2.4. Penghasilan Keluarga
Secara ekonomi, penyebab utama berkembangnya bakteri Mycobacterium tuberculosis di Indonesia disebabkan karena masih rendahnya pendapatan per kapita.
Sejalan dengan kenyataan bahwa pada umumnya yang terserang penyakit TB paru adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah Tjiptoherijanto, 2008.
Menurut WHO, 2003 dalam Suarni, 2009 juga menyebutkan 90 penderita TB paru di dunia menyerang kelompok dengan ekonomi lemah atau miskin.
Hubungan antara kemiskinan dengan TB paru bersifat timbal balik, TB paru merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka mereka menderita TB
paru. Kondisi ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi
gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun.
Masyarakat dengan tingkat penghasilan tinggi lebih mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan pengobatan, sedangkan seorang dengan
tingkat penghasilan lebih rendah kurang memanfaatkan palayanan kesehatan yang ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau
untuk membeli yang lain. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga juga memicu peningkatan angka kurang gizi dikalangan masyarakat miskin yang akan berdampak
terhadap daya tahan tubuh dan dengan mudah timbulnya penyakit TB paru. Keterbatasan biaya untuk berobat ke dokter atau ke Puskesmas, hal ini dapat
menyebabkan penyakit yang diderita bertambah parah. Masyarakat dengan
Universitas Sumatera Utara
penghasilan yang rendah sering mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, sehingga penyakit TB paru menjadi ancaman bagi mereka
Tjiptoherijanto, 2008. Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB paru kehilangan 3 sampai 4
bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapai 30 dari pendapatan rumah tangga Achmadi, 2008.
2.5. Tingkat Pendidikan