BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Chikungunya
Pengukuran lingkungan rumah yang berkaitan dengan kejadian Chikungunya berdasarkan kerapatan dinding, kawat kasa pada ventilasi, langit-
langit rumah, tempat penampungan air dan kelembaban.
5.1.1. Pengaruh Lingkungan Rumah Berdasarkan Kerapatan Dinding
terhadap Kejadian Chikungunya
Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang memiliki dinding rumahnya tidak rapat
yaitu sebanyak 24 rumah 70,6. Demikian juga kelompok kontrol yang dinding rumahnya tidak rapat
sebanyak 19 rumah 55,9, berarti kasus Chikungunya lebih besar terjadi pada rumah
tangga yang keluarganya tidak memiliki dinding rumah tidak rapat dibandingkan dengan rumah tangga yang keluarganya memiliki dinding rumah rapat. Uji
statistik chi-square menunjukkan nilai p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kerapatan dinding rumah tidak berhubungan dengan kejadian Chikungunya.
Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor risiko lain yang lebih kuat antara lain: sikap masyarakat yang kurang mendukung atau tidak peduli dalam mencegah
Chikungunya seperti tidak menutup tempat penampungan air, tidak mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air dan merasa pemberantasan
nyamuk merupakan tanggung jawab petugas kesehatan dan tindakan pencegahan Chikungunya yang kurang seperti sewaktu tidur tidak menggunakan kelambu dan
Universitas Sumatera Utara
tidak ikut melakukan kerja bakti sesama warga serta rumah tangga yang tidak terpasang kawat kasa pada ventilasi.
Keadaan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sri Junita 2010, menyatakan bahwa ada hubungan antara kerapatan dinding dengan kejadian
malaria sebesar p = 0,004. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori syarat-syarat rumah sehat
menurut Sarudji 2010, menyatakan kontruksi rumah dengan dinding yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit malaria dalam rumah.
5.1.2. Pengaruh Lingkungan Rumah Berdasarkan Kawat Kasa pada
Ventilasi terhadap Kejadian Chikungunya
Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang tidak mempunyai kawat kasa pada ventilasi yaitu sebanyak 29 rumah 85,3,
sedangkan kelompok kontrol mempunyai kawat kasa pada ventilasi 14 rumah 41,2, berarti kasus Chikungunya lebih besar terjadi pada rumah tangga yang
keluarganya tidak memiliki kawat kasa pada ventilasi rumah dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya memiliki kawat kasa pada ventilasi rumah.
Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kawat kasa pada ventilasi berpengaruh terhadap
kejadian Chikungunya dengan nilai OR sebesar 4,413 95 CI = 1,166 – 16,696.
Mengacu pada uji tersebut dapat dijelaskan bahwa rumah tangga yang keluarganya menderita Chikungunya berpeluang 4,4 kali dengan ventilasi rumah
Universitas Sumatera Utara
tidak terpasang kawat kasa dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya tidak menderita Chikungunya.
Berdasarkan pengamatam di lapangan masih sedikitnya pemasangan kawat kasa pada ventilasilubang angin di atas jendela dan pintu. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat tersebut belum membudaya dalam hal pemasangan kawat kasa pada ventilasi dan belum dianggap penting dikalangan warga masyarakat. Kondisi
ini juga disebabkan pada umumnya penderita Chikungunya mempunyai latar pendidikan yang rendah, sebagian besar adalah petani yang memiliki penghasilan
di bawah UMP Rp. 1.400.000 tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi sewaktu membangun rumah, kurang memperhatikan
pemasangan kawat kasa di setiap ventilasi rumah yang dapat mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.
Padahal pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah adalah salah satu cara mencegah nyamuk tidak dapat masuk ke rumah sehingga penularan
Chikungunya dapat di kurangi. Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dapat menyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah
dengan penghuni rumah, dengan demikian pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan melindungi penghuni rumah dari gigitan nyamuk.
Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial. Penelitian sejenis yang
berkaitan dengan nyamuk seperti kejadian malaria, bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lestari, dkk 2007, menyatakan adanya kejadian malaria
Universitas Sumatera Utara
disebabkan rumah yang tidak terpasang kawat kasa akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah.
Kawat kasa merupakan penghalang bila kawat kasa dalam keadaan baik, pencegahan penyakit bersumber dari nyamuk dapat dilakukan dengan
pemasangan kawat kasa pada setiap ruang udara. Kawat kasa harus dipasang pada setiap lubang yang ada pada rumah, namun kesulitan biasanya pada pemasangan
di pintu dimana biasanya diperlukan pintu ganda. Jumlah lubang pada kawat kasa yang dianggap optimal 14
– 16 perinci 2,5 cm bahannya bermacam-macam mulai tembaga aluminium sampai plastik Yatim, 2007.
Azwar 1996, menambahkan bahwa kondisi rumah ditata sedemikian rupa sehingga penghuninya terlindung dari kemungkinan terjadinya bahaya
kecelakaan. Dengan kata lain kondisi fisik rumah berkaitan dengan kejadian Chikungunya, terutama berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke
dalam rumah adalah dengan menggunakan kawat kasa di setiap ventilasi sehingga nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah.
5.1.3. Pengaruh Lingkungan Rumah Berdasarkan Langit-langit Rumah terhadap Kejadian Chikungunya
Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang tidak mempunyai langit-langit rumah yaitu sebanyak 14 rumah 41,2,
sedangkan kelompok kontrol yang mempunyai langit-langit rumah 26 rumah 76,5, berarti kasus Chikungunya lebih kecil terjadi pada rumah tangga yang
keluarganya memiliki langit-langit rumah dibanding dengan rumah tangga yang
Universitas Sumatera Utara
keluarganya tidak memiliki langit-langit rumah. Uji statistik regresi logistik berganda nilai p0,05 maka dapat disimpulkan langit-langit rumah tidak
berpengaruh terhadap kejadian Chikungunya. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor risiko lain yang lebih kuat yaitu
kurang memperhatikan pemasangan kawat kasa di setiap ventilasi rumah, sikap masyarakat yang kurang mendukung atau tidak peduli dan tindakan pencegahan
Chikungunya yang kurang seperti sewaktu tidur tidak menggunakan kelambu dan tidak ikut melakukan kerja bakti sesama warga.
Daerah yang disenangi nyamuk adalah daerah yang tersedia tempat beristirahat karena merupakan tempat untuk menunggu waktu bertelur adalah
pada baju yang bergantungan yang dibiarkan bergantungan pada pintu dalam kamar dan langit-langit rumah sehingga menjadi tempat peristirahatan yang cocok
bagi nyamuk dan tempat gelap, lembab dan sedikit angin. Habitat nyamuk merupakan suatu daerah dimana tersedia tempat beristirahat, setiap nyamuk pada
waktu aktivitasnya akan melakukan orientasi terhadap habitatnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu hinggap istirahat selama 24 jam
– 48 jam lalu kawin dan sesudah itu menuju hospes setelah cukup memperoleh darah dari
hospes nyamuk kembali ke tempat istirahat untuk menunggu waktu bertelur. Depkes, 2005.
Depkes 1998, bahwa kondisi rumah dilengkapi dengan langit-langit merupakan pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari
kayu, internit maupun anyaman bambu halus. Jika tidak ada langit-langit, berarti
Universitas Sumatera Utara
ada lubang atau celah antara dinding dengan atap sehingga nyamuk lebih leluasa masuk ke dalam rumah. Dengan demikian risiko untuk kontak antara penghuni
rumah dengan nyamuk lebih besar dibanding dengan rumah yang ada langit- langitnya. Hal ini disebabkan rumah yang seluruh ruangannya tidak diberi langit-
langit akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah.
5.1.4. Pengaruh Lingkungan Rumah Berdasarkan Tempat Penampungan Air terhadap Kejadian Chikungunya
Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang mempunyai tempat penampungan air yang tidak baik yaitu sebanyak 17 rumah
50,0, sedangkan kelompok kontrol yang mempunyai tempat penampungan air rumah yang baik 26 rumah 76,5, berarti kasus tidak Chikungunya lebih besar
terjadi pada rumah tangga yang keluarganya memiliki tempat penampungan air yang baik dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya memiliki tempat
penampungan air kurang baik. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tempat penampungan air tidak
berpengaruh terhadap kejadian Chikungunya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah responden pada umumnya
memiliki sumur yang berada di luar rumah. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan tempat penampung air di dalam rumah biasanya berbentuk gentong
untuk keperluan minum yang ditutup untuk menghindari kotoran masuk ke dalamnya. Sedangkan responden memiliki sumur di dalam rumah disertai dengan
bak mandi dengan jenis rumah yang permanen.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai penelitian Tarigan 2010, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara TPA dengan kejadian demam Chikungunya di desa Tanah Raja Kecamatan
Sei Rampah Kab. Serdang Bedagai p = 0,781 0,05. Rumah responden yang kondisi tempat penampungan air kurang baik cenderung mengalami penyakit
Chikungunya dibandingkan dengan kondisi tempat penampungan air baik 70,0 .
5.1.5. Pengaruh Lingkungan Rumah Berdasarkan Kelembaban terhadap Kejadian Chikungunya