Dewan Komisaris Independen Mekanisme Corporate Governance

34 perusahaan pemegang sahampemilik modal, komisarisdewan pengawas, dan direksi untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika Komalasari, 2014:4. Dengan penerapan Good Corporate Governance diyakini dapat menciptakan kondisi yang kondusif dan landasan yang kokoh untuk menjalankan operasional perusahaan dengan baik, efisien, dan menguntungkan.

3. Mekanisme Corporate Governance

a. Dewan Komisaris Independen

Istilah dan keberadaan Komisaris Independen baru muncul setelah terbitnya surat edaran Bapepam Nomor: SE03PM2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor 339BEJ07-2001 tgl 21 Juli 2001. Menurut ketentuan tersebut perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen. Keberadaan komisaris independen ini rupanya berhubungan dengan ketentuan penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik GCG, yaitu jumlah komisaris independen adalah sekurang- kurangnya 30 dari seluruh jumlah anggota komisaris. 35 Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep29PM2004 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit Nomor IX.I5 adalah sebagai berikut: a Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik; b Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, dan direksi; c Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik; d Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik. Fungsi dewan komisaris termasuk anggota komisaris independen adalah mencakup dua peran sebagai berikut: 1 Mengawasi Direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan memberikan nasehat kepada direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan. 2 Memantau penerapan dan efektivitas dari praktek GCG. 36 Terkait dengan bentuk dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum berbeda, yaitu Anglo saxon dan continental eropa. Sistem hukum anglo saxon mempunyai sistem satu tingkat atau one tier system. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior direktur eksekutif dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu non direktur eksekutif. Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan one tier system misalnya Amerika serikat dan Inggris. Sistem hukum Continental Eropa mempunyai sistem dua tingkat atau two tier system. Disini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas dewan komisaris dan dewan manajemen dewan direksi, dimana dewan direksi mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem two tiers system, anggota dewan direksi dianggak dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas dewan direksi. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris, sehingga dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh melakiti perusahaan dengan pihak ketiga Sari et al, 2013. 37 Forum Corporate Governance Indonesia 2002 mengemukakan bahwa ada dua sistem manajemen yang berbeda yang mengakibatkan berbedanya sistem pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris. Perbedaan dari kedua system tersebut adalah pada tingkat pengawasan, yaitu satu tingkat pengawasan one tier sistem dan dua tingkat two tier sistem. 1 Sistem Satu Tingkat One Tier Sistem Sistem ini menggunakan satu sistem pengawasan. Biasanya perusahaan hanya memiliki satu dewan direksi yang umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior Direktur Eksekutif dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu Non-Direktur Eksekutif. Sistem satu tingkat ini berasal dari sistem hukum Anglo Saxon dan negara yang menerapkan sistem ini antara lain adalah Amerika Serikat dan Inggris. 2 Sistem Dua Tingkat Two Tier Sistem Sistem ini menggunakan dua sistem pengawasan yang terpisah. Dalam sistem ini perusahaan memiliki dua badan terpisah yaitu Dewan Pengawas Dewan Komisaris dan Dewan Manajemen Dewan Direksi. Dewan Komisaris bertugas mengawasi dan mengarahkan dewan direksi, yang mana dewan direksi ini bertugas untuk mengelola dan mewakili perusahaan FCGI, 2002. Di Indonesia two tier sistem diterapkan dengan beberapa penyesuaian. Dewan komisaris tidak secara langsung membawahi 38 dewan direksi, namun memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk mengawasi dan memberi nasehat kepada dewan direksi KNKG, 2006. Dewan komisaris di Indonesia tidak berhak mengangkat dan memberhentikan direksi, karena posisi yang sejajar di antara keduanya, tidak seperti Continental Europe. Berdasarkan Undang- undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris hanya berhak memberhentikan anggota direksi secara sementara, bukan bersifat tetap. Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang terafiliasi. Komisaris yang terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi KNKG, 2006.

b. Kepemilikan Institusional

Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Social Responsibility, kepemilikan institusional, dan kepemilkan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan 2013

0 89 119

Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Kinerja Keuangan Pada Nilai Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 73 108

Pengaruh Penyajian Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2012

1 64 102

Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 67 129

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 38 122

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 68 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2012-2014

2 82 70

Pengaruh pengungkapan corporate social responsibility terhadap profitabilitas dana reputasi perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia)

0 14 133

Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan tingkat pengawasan terhadap pengungkapan corporate social responsibility di Indonesia : studi empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.

0 0 126