Hak asuh dalam bidang pendidikan dan pengajaran. b.

Pasal 46 1 Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. 2 Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bnila mereka itu memerlukan bantuannya. Pasal 47 1 Anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2 Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Pasal 48 Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Pasal 49 1 Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saidara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali. 2 Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada anak tersebut. 44 Dalam penjelasan UU No 1 tahun 1974 yang dimaksud “Kekuasaan” dalam pasal ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali nikah. Pasal-pasal diatas, jelas menyatakan kepentingan anak tetap diatas segala-galanya. Artinya semangat UUP sebenarnya sangat berpihak kepada kepentingan dan masa depan anak. Hanya saja UUP hanya menyentuh aspek tanggung jawab pemeliharaan yang masih bersifat material saja dan kurang memberi penekanan pada aspek pengasuhan nonmaterialnya. Semangat pengasuhan material dan nonmaterial inilah yang akan dipertegas oleh KHI seperti dibawah ini. 44 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata= Burgerlijk Wetboek: dengan tambahan Undang-undang Pokok Agrarian dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, h. 551. 2.Kompilasi Hukum Islam KHI KHI di dalam pasal-pasalnya menggunakan istilah Pemeliharaan anak yang dimuat dalam Bab XIV pasal 98-106. Beberapa pasal yang penting akan dikutipkan disini: Pasal 98 : 1 Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2 Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. 3 Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban trsebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. Pasal 105 : a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharanya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Pasal 106 : mengenai harta anak yang belum mumamyyiz itu orang tua wajib merawat dan mengembangkan harta anak tersebut. 45

C. Syarat-syarat dan Akibat Hukum Hadhanah

Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai pada umur tertentu, memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupanya, seperti makan, pakaian, membersihkan diri, bahkan sampai kepada pengaturan bangun dan tidur. Oleh karena itu, orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran dan mempunyai keinginan agar anak itu baik saleh di kemudian hari. Disamping itu, ia harus mempunyai waktu yang cukup pula untuk melakukan tugas itu, dan orang 45 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika pressindo,2007,hal.151. yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah wanita. Persoalanya, disaat orang tua harus cerai dan mereka punya anak kecil, maka ibu lebih berhak mengasuhnya daripada ayah, selama tidak ada faktor yang menghalangi sang ibu untuk diutamakan, atau anak layak untuk diberi pilihan. 46 Peristiwa perceraian apapun alasanya merupakan malapetaka bagi si anak. Disaat itu si anak tidak lagi dapat merasakan nikmat kasih sayang sekaligus dari kedua orang tuanya.Padahal merasakan kasih sayang kedua orang tua merupakan unsur penting bagi partumbuhan mental seorang anak.Pecahnya rumah tangga kedua orang tua, tidak jarang membawa kepada terlantarnya pengasuhan anak.Itulah sebabnya menurut ajaran Islam perceraian sedapat mungkin harus dihindarkan. Untuk menghindarkan hal itu pula mengapa agama Islam menganjurkan agar lebih hati-hati dalam memilih jodoh, dengan memeperhitungkan faktor-faktor pendukung untuk lestarinya hubungan suami-istri, dan sebaliknya. Memang diakui tidak tertutup kemungkinan adanya perceraian kendatipun dari semula calon suami-istri sudah penuh hati-hati menjatuhkan pilihan. Namun, adanya faktor ketidak hati-hatian akan memperlebar kemungkinan tersebut. 47 Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua disebut sebagai hadhin dan anak yang diasuh disebut madhun atau hadhinah.Baik masih 46 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemahan jilid II, Jakarta: Al-I’tishom, 2008. h. 455. 47 Satria Effendi M. Zein.Problematika hukum keluarga islam kontemporer, h. 167. dalam ikatan perkawinan atau setelah perceraian, kedua orang tua berkewajiban untuk memelihara anaknya dengan baik. Adapun syarat- syarat dari hadhin adalah sebagai berikut: 48 1. Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukanya itu belum dinyatakan memenuhi persayaratan artinya ia belum berhak mendapatkan tugas mengasuh anak. 2. Berfikiran sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak mampu berbuat untuk dirinya sendiri dengan keadaanya itu tentu tidak akan mampu berbuat untuk orang lain dan jelas ia tidak berhak untuk mendapatkan hak mengasuh anak 3. Beragama Islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama, karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan agama anak yang diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang bukan isalam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya dan akan merasa kesulitan melepaskan diri dari pengaruh agama orang yang mengasuhnya dan inilah bahaya terbesar yang akan dialami si anak. 4. Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini disebut fasiq yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang 48 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan UU Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006