BAB I Merupakan bab pendahuluan dalam membuka penulisan
skripsi ini, dengan uraian bahasan meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Berkenaan dengan Pengertian perceraian dan macam-
macam nya, Pengertian Hadhanah dan Dasar hukumnya, Syarat-syarat Hadhanah dan akibat hukum Hadhanah, dan Pihak-pihak yang berhak
dalam Hadhanah.
BAB III
Bab ini menjelaskan deskripsi hadhanah kepada bapak di pengadilan agama Depok yang meliputi: Profil Pengadilan Agama Depok,
Duduk Perkara Putusan, Salinan Putusan.
BAB IV Bab ini membahas akanTinjauan Terhadap Putusan
Pengadilan Agama Depok Terhadap Hadhanah Bagi Anak Belum Mumayyiz yang meliputi: Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara, Ijtihad Majelis Hakim Dalam Memutuskn Perkara, dan Analisis penulis dalam perkara Nomor 184pdt.G2011PA.Dpk tentang hadhanah.
BAB V merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan terhadap
jawaban permasalahan
dalam penyusunan
skripsi ini.Sekaligus
memberikan saran yang mungkin dapat membantu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat.
BAB II PERCERAIAN DAN HADHANAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH DAN
HUKUM POSITIF A.
Pengertian Perceraian
Kata “cerai” menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti: pisah, putus hubungan sebagai suami istri. Kemudian, kata “perceraian”
mengandung arti: perpisahan, perihal bercerai antara suami dan istri, perpecahan. Adapun kata “bercerai” berarti: tidak bercampur
berhubungan, bersatu lagi, berhenti berlaki-bini suami-istri.
15
Jadi secara yuridis istilah perceraian berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami dan istri atau
berhenti berlaki-bini suami-istri sebagaimana diartikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia di atas.
Secara singkat, perceraian didefinisikan sebagai melepas tali perkawinan dengan kata talak atau kata yang sepadan artinya dengan
talak.
16
Perceraian sejatinya dibolehkan dalam Islam. Namun disisi lain, perkawinan diorientasikan sebagai komitmen selamanya dan kekal.
Meskipun demikian,
terkadang muncul
keadaan-keadaan yang
menyebabkan cita-cita suci perkawinan gagal terwujud. Namun demikian
15
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, h. 185
.
16
Yayan Sopyan, Islam Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2012, h. 174.