sakit di Midwestern, mendapatkan kepuasan kerja meningkat dengan gaya kepemimpinan partisipasi. Pernyataan lain mendukung bahwa perawat puas yaitu
80,3 perawat menyatakan puas dengan otonomi di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Rosita 2005 menunjukkan 50,8 staf merasa puas dengan otonomi
yang diberikan perusahaan. Robbins 1996, salah satu kondisi yang dapat membuat staf mengalami kesenangan dan kepuasaan kerja yaitu pekerjaan yang
menantang serta otonomi atau kemandirian melakukan tindakan di organisasif dan mengeluarkan pendapat.
Berdasarkan analisa data tentang kepuasan kerja didapatkan secara keseluruhan perawat yang bekerja di Rumah sakit Bhayangkara 60,7 adalah
tidak puas. Namun situasi dan kondisi yang ada pada saat ini harus menjadi perhatian pihak rumah sakit bila perkembangan rumah sakit ingin terus
ditingkatkan, baik dalam hal kualitas pelayanan ataupun sarana dan prasana. Handoko 1996 mengatakan bahwa kepuasan kerja dapat dicapai jika pekerjaan
tersebut penuh tantangan, adanya sistem penghargaan yang adil berupa upah dan promosi jabatan, kondisi kerja yang mendukung dan budaya organisasi yang baik.
2.3. Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
Marquis 2010 menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang dimiliki oleh anggota organisasi. Budaya
organisasi akan mengakibatkan seseorang staf memiliki persepsi terhadap organisasinya salah satunya dalam hal kepuasan kerja. Berdasarkan analisa data
dengan menggunakan Spearman test, terdapat hubungan antara budaya organisasi
Universitas Sumatera Utara
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan nilai signifikansi p = 0,037 0,05 dan nilai koefisien korelasi r = 0,268 Tabel 5.5. Hal ini menegaskan
bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain bahwa terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.
Sejalan dengan Manik 2009 yang menjelaskan bahwa budaya organisasi mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja dengan nilai signifikansi p =
0,001. Manik menjelaskan bahwa budaya organisasi yang baik mengakibatkan efektifitas perusahan yang baik sehingga mampu memuaskan staf. Rosita 2005
juga menambahkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja dengan koefisien regresi sebesar 0,59. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya budaya organisasi yang baik maka akan mengakibatkan kepuasan kerja staf terpenuhi.
Heriyanti 2007 menyatakan bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Pengujian menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai
signifikan p adalah 0,000 p0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi signifikan mempengaruhi kepuasan kerja. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Bastian 2006 dengan menggunakan regresi linier dan berganda didapat hasil bahwa budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja staf
dengan tingkat signifikansi F hitung adalah 0,000 p 0,05. Hal ini menunjukkan budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Penelitian yang
dilakukan oleh Tsai 2011 membuktikan bahwa budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja dengan nilai signifikansi p adalah 0,001 p0,05.
Universitas Sumatera Utara
Denison 1990 dalam Casida 2007 menjelaskan bahwa budaya organisasi berhubungan dengan efektifitas suatu organisasi. Gibson 1984 di dalam Lutfi
2007 mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi terdiri dari beberapa indikator salah satunya kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian peneliti serta
peneliti sebelumnya dan ditambahkan oleh pernyataan ahli dapat memperkuat alasan bahwa budaya organisasi berhubungan dengan kepuasan kerja. Oleh karena
apabila variabel independen atau budaya organisasi ditingkatkan maka kepuasan kerja staf.
Adapun terdapat perbedaan dari nilai signifikansi yang didapatkan peneliti dengan peneliti yang yang dikarenakan perbedaan budaya tempat penelitian
berlangsung, kuisioner yang digunakan dalam penelitian serta karakteristikresponden penelitian.
Hubungan budaya organisasi yang tidak terlalu kuat dengan kepuasan kerja yaitu dengan r 0,268, dikarenakan kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah
sakit Bhayangkara bukan dominan disebabkan oleh budaya organisasi. wawancara yang dilakukan peneliti bulan Juni 2012 didapatkan pengakuan dari beberapa
perawat bahwa yang mengakibatkan mereka puas bekerja di Bhayangkara karena mereka membetahkan diri untuk tetap bekerja di rumah sakit Bhayangkara selain
itu status kepegawai yang telah mereka terima yang akhirnya mereka puas bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.1. Berdasarkan jenis kelamin hampir seluruh perawat yang dilibatkan dalam
penelitian adalah perempuan 91,8 dengan tingkat pendidikan terbanyak D3 Keperawatan 75,4, berstatus honorer 67,2, dan yang telah menikah atau
memiliki pasangan hidup 54,1. 1.2. Budaya organisasi di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dikategorikan
berdasarkan dua kategori yaitu baik dan kurang baik. Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan budaya organisasi di Rumah Sakit Bhayangkara
45,9 baik dan 54,1 kurang baik. 1.3. Kepuasan kerja perawat pelaksan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
dikategorikan berdasarkan dua kategori yaitu puas dan tidak puas. Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan kepuasan kerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara 60,7 tidak puas.
Universitas Sumatera Utara