Syarat-syarat dan Akibat Hukum Hadhanah

dalam ikatan perkawinan atau setelah perceraian, kedua orang tua berkewajiban untuk memelihara anaknya dengan baik. Adapun syarat- syarat dari hadhin adalah sebagai berikut: 48 1. Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukanya itu belum dinyatakan memenuhi persayaratan artinya ia belum berhak mendapatkan tugas mengasuh anak. 2. Berfikiran sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak mampu berbuat untuk dirinya sendiri dengan keadaanya itu tentu tidak akan mampu berbuat untuk orang lain dan jelas ia tidak berhak untuk mendapatkan hak mengasuh anak 3. Beragama Islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama, karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan agama anak yang diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang bukan isalam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya dan akan merasa kesulitan melepaskan diri dari pengaruh agama orang yang mengasuhnya dan inilah bahaya terbesar yang akan dialami si anak. 4. Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini disebut fasiq yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang 48 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan UU Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006 komitmen agamanya rendah tidak dapat diharapkan untuk mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil. 5. Mampu Mendidik, sehingga orang yang buta, sakit, terbelenggu dan hal-hal lain yang dapat membahayakan si anak atau berpotensi membuat anak dilalaikan dan disia-siakan, maka tidak berhak mengasuh anak. 49 6. Ibu kandung belum menikah dengan laki-laki lain. Yang menjadi pertanyaan, apakah pengasuh selain ibu kandung juga disyaratkan tidak menikah dengan orang yang bukan mahram sianak? Para ulama mengajukan syarat seperti itu berdasarkan hadits di atas karena si suami juga akan memperlakukan anak ni dengan keras dan rasa tidak suka. Lebih dari itu, wanita pengasuh yang telah menikah akan disibukan oleh tuntutan memenuhi hak suaminya. Lain halnya jika wanita pengasuh ini adalah kerabat dan mahram anak yang diasuh. 50 7. Orang yang mengasuh haruslah seseorang yang merdeka. Syarat ini diajukan oleh mayoritas ulama. Menurut mereka, orang yang dalam kepemilikan orang lain tidak memiliki hak atas dirinya sendiri, sehingga ia tidak dapat menjadi wali bagai orang lain. Padahal, hak asuh anak ini sama dengan hak perwalian. 51 49 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007. , h. 674. 50 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007., h. 674. 51 Abu Malik Kamal bin As-sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah; penerjemah, Khairul Amru Harahap, faisal soleh. Cet. 1, Jakarta: pustaka Azzam, 2007., h. 675. Dan apabila syarat-syarat tersebut tidak dapat terpenuhi oleh orang tua yang mengasuh, maka gugur lah hak asuh nya terhadap anak tersebut. Para ulama sepakat bahwa, dalam mengasuh anak disyaratkan bahwa orang yang mengasuh haruslah berakal sehat, bisa dipercaya, suci diri, bukan pelaku maksiat, bukan penari, bukan peminum khamar, serta tidak mengabaikan anak yang diasuhnya.Adapun tujuan dari keharusan dari adanya sifat-sifat tersebut diatas adalah untuk memelihara dan menjamin keadaan anak dan pertumbuhan moralnya. 52

D. Pihak-pihak yang berhak dalam hadhanah

Ketika hak asuh anak merupakan hak dasar asuh ibu, maka para ulama ahli fiqh menyimpulkan bahwa keluarga ibu dari seorang anak lebih berhak daripada keluarga dari pihak ayah. Urutan mereka yang berhak mengasuh anak adalah sebagai berikut: 53 1. Ibu anak tersebut 2. Nenek dari pihak ibu dan terus keatas 3. Nenek dari pihak Ayah 4. Saudara kandung perempuan anak tersebut 5. Saudara Perempuan Ibu 6. Saudara perempuan Ayah 7. Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung 8. Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 52 M. Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Cet.17, Jakarta: lentera, 2006, h.416. 53 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II ,Beirut Dar Fikr 1983, h. 527. 9. Saudara perempuan ibu yang sekandung dengannya 10. Saudara perempuan ibu yang seibu dengan nya bibi 11. Saudara perempuan yang seayah dengannya bibi 12. Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 13. Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung 14. Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu 15. Anak perempuan dari saudara laki-laki seayah 16. Bibi yang sekandung dengan ayah 17. Bibi yang seibu dengan ayah 18. Bibi yang seayah dengan ayah 19. Bibinya ibu dari pihak ibunya 20. Bibinya ayah dari pihak ibunya 21. Bibinya ibu dari pihak ayahnya 22. Bibinya ayah dari pihak ayah. 54 Jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat perempuan dari kalangan mahram diatas, atau ada akan tetapi tidak dapat mengasuhnya, maka pengasuhan anak itu beralih kepada kerabat laki-laki yang masih mahramnya atau memiliki hubungan darah nasab denganya sesuai dengan urutan masing-masing. Pengasuhan anak beralih kepada. 55 1. Ayah kandung anak itu 2. Kakek dari pihak ayah dan terus keatas 54 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, Beirut Dar Fikr, 1983, h. 527. 55 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, Beirut Dar Fikr, 1983, h. 529. 3. Saudara laki-laki sekandung 4. Saudara laki-laki seayah 5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 7. Paman yang seayah dengan ayah 8. Pamanya ayah yang sekandung 9. Pamanya ayah yang seayah dengan ayah 56 Apabila tidak ada seorang pun kerabat dari mahram laki- laki tersebut atau ada, tetapi tidak bisa mengasuh anak, maka hak pengasuhan itu beralih kepada mahram-mahramnya yang laki-laki selain kerabat dekat, yaitu: 1. Ayah ibu kakek 2. Saudara laki-laki seibu 3. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu 4. Paman yang seibu dengan ayah 5. Paman yang sekandung dengan ibu 6. Paman yang seayah dengan ibu. 57 Selanjutnya jika anak tersebut tidak memiliki kerabat sama sekali, maka Hakim yang akan menunjuk seorang wanita yang sanggup dan patut mengasuh serta mendidiknya. 56 Hasan Ayyub, Syaikh, Fikih Keluarga, cet-4 Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2005 h. 452. 57 Hasan Ayyub, Syaikh, Fikih Keluarga, cet-4 Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2005 h. 452.