganya. Oleh karena itu, perlu pengarahan dalam pelaksanaan zakat, infaq, dan shadaqah ini sehingga dapat dipahami yang dilanjutkan dengan pengamalan yang dilandasi dengan kesadaran penuh. Untuk mewujudkan kesadaran tersebut, pengarahan-pengarahan yang berbentuk bimbingan tertentu baik perorangan ataupun kelompok dapat dijadikan fasilitas yang sangat baik.

Bimbingan zakat, infaq, dan shadaqah menjadi perlu dilakukan karena konsep ketiganya adalah memberikan sebagian harta yang dimiliki diri sendiri kepada orang lain, hal ini tentunya akan dirasakan sangat berat. Ini adalah akibat dari kurangnya pengetahuan atau tipisnya kepercayaan kepada janji Allah yang akan melipat gandakan harta yang diberikan. Seperti apa yang tercantum dalam al Qur’an surah al-Baqarah/2: 261 berikut:



















Artinya: “Perumpaman (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah SWT maha luas (karunia-Nya) lagi Maha

Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 261).5

5


(16)

5

Dalam memberikan bimbingan ZIS tentunya terdapat beberapa metode, dimana metode tersebut merupakan salah satu jalan dakwah untuk mencapai suatu tujuan amar ma‟ruf dan nahi munkar. Seperti yang dilakukan salah satu tokoh agama yaitu Ustad Yusuf Mansur. Dalam menjalankan dakwahnya, beliau selalu mambawa konsep zakat, infaq, dan shadaqah (selanjutnya disingkat dengan ZIS) dalam setiap materi yang disampaikan. Sehingga mustami‟ mendapatkan pencerahan tersendiri dalam memahami dan mengamalkan ZIS.

Begitupun melalui bimbingan ZIS ini diharapkan menjadi motivator kepada siapa saja yang akan menunaikan ZIS dengan dilandasi pengetahuan dan pemahaman yang baik dan benar. Seperti halnya apa yang dilakukan Ustad Yusuf Mansur dalam setiap dakwahnya yang menggerakkan hati untuk berzakat, berinfaq, dan bershadaqah.

Atas dasar tersebut, metode bimbingan ZIS ini telah menarik perhatian penulis untuk menelitinya lebih jauh. Salah satu lembaga yang menyelenggarakan bimbingan ZIS ini adalah Majelis Konseling di bawah

naungan Yayasan Daarul Qur’an Nusantara yang dipromotori oleh Ustad

Yusuf Mansur, dimana lembaga tersebut juga mengumpulkan dan menyalurkan ZIS.

Bertitik tolak dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan

penelitian, dan berinisiatif untuk mengangkat judul “Metode Bimbingan Zakat

Infaq Dan Shadaqahah (ZIS) Pada Majelis Konseling Di Yayasan Daarul


(17)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1) Pembatasan Masalah

Banyak sekali orang yang melakukan bimbingan sebagai penuntas masalah kehidupan pribadi umat manusia. Diantaranya ada yg datang ke phisikolog, ustad atau guru ngaji, bimbingan di sekolah-sekolah, bahkan ada yang datang ke paranormal atau dukun.

Namun penulis lebih tertarik dan memilih bimbingan atau konseling yang bernuansa islami, yaitu bimbingan yang memberikan solusi berupa pemahaman tentang ajaran agama, seperti ibadah wajib, yaitu sholat wajib. Sedangkan ibadah sunnahnya seperti tahajud, dhuha, puasa, dan ZIS ( zakat,infaq,shodaqah).

Adapun yang dimaksud penulis di sini yaitu tentang metode bimbingan ZIS, yang dimana bimbingan ZIS tersebut merupaka serangkaian dari solusi atas permasalahan. Dan penulis hanya membatasi pada bagaimana metode bimbingan ZIS dan disertai dengan bentuk dan materi yang diberikan, guna menunjang keberhasilan dari bimbingan tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang diutaran diatas, maka penulis dapat merumuskan pokok-pokok permasalahannya sebagai berikut:

a. Apa saja metode yang digunakan dalam bimbingan ZIS pada


(18)

7

b. Bagaimana materi yang diterapkan dalam bimbingan ZIS pada

Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

c. Bagaimana bentuk bimbingan ZIS yang bisa digunakan pada

Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan pada sebuah penelitian merupakan titik tolak dari setiap kegiatan penelitian sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka dari itu setelah membatasi dan merumuskan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian skripsi ini menurut penulis adalah;

a) Untuk mengetahui metode bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di

Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

b) Untuk mengetahui materi bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di

Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

c) Untuk mengetahui bentuk dan waktu bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

2. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat yang kiranya dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk:

a. Manfaat secara sosial (social value), diharapkan berguna untuk memberikan pedoman yang baik bagi kehidupan klien agar bimbingan


(19)

tersebut manjadi motivasi dikehidupan kedepannya yang sesuai dengan ajaran agama islam.

b. Manfaat secara akademik (academic value) diantaranya diharapkan penulisa skripsi tentang bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di

Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

c. Manfaat secara praktisi (practicion value) dari penelitian ini penulis berharap dapat mensosialisasikan kepada klien agar terus melakuan bimbingan yang sesuai dengan nilai-nilai dan syariat isalam.

d. Manfaat secara individual (individual value) penelitian ini dapat diharapkan menjadi sebuah karya dan juga pedoman bagi penulis untuk lebih mengembangkan wawasan dan khazanah keilmuan yang dimiliki dalam hal bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan

Daarul Qur’an Nusantara.

D. Tinjauan Pustaka.

Dalam pembahasan yang akan disampaikan pada skripsi ini, memiliki landasan literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberikan inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini, di antaranya:

a. Dari pembahasan skripsi sebelumnya pada jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), penulis menemukan skripsi milik Riri Fikriyati,

101052022659, dengan judul “Bimbingan Islam Dalam Memberikan


(20)

9

Selatan”. Dengan rumusan masalah, bagaimana bimbingan Islam yang dilakukan oleh guru BP/BK, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi, serta apa saja yang telah dihasilkan dari nilai-nilai positif lainnya dari kegiatan shadaqahah.

b. Selanjutnya penulis juga meninjau skripsi Jurusan Manajemen Dakwah (MD), yang disusun oleh “Andri, 103053028696, dengan judul “Konsep Shadaqahah Ustadz Yusuf Mansur Dan Implementasinya Pada Pondok

Pesantren Daarul Qur’an Bulak Santri Tangerang”. Dengan rumusan masalah “bagaimana konsep shadaqahah serta implementasi dari konsep

shadaqahah ustadz Yusuf Mansur pada Ponpes Daarul Qur’an”.

c. Berbeda dengan yang ingin penulis sampaikan lebih kepada cara atau metode tentang ZIS, serta bentuk dan materi apa saja yang menjadi penunjang dari proses konseling tersebut.

E. Teknik Penulisan.

Dalam teknik penulisan dan transliterasi skripsi ini peneliti

berpedoman dengan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi” yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Januari 2007, Cet. Ke- 1.

F. Sistematika Penulisan.

Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pembahasan, maka dalam penulisan skripsi sangat diperlukan sistematika penulisan yang baik,


(21)

agar skripsi ini dapat tersampaikan dengan susunan yang rapi. Untuk itu, maka penulis mensistematikakan penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan; Merupakan bab yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, teknik dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori; Bab ini mengemukakan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian skripsi yang meliputi; Pengertian metode, Pengertian bimbingan, dan pengertian zakat infaq dan shadaqahah (ZIS). Kemudian pembahasan teori mengenai metode bimbingan ZIS, tuntunan ZIS dalam ajaran islam, serta manfaat ZIS.

Bab III Metodologi Penelitian; Bab ini membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam proses dan penyusunan skripsi ini, terdiri dari; lokasi dan waktu penelitian, metode penelitian, fokus penelitian, sumber data, teknik pengambilan data, asumsi penelitian dan terakhir analisa data.

Bab IV Temuan dan Analisis Data Penelitian; Merupakan bab yang menjelaskan tentang gambaran umum Yayasan Daarul Qur’an Nusantara dan Majelis Konseling yang meliputi: Sejarah berdirinya, visi, misi dan program kegiatan. Kemudian akan dikemukakan temuan lapangan yang berupa interpretasi hasil wawancara dengan para subjek penelitian, pada akhir dari bab ini dibahas mengenai analisis temuan lapangan dan uji asumsi.


(22)

11

BAB II LANDASAN TEORI

A. Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode

Dalam pengertian harfiah, metode adalah “Jalan yang harus dilalui“ untuk mencapai suatu tujuan.1 Metode berasal dari kata “

meta

yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Namun pengertian

hakekat dari “metode” tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan

untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, terdapat dua pegertian

dari metode, yaitu:

a. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

b. Cara melaksanakan atau mencapai ilmu pengetahuan berdasarkan kaidah-kaidah yang jelas dan tegas.2

Menurut W.J.S Poerwadarminta menjelaskan bahwa metode

mempunyai pengertian sebagai berikut: “Cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan

dan sebagainya), cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. 3

1

H. M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Perss, 1998), Cet. Ke-6. h. 43.

2

Save M Dogun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997), Cet. Ke-2. h. 112.

3

W.J. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-14. h. 649.


(23)

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa metode adalah suatu upaya terencana, sistematis dan rasional yang dilakukan seseorang untuk mempersiapkan dan melakukan proses menemukan hasil dari suatu tujuan tertentu.

2. Pengertian Bimbingan

Secara etimologi kata Bimbingan merupakan berasal dari Bahasa

Inggris “guidance”, dan dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkaan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Menurut istilah, secara umum Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.

Bimbingan menurut Hallen A dalam Dr. Rahcman Natawidjaja adalah:

“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial”. 4

Sedang menurut Ahmad Mubarok, bimbingan adalah suatu kegiatan pemberian bantuan psikologis pada seseorang, agar yang

4


(24)

13

bersangkutan dapat menyelesaikan atau mengurangi sendiri masalah yang sedang dihadapinya.5

Bimo Walgito mendefenisikan, bimbingan sebagai bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup.6

Bimbingan juga dapat diartikan dengan membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan pemanfaatan sosial.7

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan oleh seseorang yang ahli pada seseorang yang sedang menghadapi masalah (psikologis), secara sistematis dan berkesinambungan kepada individu, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk menerima dirinya sendiri serta mampu untuk memecahkan masalahnya secara mandiri dan bertanggung jawab.

3. Pengertian Zakat

Zakat berarti membersihkan harta milik seseorang dengan cara pendistribusian, oleh kaum kaya kepada kaum miskin sebagai hak mereka.

5

Ahmad Mubarok, Konseling Agama, Teori dan Kasus, (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005), Cet. Ke-3, h. 2.

6

Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 4.

7

M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan untuk Fakultas Tarbiyah dan


(25)

Dengan membayar zakat, maka seseorang memperoleh penyucian hati dan dirinya serta telah melakukan tindakan yang benar dan memeperoleh rahmat selain hartanya akan bertambah.8

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar

(masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuhan bersih, baik dan

bertambah. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.9

Zakat dari segi istilah fiqh berarti “sejumlah harta tertentu yang

diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak”. Jumlah dari kekayaan yang dikeluarkan itu disebut zakat, karena yang dikeluarkan akan menambah banyak yang sudah ada, membuat lebih berarti dan melindungi harta kekayaan itu dari kebinasaan.10 Layaknya tanaman yang berbuah dan buah tersebut jatuh ke tanah yang kemudian akan menjadi bibit pohon yang sejenis.

Sedangkan menurut istilah syara‟ yang telah dirumuskan oleh

fuqaha mengenai arti zakat, antara lain adalah:

a. Pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu, kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya.

b. Nama harta yang dikeluarkan manusia dari hak Allah SWT, untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir miskin.

c. Nama dari sebagian dari harta yang dikeluarkan oleh hartawan, untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir miskin dan untuk kepentingan

8

Yasin Ibrahim al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat, (Jakarta: Pustaka Madani, 1998), Cet. Ke 1, h. 35.

9

Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, (Libanon: Muassasat Ar Risalah, 1973), Cet.ke-2, h. 34.

10


(26)

15

umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan taraf hidup umat.

d. Mengeluarkan sebagian harta, guna diberikan kepada mereka yang telah diterangkan syara‟, menurut aturan yang telah ditentukan di dalam al-Qur’an, sunnah rasul, dan undang-undang fiqh.11

Dari pengetian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat adalah sebuah upaya pensucian/pembersihan harta benda yang dimiliki, dengan cara mengeluarkan beberapa bagian yang sudah ditentukan, dan diberikan kepada orang-orang dengan syarat-syarat tertentu, sesuai dengan kaidah-kaidah fiqih.

Zakat adalah salah satu anjuran yang terdapat dalam rukun Islam yang lima yakni, syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Hukum zakat adalah wajib untuk dilakukan bagi umat Islam, hal ini termaktub baik dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

Di antaranya Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al -Taubah ayat: 71 yang berbunyi;



















Artinya: “dan orang-orang mukmin itu, baik laki-laki maupun perempuan,

sebagian menjadi pemimpin bagi yang lain, saling menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat, mendirikan shalat dan membayarkan zakat serta mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka

11Muhammad Ja’far

, Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa, Haji, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994),


(27)

tentulah akan memperoleh karunia dari Allah”. (QS: al-Taubah: 71).12

Allah juga berfirman dalam surat al-Dzariyat ayat: 15-19 yang berbunyi;









































Artinya: “Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada di dalam surga-surga yang ada mata air di dalamnya, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka dari Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu, di dunia adalah orang-orang yang suka berbuat baik, mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah, dan pada harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang miskin yang

tidak meminta”. (QS: al-Dzariyat: 15-19).13

Dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Turmudzi dari Abu Kabsyah al-Anmari, bahwa Nabi SAW pernah bersabda:

12

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: Genta Risalah Press,

1992), Ed. Revisi, h. 291.

13


(28)

17

Artinya: “ada tiga perkara yang saya bersumpah benar-benar terjadi, dan akan saya ceritakan kepadamu, maka ingatlah baik-baik, yaitu; tidaklah berkurang harta disebabkan zakat, dan tidak teraniaya seorang hamba yang diterimanya dengan hati sabar, Allah akan menambah kemuliaannya, serta tidak membuka seorang hamba pintu meminta, kecuali akan dibukakan Allah baginya pintu

kemiskinan.” (HR. Turmudzi).14

Mengenai jenis harta yang wajib dizakatkan adalah; emas dan perak, mata uang, hasil pertanian, peternakan, barang dagangan, barang tambang dan harta karun. Untuk emas dan perak, baik dalam bentuk kepingan (cetakan) maupun bongkahan, jika sudah mencapai masa satu tahun serta pemiliknya tidak memiliki hutang piutang, maka kedua benda tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.15

Untuk zakat perniagaan, para ulama masih memiliki beda pendapat mengenai wajib atau tidaknya, namun yang menjadi pokok pertimbangan masalah ini adalah, bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya untuk membantu fakir miskin dan menggalang kepentingan umum. Karena seandainya zakat perniagaan itu tidak wajib maka sebagian besar dari para pengusaha/pedagang akan memperdagangkan uang mereka, sehingga uang tersebut tidak akan pernah mencapai nisab satu tahun.16 Adapun keuntungan bagi para orang kaya tersebut adalah untuk

14

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,(Bandung: PT Alma’arif, 1987), Cet. Ke- 14. h. 10.

15

Ibid, h. 34-36.

16


(29)

membersihkan diri dari penyakit pelit dan menggantinya dengan rasa santun dan peduli terhadap orang-orang yang malang nasibnya di samping membantu negara dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Hal ini adalah untuk membendung terjadinya krisis ekonomi yang sekarang ini sering terjadi akibat penumpukan kekayaan pada segelintir orang.17 Allah

Ta’ala berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:









….



Artinya: “… agar peredarannya tidak terbatas di kalangan orang-orang kaya di antaramu saja… “ (QS: al-Hasyr: 7).18

Pada intinya semua jenis harta yang dimiliki seseorang haruslah dikeluarkan zakatnya dengan persyaratan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam Islam, pemberi zakat maupun penerima tidak akan mendapatkan kerugian apapun. Pihak pemberi akan terbebas dari beban moral sosial dan bahkan mendapat ganjaran kebajikan, sedangkan penerima zakat tentunya akan sangat terbantu untuk mengatasi kesulitan khususnya masalah ekonomi.

4. Pengertian Infaq

Infaq berasal dari kata “nafaqo-yanfiqu-infaq” yang artinya menafkahkan, membelanjakan harta.19 Infaq adalah mendermakan, memberi rizki berupa karunia Allah SWT atau menafkahkan sesuatu

17

Ibid, h. 44-46.

18

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, h. 916.

19


(30)

19

kepada orang lain dengan ikhlas karena Allah SWT, infaq adalah bukti ketakwaan seseorang kepada Allah SWT.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan infaq adalah memberi (sumbangan) harta benda tersebut untuk kebaikan, atau menyumbangkan harta untuk kepentingan umum.20

Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat, untuk kemaslahatan umum.21

Infaq sebagaimana yang dikatakan Didin Hafiduddin berasal dari

kata “an-faqa” yang berarti mengeluarkan bagian dari harta pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran Islam. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah.22 Al-Qur’an menyebutkan bahwa infaq dikeluarkan ketika kita dalam keadaan lapang atau sempit.

Pengertian infaq yang berasal dari kata “nafaqa” mempunyai makna menafkahkan dan membelanjakan. Infaq mempunyai makna yang sangat luas, dalam hal ini misalnya, dalam memberikan nafkah terhadap istri dan keluarga termasuk implementasi infaq yang berarti memberikan belanja kepada keluarganya.

20

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahas Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi ke-3, h. 431.

21

Dinas Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Zakat 9 seri, (Jakarta: Bagian proyek peningkatan zakat dan wakaf, 2002, h. 131.

22


(31)

5. Pengertian Shadaqah

Dalam pengertian kamus Arab Indonesia mengenai shadaqah H. Mahmud Yunus menulis shadaqah artinya memberikan shadaqah dengan sesuatu.23

Berbeda dengan zakat dan infaq, shadaqah sifatnya lebih umum dan meliputi pengertian zakat dan infaq. Menurut A. Hasan yang dikutip oleh Khalid Fadlullah dalam arti umum, shadaqah dirumuskan sebagai pemberian hanya kepada orang yang berhak dan patut diberi karena perintah Allah SWT dan Rasulnya, baik perintah wajib maupun sunnah yang merupakan bentuk kemanusiaan.

Shadaqah berarti benar. Orang yang bershadaqah adalah orang

yang benar. Bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya.24 Menurut terminologi syariat Islam pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infaq hanya berkaitan dengan materi, sedangkan shadaqah memiliki arti lebih luas, yakni menyangkut hal-hal yang bersifat nonmaterial.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia shadaqah adalah pemberian sesuatu kapada fakir miskin yang berhak menerimanya di luar kewajiban zakat maal dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi.25

23

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 214.

24

Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1, h. 15.

25


(32)

21

Menurut Saefuddin Mujtaba shadaqah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama pada setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan, baik jenis, jumlah maupun waktunya.26

Dalam sebuah hadist dikatakan, dari Abu Dzar r.a. Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: “dari Abu Dzar r.a. Rasulullah bersabda; “tidak satu jiwapun dari

anak cucu Adam kecuali diwajibkan atasnya bersedekah, yakni

setiap hari di mana terbit padanya matahari”. Lalu ada yang bertanya; “ wahai Rasulullah, darimana kami bisa memperoleh

sesuatu yang bisa untuk disedekahkan setiap hari ?”. Maka Rasul menjawab; “sesungguhnya pintu kebajikan itu tidak sedikit,

membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran, menyingkirkan duri (benda

26

Saefuddin Mujtaba, Belanjakan Harta Anda Sesuai Amanat Allah, (Jakarta: H. I. Press, 1997), h. 5.


(33)

berbahaya) dari tengah jalan, menyampaikan pendengaran kepada orang tuli dan menuntun orang buta, membimbing orang untuk mencapai tujuannya, berjalan membimbing orang lemah yang meminta tolong, dan dengan tangan membantu mengangkat barang orang yang lemah, maka semua itu adalah sedekah darimu untuk

dirimu”. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan juga oleh Baihaqi secara ringkas serta sebuah riwayat; “dan

senyummu di depan saudaramu adalah sedekah, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan adalah sedekah, begitu pula

membimbing orang yang tersesat adalah sedekah”.27

Pengertian shadaqah beragam sesuai dengan sudut pandang dari masing-masing pemerhati. Namun, sebenarnya semua itu adalah

shadaqah.28 Pengertian shadaqah lebih luas dan umum, banyak sekali di

dalam Al-Qur’an yang menganjurkan kaum muslimin untuk memberikan

shadaqah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT,

sebagai berikut:



















Artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)

memberi shadaqah, atau berbuat ma‟ruf, atau mengadakan

perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah SWT, maka kelak Kami

memberi kepadanya pahala yang besar”.(QS: al-Nisa: 114).29

27

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 176 - 178.

28

Ibid, h. 173.

29


(34)

23

Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa shadaqah adalah suatu kebajikan yang dilakukan seseorang yang hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT dan kelak akan mendapat imbalan pahala yang besar dari Allah SWT. Dan shadaqah tidak terbatas pada pemberian material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain, memberikan senyum kepada orang lain dengan ikhlas termasuk dalam kategori shadaqah.

B. ZIS Sebagai Pendekatan Metode Bimbingan.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa bimbingan merupakan bantuan ataupun tuntunan terhadap individu untuk dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar. Sedangkan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah harta yang wajib dan sunnah dikeluarkan atau pemberian, baik materi ataupun non materi yang diberikan secara sukarela.

Bila digabungkan, metode bimbingan dan ZIS adalah sistem atau cara yang dilakukan atau digunakan oleh seorang konselor kepada kliennya dalam memberikan bantuan ataupun saran untuk dapat menjalankan kehidupan yang sejahtera serta damai dalam lindungan Allah SWT atas nikmat yang harus kita syukuri dan berikan kepada fakir, miskin dan dhuafa, oleh sebagian harta yang kita miliki. Adapun kesimpulannya bahwa metode bimbingan ZIS merupakan bantuan kepada individu yang sedang membutuhkan bantuan atas


(35)

masalah-masalah yang sedang dihadapinya dengan cara memberikan pengertian tentang pentingnya ZIS serta manfaat yang dapat dipetik dari hal tersebut.

Dalam penerapanya, bimbingan memiliki beberapa metode. Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan. Dalam hal ini metode bimbingan dapat diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi, metode tersebut terdiri dari metode komunikasi langsung yang disingkat menjadi metode langsung. Metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung.

1. Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya.30 Metode ini dapat dirinci lagi menjadi:

a. Metode individual

Yaitu Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik:

1) Pecakapan pribadi

Yakni Pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing.31

2) Kunjungan rumah (home visit)

30

H. M, Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 52.

31


(36)

25

Yakni Pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati rumah klien dan lingkungannya.32

3) Kunjungan dan obsevasi kerja

Yakni Pembimbing atau konseling jabatan melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya.33

b. Metode Kelompok

Yaitu Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok.34 Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tekhnik:

1) Diskusi kelompok

Yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan atau bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama.35

2) Karya wisata

Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.

32

Ibid

33

Ibid

34

H. M, Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 53

35


(37)

3) Sosiodrama

Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah secara sosiologis.

4) Psikodrama

Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah psikologis.

5) Group teaching

Pemberian bimbingan kelompok dengan memberi materi bimbingan kelompok tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.36

2. Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)

Adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal.

a. Metode individual

1) Melalui surat-menyurat

2) Melalui telepon dan sebagainya b. Metode kelompok / massal

1) Melalui papan bimbingan 2) Melalui surat kabar atau majalah

36


(38)

27

3) Melalui brosur

4) Melalui radio (media radio) 5) Melalui televisi

Metode dan teknik yang dipergunakan dalam melaksanakan bimbingan atau konseling tergantung pada:37

a) Masalah /problem yang sedang dihadapi. b) Tujuan penggarapan masalah

c) Keadaan yang dibimbing /klien.

d) Kemampuan pembimbing /konselor menggunakan metode. e) Sarana dan prasarana yang tersedia.

f) Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.

g) Organisasi dan administrasi layanan bimbingan konseling. h) Biaya yang tersedia.

C. Zakat, Infaq dan Shadaqah dalam Ajaran Islam

Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah SWT umtuk mengemban risalah, agar meraka menjadi khalifah di muka bumi ini. Tugas umat Islam adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera. Oleh karena itu, Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sebagian alam.

Salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalisasikan pengumpulan

37


(39)

dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam.

Zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 82 kali.38 Ini menunjukkan hukun dasar zakat yang sangat kuat. Sebagaimana dalam salah satu Fiman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi:















Artinya:“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebajikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) disisi Allah. Sungguh, Allah Maha

Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S al-Baqarah: 110).39

Adapun tuntunan dalam berinfaq tersurat di dalam Al-Qur’an surat at -Taubah ayat 99, yang berbunyi:









Artinya: “Dan dintara orang-orang Arab Badui itu ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang diinfaqkannya (dijalan Allah) sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai jalan untuk (memperoleh) doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya infaq itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam

38

Lili Bariadi et. Al., Zakat dan Wirausaha (Jakarta, CED (Center for Entreprenership Development), 2005), Cet. Ke-1, h. 4.

39


(40)

29

rahmat (surga)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha

Penyayang.”(Q.S. al-Taubah: 99).40

Istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqih menyatakan bahwa

shadaqah wajib dinamakan zakat, sedangkan shadaqah sunnah dinamakan

infaq. Sebagian yang lain menyatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.41

Dan Firman Allah mengenai anjuran shadaqah terdapat di dalam surat al-Baqarah ayat: 271:

















Artinya: “Jika kamu menampakkan shadaqah-shadaqahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan Menghapus sebagian kesalahan-kesalahan. Dan Allah Maha Teliti

apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Baqarah: 271).42

Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an lain yang memberikan tuntunan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan shadaqah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT, sebagai berikut:



















40

Ibid, h. 297

41

Lili Bariadi dkk., Zakat dan Wirausaha, h. 4.

42


(41)

Artinya: “Tidak ada kebaikkan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)

memberi shadaqah, atau berbuat ma‟ruf, atau mengadakan

perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak kami

memberi kepadanya pahala yang besar”. (QS: al-Nisa: 114).43

Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa shadaqah adalah suatu kebajikan yang dilakukan seseorang yang hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT dan kelak akan mendapat imbalan pahala yang besar dari Allah SWT.

D. Manfaat/hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)

Zakat dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah.

Zakat sebagaimana arti bahasa dari kata zakat mengandung arti suci dan tumbuh, yakni orang yang patuh membayar zakat, hatinya dididik menjadi suci, yakni hatinya sedikit-sedikit dilatih untuk tidak terbelenggu oleh harta, karena memberi kepada orang lain merupakan latihan jiwa membuang sifat tamak, menanamkan kesadaran bahwa di dalam harta miliknya ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Hartapun menjadi suci karena terbebas dari apa yang bukan miliknya.

Ajaran Islam memberi peringatan dan ancaman yang keras terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat. Kewajiban menunaikan zakat demikian tegas dan mutlak, oleh karena itu di dalamnya terkandung hikmah

43


(42)

31

dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan

muzakki, mustahik, serta harta yang dikeluarkan zakatnya maupun bagi

masyarakat secara keseluruhan.

Ahmad Muflih Saefuddin dalam bukunya Pengelola Zakat Ditinjau dari Aspek Ekonomi, yang diterbitkan oleh Badan Dakwah Islamiyah mengungkapkan hikmah zakat dengan lebih terperinci, yakni:

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dan memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi. Menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.

b. Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka fungsinya untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak.

c. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat zakat salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola secara baik, dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan economic with equqlity.

Zakat dipusatkan pada membayar, bukan pada menerima, oleh karena itu zakat lebih merupakan shock terapi bagi pemilik harta agar tidak serakah memonopoli kekayaan. Zakat tidak relefan dengan pengentasan kemiskinan karena jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu sebagaimana di


(43)

samping shalat wajib juga dianjurkan shalat sunnah yang bemacam-macam dan jauh lebih banyak dibanding shalat wajib, maka di samping kewajiban berzakat, pemilik harta dianjurkan untuk memberi shadaqah dan infaq.

Adapun hikmah zakat jika dilihat dari situasi, kondisi serta waktu

pelaksanaannya yakni pada bulan Sya’ban adalah, untuk mensucikan orang -orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan dari perkataan dan perbuatan keji, dan di samping itu zakat juga berfungsi untuk mensejahterakan orang-orang miskin.44

Dengan zakat, infaq maupun sadhaqah, diharapkan mampu mengikis sifat-sifat kikir dan serakah, dengan demikian hati dan jiwa orang-orang mukmin dapat tersucikan dan terangkat derajatnya, sehingga layak untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Adapun infaq adalah, pemberian yang ditentukan jumlahnya untuk kepentingan tertentu, misalnya infaq untuk membangun jalan, membangun sekolah, membangun masjid dan sebagainya. Memang zakat, infaq, dan

shadaqah bisa ditata menjadi potensi ekonomi masyarakat, akan tetapi secara

psikologis, zakat, infaq, dan shadaqah lebih tertuju pada penjalinan hubungan antar manusia dan pembinaan masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu dalam agama ditetapkan tiga prioritas penerima zakat, infaq dan shadaqah, yaitu orang miskin, tetangga dekat dan kerabat.45

44

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 154.

45

Achmad Mubarok. Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga


(44)

33

Kata shadaqah ada hubungannya dengan kata “shadiq-shadiqah” yang

berarti “persahabatan”. Maknanya; orang yang gemar bershadaqah akan memperoleh banyak sahabat, terutama dari orang-orang yang menerima shadaqah itu. Shadaqah yang berhubungan dengan kata “shidq” yang artinya benar atau jujur, maknanya bahwa pemberian shadaqah akan menumbuhkan persahabatan yang benar, persahabatan yang dilandasi oleh nilai-nilai kejujuran bukan persahabatan palsu.


(45)

Dan Firman Allah SWT dalam Surat Ibrahim ayat 31, yang berbunyi:



















Artinya:“Katakanlah (Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah

beriman, “hendaklah mereka melaksanakan shalat, menafkahkan

sebagian rezeki yang Kami berikan secara sembunyi atau terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada

jual beli dan persahabatan.”(QS: Ibrahim: 31).46

Quraish Shihab menerangkan dalam bukunya yang berjudul membumikan al-Qur’an yang diterbitkan oleh Mizan, bahwa manfaat shadaqah adalah:

a. Mengikis habis sifat kikir dalam jiwa seseorang, melatihnya memiliki sifat dermawan serta mengantarkan mensyukuri nikmat Allah SWT, sehingga pada akhirnya dapat mensucikan diri mengembangkan kepribadiannya. b. Menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan saja hanya kepada

penerima shadaqah kedengkian dan iri hati dapat timbul kepada mereka yang hidup berlebihan tanpa mengulurkan bantuan kepada mereka. Kedengkian tersebut dapat melahirkan permusuhan bagi pemilik harta, sehingga pada akhirnya menimbulkan ketegangan dan kecemasan.

c. Mengambangkan harta benda, pengembangan ini dapat ditinjau dari dua sisi, pertama sisi spiritual, berdasrkan firman Allah SWT.” Allah

memusnahkan riba dan mengembangkan shadaqah”. Kedua, sisi ekonomi,

psikologis yaitu batin dari pemberi shadaqah akan mengantarkan

46


(46)

35

konsentrasi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta, di samping itu penerima shadaqah akan mendorong terciptanya daya beli dan produksi baru bagi produsen dalam hal ini adalah pemberi shadaqah.47

Ada sebuah kata-kata mutiara atau bisa disebut pesan yang disampaikan oleh Dr. Kare Messenger “Kunci rumah anda, pergilah ke kolong

jembatan, cari siapapun yang membutuhkan, dan berbuatlah sesuatu baginya.”

Sedangkan Eric Butterworth pernah berkata: “ Orang yang tulus memberi adalah orang yang sangat bahagia, sangat merasa aman, sangat merasa puas,

dan orang yang sangat makmur.”48

Memberi yang bermanfaat serta ikhlas pastinya akan mendapatkan pahala sebagaimana Allah sudah janjikan bagi umatnya yang menjalankan perintah-Nya.

47

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, ( Bandung: Mizan, 1994), h. 325. 48

Muhammad Muhyidin, Keajaiban Shadaqah, (Yogyakarta: DIVA Press, 2007), Cet. Ke-1, h. 71-72.


(47)

35

Metodologi penelitian adalah sebuah strategi yang harus digunakan oleh seorang peneliti dalam melakukan sebuah penelitian. Pengumpulan data, analisa data, ketepatan dan keakuratan data hingga pada tahap pengolahan data menjadi sebuah laporan, akan sangat ditentukan oleh metode yang digunakan dalam sebuah penelitian.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an Nusantara, Kawasan Bisnis CBD Ciledug Karang Tengah Tangerang Banten, Jl. Hos Cokroaminoto Blok A3 No. 21, dimulai sejak pertengahan bulan Februari tahun 2008 dan berakhir pada bulan Mei tahun 2009.

Alasan peneliti menetapkan tempat ini sebagai lokasi penelitian adalah dengan berbagai pertimbangan di antaranya:

1. Lokasi penelitian mudah dijangkau, sehingga peneliti dapat menghemat waktu dan biaya penelitian.

2. Yayasan Daarul Qur’an Nusantara merupakan sebuah instansi non pemerintah yang memfokuskan kegiatannya pada bidang ke agamaan praktis, seperti penerimaan dan penyalur Zakat, Infaq dan Shadaqah {ZIS}.


(48)

36

3. Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an Nusantara merupakan salah

satu program yang diprakarsai oleh Yayasan Daarul Qur’an, untuk memberikan bimbingan dan konseling bagi mereka yang sedang menghadapi masalah dalam kehidupan.

Dari ketiga poin alasan tersebut di atas, peneliti lebih memperhatikan pada poin ke dua dan ke tiga, dimana dua poin tersebut cenderung mengarah pada konsentrasi keilmuan yang peneliti ambil di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN, yakni Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif analisis. Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara terarah, dan faktual, mengenai faktor-faktor dan hubungan setiap fenomena yang diteliti, dan kemudian dijabarkan dalam bentuk tulisan berupa pembahasan pada bab-bab tertentu dalam skripsi.

Pada penelitian ini penulis berusaha untuk mengungkap dan mendeskripsikan mengenai apa dan bagaimana dilaksanakannya bimbingan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) pada Majelis Konseling Yayasan Daarul

Qur’an Nusantara, sehingga mampu membantu orang untuk keluar dari

masalah yang sedang dialaminya.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Mardalis yang memberi pengertian penelitian yang bersifat deskriptif sebagai berikut:


(49)

“Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan variabel-variabel yang diteliti. Variabel ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotasa melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel

yang diteliti”. 1

Guba menyatakan bahwa, penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan kebenaran suatu teori, melainkan teori itu dikembangkan sesuai dengan data yang dikumpulkan. Di samping itu, tidak ada pengertian populasi dalam sebuah penelitian kualitatif, sampling bersifat purposif, yakni bergantung pada fokus penelitian. Instrument pada penelitian kualitatif tidak menggunakan test, angket atau eksperimen dan dengan sendirinya tidak berdasarkan definisi operasional. Yang dilakukan peneliti adalah menyelidiki aspek-aspek yang khas yang berupa pola atau tema. Untuk analisis data pada penelitian jenis ini, bersifat terbuka, open ended, induktif.2

Dikatakan terbuka karena sifatnya terbuka bagi perubahan, perbaikan dan penyempurnaan berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian kualitatif ini tidak dapat ditentukan rentang waktu yang dibutuhkannya, pada hakikatnya penelitian ini dapat berjalan terus-menerus, namun suatu saat harus diakhiri bila kehabisan waktu karena adanya ikatan atas aturan suatu lembaga ataupun karena permasalahan biaya.3

1

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 22.

2

Ibid

3

Drs. Subana, M.Pd dan Sudrajat S. Pd., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2001), Cet. Ke-1, h. 21-22.


(50)

38

C. Fokus Penelitian

Fokus penulis dalam penalitian mengenai metode bimbingan ZIS pada

Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an adalah:

1. Metode Bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

Metode bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul

Qur’an Nusantara ini yaitu melalui metode direktif. Dalam hal ini konselor atau pembimbing lebih sering memberikan saran-saran yang bersifat mengajak ( berdakwah).

2. Materi yang digunakan dalam bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.

Berbagai materi yang menjadi dasar di dalam proses bimbingan

ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara, yang pertama: mengetahui apa yang menjadi penyebab atau masalah yang klien alami. Kedua: pembelajaran mengenai etika islam, seperti perintah untuk melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan syariat islam seperti sholat lima waktu, sholat dhuha, tahajud, zakat, infaq, sedekah, dan lain sebagainnya.

3. Bentuk dan waktu untuk bimbingan ZIS pd Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara

a) Bentuk bimbingan zis yang diterapkan di Majelis Konseling Daarul

Qur’an Nusantara.


(51)

b) Waktu yang digunakan untuk konsultasi bimbingan zis yang

diterapkan di Majelis Konseling Daarul Qur’an Nusantara. D. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu: 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian,

dalam hal ini adalah para asatidz yang memberikan layanan konseling. 2. Data Sekunder, yaitu data yang sifatnya menunjang data primer, dapat

diperoleh dari pengurus yayasan, dokumentasi dan catatan-catatan lapangan selama penelitian.

Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data-data kongkret, dan yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.4

E. Teknik Pengambilan Data

Dalam memperoleh data-data penelitian, peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik wawancara merupakan percakapan yang berisikan tanya dan jawab yang mengarah pada tujuan tertentu yang diperoleh dari subjek penelitian. Menurut Deddy Mulyana menjelaskan bahwa, wawancara adalah bentuk komunikasi dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.5

4

Ibid, h. 29.

5

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi


(1)

64

____________ Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, dan Sedekah. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

____________ Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Ibrahim, al-Syaikh Yasin. Cara Mudah Menunaikan Zakat. Jakarta: Pustaka Madani, 1998.

Ja’far, Muhammad. Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa, Haji. Jakarta: Kalam Mulia, 1994.

Kerlinger, Fred N. Asas-asas Penelitian Bihavioral .Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2000.

Mahmud, Musthafa. Islam Sebuah Kajian Filosofis, Jakarta: Bina Rena, 1997. Mardalis. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,

2002.

____________ Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa. Jakarta: PT. Bima Rena Pariwara, 2005.

____________ Konseling Agama, Teori dan Kasus. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005.

Muhyidin, Muhammad. Keajaiban Shadaqah. Yogyakarta: DIVA Press, 2007. Mujtaba, Saefuddin. Belanjakan Harta Anad Sesuai Amant Allah. Jakarta: H. I.

Press, 1997.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara, 2003.

Poerwadarminta, W.J. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3, 1998.

Qardhawi, Yusuf. Fiqhuz Zakat. Libanon: Muassasat Ar Risalah, 1973. Rosjidan. Pengantar Wawancara Konseling. Malang: IKIP, 1994. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif, 1978.


(2)

65

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1994.

Subana, M. dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Suyuti, Achmad. Selekta Khutbah Jum’at. Jakarta: Pustaka Amani, 1998.

Umar, M. dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan untuk Fakultas Tarbiyah dan Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia, 1998

Walgito, Bimo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset, 1995.

Yayasan Daarul Qur’an, PPPA News. Tangerang: Azzahra Graphic Design Printing, 2008.


(3)

(4)

(5)

(6)