Pihak-pihak yang berhak dalam hadhanah

3. Saudara laki-laki sekandung 4. Saudara laki-laki seayah 5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 7. Paman yang seayah dengan ayah 8. Pamanya ayah yang sekandung 9. Pamanya ayah yang seayah dengan ayah 56 Apabila tidak ada seorang pun kerabat dari mahram laki- laki tersebut atau ada, tetapi tidak bisa mengasuh anak, maka hak pengasuhan itu beralih kepada mahram-mahramnya yang laki-laki selain kerabat dekat, yaitu: 1. Ayah ibu kakek 2. Saudara laki-laki seibu 3. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu 4. Paman yang seibu dengan ayah 5. Paman yang sekandung dengan ibu 6. Paman yang seayah dengan ibu. 57 Selanjutnya jika anak tersebut tidak memiliki kerabat sama sekali, maka Hakim yang akan menunjuk seorang wanita yang sanggup dan patut mengasuh serta mendidiknya. 56 Hasan Ayyub, Syaikh, Fikih Keluarga, cet-4 Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2005 h. 452. 57 Hasan Ayyub, Syaikh, Fikih Keluarga, cet-4 Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2005 h. 452. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 156 huruf a, anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya diganti oleh: 1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu 2. Ayah 3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis ke samping dari ibu 6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah. 58 Dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 1tahun 1974 tentang perkawinan dinyatakan : 1 Baik ibu atau Bapak, tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata- mata berdasarkan kepentingan anak bilamana terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberikan keputusan. 2 Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila bapak tidak memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 58 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta, Akademia Presindo 2007, h. 151. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa hak pemeliharaan anak itu diberikan kepada ibunya, jika ia diceraikan oleh suaminya, ketika anak tersebut masih kecil. 59 Kalangan mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang paling berhak mengasuh anak itu adalah ibu kandungnya sendiri, nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak ayah, saudara perempuan kakak perempuan, bibi dari pihak ibu, anak perempuan saudara perempuan, anak perempuan saudara laki-laki, bibi dari pihak ayah, adn kalangan madzhab kerabat lain sesuai dengan urutan ahli waris. 60 Imam Malik berkata: ibu lebih berhak memelihara anak perempuan hingga ia menikah dengan orang laki-laki dan disetubuhinya.Untuk anak laki-laki juga seperti itu, menurut pendapat Maliki yang masyhur, adalah hingga anak itu dewasa. 61 Kalangan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hak asuh anak dimulai dari ibu kandung, nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak ayah, saudara perempuan, bibi dari pihak ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan, bibi dari pihak ayah, dan kerabat yang masih menjadi mahram bagi si anak yang mendapatkkan bagian warisan ashabah sesuai dengan tata urutan pembagian harta warisan. 59 Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fiqih para Mujtahid, penerjemah, Drs. Imam Ghazali Said Drs. Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani,2007, 60 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007., h. 668. 61 Muhammad bin Abdurrahman, 2004. Fikih Empat Mazhab, Bandung, h. 416. Pendapat kalangan mazhab Syafi’i ini sama dengan pendapat kalangan mazhab Hanafi. 62 Kalangan Mazhab Hanbali berpendapat bahwa hak asuh anak dimulai dari ibu kandung, nenek dari pihak ibu, kakek dan ibu kakek, bibi dari kedua orang tuanya, saudara perempuan seibu, saudara perempuan seayah, bibi dari kedua orangtua, bibinya ibu, bibinya ayah, bibinya ibu dari jalur ibu, bibinya ayah dari jalur ibu, bibinya ayah dari pihak ayah, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari paman ayah dari pihak ayah, kemudian kalangan madzhab kerabat dari urutan yang paling dekat. 63 Menurut feminis, ketentuan fiqh yang memberikan prioritas hak hadhanah pada isteri dinilai bias jender dan merugikan laki- laki. Alasan yang diapakai oleh fuqoha selama ini bahwa isteri lebih mempunyai jiwa keibuan disbanding suami, ternyata terbantahkan.Karena dalam realitas sehari-hari sungguh banyak bukti yang menunjukan bahwa ibu tidak selamanya berjiwa keibuan dan justru laki-laki lebih semangat dalam mengasuh dan memelihara anak.Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa sebaiknya penentuan hak hadhanah tidak diprioritaskan kepada salah satu pihak suami atau istri saja.Melainkan diserahkan 62 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007., h. 669. 63 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007., h. 669. kepada kebijakan suami istri melalui musyawarah atau kebijakan hakim bila musyawarah tidak berhasil- berdasarkan pertimbangan-pertimbangan obyektif yang memungkinkan dan lebih menjamin perkembangan anak tidak mengalami hambatan. Dengan sendirinya, penentuan hak hadhanah dengan cara demikian diharapkan tidak melahirkan diskriminasi antara suami dan istri. 64 64 Mesraini, Fiqh Munakahat Jakarta ,Pusat Studi Dan Pengembangan Pesantren cet I, Agustus 2008. h. 172.

BAB III PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK DI PENGADILAN

AGAMA DEPOK A. Profil Pengadilan Agama Depok 1. Sejarah Pengadilan Agama Depok Pengadilan Agama Depok Kelas IB beralamat di Jalan Boulevard Sektor Aggrek Komplek Perkantoran Kota Kembang Grand Depok City Depok dan beroperasi pada alamat tersebut setelah diresmikannya gedung Pengadilan Agama Depok bersamaan dengan diresmikannya gedung Pengadilan Tinggi Agama Bandung pada tanggal 20 Februari tahun 2007 oleh Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH, M.CL., di Jalan Soekarno Hatta 714 Bandung. Pengadilan Agama Depok dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002 yang peresmian operasioanalnya dilakukan oleh Wali Kota Depok di Gedung Balai Kota Depok pada tanggal 25 Juni 2003 dan mulai menjalankan fungsi peradilan sejak tanggal 01 Juli 2003 di Jalan Bahagia Raya No.11 Depok dengan menyewa rumah penduduk sebagai gedung operasionalnya. 65 Daerah hukum Pengadilan Agama Depok adalah meliputi Pemerintahan Kota Depok sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 7Tahun 1989 yang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia 65 Di akses yang bersumber dari www.pa-depok.go.id pada tanggal 14 September 2015 38 Nomor 62 Tahun 2002 Pasal 2 ayat 5 disebutkan bahwa “Daerah hukum Pengadilan Agama Depok meliputi wilayah Pemerintahan Kota Depok Propinsi Jawa Barat”. Pengadilan Agama Depok yang daerah hukumnya meliputi Wilayah Pemerintahan Kota Depok yang terdiri dari sebelum pemekaran adalah 6 Kecamatan dengan 60 Kelurahan 11 Kecamatan dengan 64 Kelurahan dengan mayoritas penduduk beragama Islam, dengan beban kerja rata-rata tiap bulan 162 perkara. Dalam melaksanakan tugasnya Pengadilan Agama Depok didukung dengan kekuatan pegawai sebanyak 38 Orang dan secara formal pelaksanaan tugas Pengadilan Agama Depok harus dipertanggung jawabkan dalam bentuk laporan ke Pengadilan Tinggi Agama Bandung selaku atasan. 66 Pengadilan Agama Depok sesuai dengan tugas dan kewenangannya yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang perkawinan, warisan dan wasiat, wakaf, zakat, infak, hibah, shodaqoh dan ekonomi syari’ah dan tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh atau berdasarkan Undang- undang. 67 Sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan amanat Undang- Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam melaksanakan tugasnya guna menegakkan hukum 66 Di akses yang bersumber dari www.pa-depok.go.id pada tanggal 14 September 2015 67 Di akses yang bersumber dari www.pa-depok.go.id pada tanggal 14 September 2015 dan keadilan harus memenuhi harapan dari para pencari keadilan yang. selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, tepat, dan biaya ringan, hal mana Pengadilan Agama Depok sebagai pelaksana Visi dan Misi Mahkamah Agung RI yang dijabarkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, yaitu: Visi “Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa, sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai di bawah lindungan Allah SWT” dan Misi : “Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan oleh umat islam Indonesia di bidang perkawinan, warisan dan wasiat, wakaf, zakat, infak, hibah, shodaqoh dan ekonomi syari’ah, secara cepat, sederhana dan biaya ringan”. 68

1. Visi dan Misi Pengadilan Agama Depok

Pengadilan Agama Depok sebagai underbow Mahkamah Agung RI memiliki komitmen dan kewajiban yang sama untuk mengusung terwujudnya peradilan yang baik dan benar serta dicintai masyarakat. Atas dasar itu maka Pengadilan Agama depok telah menjabarkan visi dan misi tersebut dalam visi dan misi Pengadilan Agama Depok, yaitu :Visi Pengadilan Agama depok adalah Terwujudnya Pengadilan Agama Depok Yang Agung. Hal ini mengandung makna bahwa Pengadilan Agama Depok siap bersama-sama peradilan lainnya meningkatkan kinerja yang lebih baik 68 Di akses yang bersumber dari www.pa-depok.go.id pada tanggal 14 september 2015