Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah 2008 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
suhu rumah dengan penyakit TB paru di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni 2009 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat berhubungan yang bermakna antara suhu dalam rumah dengan kejadian TB paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok.
Menurut Adrial 2006 suhu udara dalam rumah agar tetap nyaman bagi masyarakat perlu disampaikan dengan membuat ventilasi yang cukup yaitu minimal
10 dari luas lantai rumah, jendela yang selalu dibuka setiap pagi, adanya lubang angin yang dapat berhubungan langsung dengan udara di luar rumah sehingga
sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik, adanya panghijauan dengan tanaman di halaman rumah atau taman bunga atau di pasangnya alat seperti kipas angin di dalam
rumah jika memungkinkan agar kenyamanan dalam rumah tetap terjaga.
5.3. Penghasilan Keluarga dan Tingkat Pendidikan
Penghasilan keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang dimiliki keluarga dalam satu bulan. Sedangkan tingkat pendidikan adalah tingkat
pendidikan formal yang dimiliki responden saat mengisi kuesioner.
5.3.1. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Kejadian Penyakit TB Paru
Penghasilan keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan yang dihitung berdasarkan Upah Minimum Propinsi UMP yaitu
Universitas Sumatera Utara
kategori penghasilan tinggi jika ≥Rp.1.035.500 dan rendah jika Rp 1.035.00 dalam
setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
penghasilan keluarga dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,001 p0,05. Dari jumlah penghasilan keluarga didapatkan
gambaran bahwa umumnya responden memiliki penghasilan rendah dengan angka kejadian penyakit TB paru sebesar 80,8.
Berdasarkan data hasil penelitian di atas maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang menderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Mulyorejo mempunyai penghasilan rendah setiap bulannya, sehingga mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk pemeliharaa
kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jumlah penghasilan keluarga yang rendah maka akan menghambat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Menurut Notoatmodjo 2003, keadaan penghasilan keluarga memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jika penghasilan
keluarga tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada
kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan Penghasilan keluarga juga merupakan keadaan yang mengarah pada
perumahan yang terlampau padat sehingga mendukung dalam memiliki rumah yang
Universitas Sumatera Utara
tidak memenuhi syarat kesehatan atau kondisi kerja yang buruk karena sebagian besar penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo tinggal dalam rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan. Keadaan ini dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga
sering mengalami gizi buruk karena ketidakmampuan menyediakan makanan bergizi akibat rendahnya penghasilan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wildan 2008 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat sosial
ekonomi keluarga dengan kejadian penyakit tuberkulosis di Puskesmas Sedati. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruswanto 2010 yang
menyatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga dalam satu bulan bukan merupakan faktor risiko atau tidak ada pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di
Kabupaten Pekalongan. Penghasilan keluarga juga merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
upaya pencegahan penyakit, karena dengan penghasilan yang cukup maka akan ada kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan
rumah yang sehat dan makanan yang bergizi. Menurut WHO dalam Achmadi 2008 menyebutkan 90 penderita TB paru
di dunia menyerang kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi yang lemah atau dengan penghasilan rendah. Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan
pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga dapat menyebabkan kurangnya
Universitas Sumatera Utara
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB paru.
5.3.2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penyakit TB Paru
Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir yang
dijalani oleh responden pada saat mengisi kuesioner dan diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan relatif rendah yaitu sebanyak 70.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mulyorejo dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kejadian penyakit TB
paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,297 p0,05. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kesamaan pengetahuan tentang kejadian penyakit TB paru
pada responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Artinya tingkat pendidikan seseorang tidak
menjamin tingginya tingkat pengetahuan tentang kejadian, pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru.
Hasil penelitian ini tidak relevan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Suarni, 2009, bahwa rendahnya tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang
penyakit TB paru yang kurang, kesadaran untuk menjalani pengobatan secara teratur dan lengkap juga relatif rendah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah 2008 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Cilandak Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Selatan. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi 2003 di kota Banjarmasin dan Sutangi 2003 yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena tidak selamanya pendidikan tinggi tingkat pengetahuannya tinggi khususnya
pengetahuan tentang penyakit TB paru begitu pula sebaliknya.
5.4. Upaya Pengendalian