Ekologi Vektor Nyamuk Penular Chikungunya 1. Klasifikasi Nyamuk

disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang bergantung seperti baju dan tirai serta dinding. Sementara nyamuk Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di lubang-lubang pohon, lekukan tanaman dan kebun atau kawasan pinggir hutan. Oleh karena itu, Aedes albopictus sering disebut nyamuk kebun forest mosquito WHO, 2005. Kebiasaan hinggap istirahat lebih banyak di dalam rumah yaitu pada benda-benda yang bergantungan, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung juga di dalam sepatu Depkes, 2007. d. Jarak Terbang Flight Range Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Jarak terbang flight range rata-rata nyamuk Aedes aegypti adalah sekitar 100 m tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes albopictus jarak terbang berkisar antara 400 – 600 m Soegijanto, 2006.

2.2.5. Ekologi Vektor

Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dan lingkungannya. Lingkungan merupakan interaksi vektor penular Chikungunya dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya Chikungunya. Eksistensi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun lingkungan biologik. Universitas Sumatera Utara a. Lingkungan fisik Lingkungan fisik adalah lingkungan sekeliling manusia yang terdiri dari benda-benda yang tidak hidup non living things dan kekuatan-kekuatan fisik lainnya. Dalam hal ini lingkungan fisik dapat menjadi enviromental reservoir dan ikut berperan menentukan pola populasi nyamuk. Lingkungan fisik sebagai berikut: 1. Jarak antara rumah Jarak rumah memengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah menyebar ke rumah sebelah. Bahan-bahan rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit Depkes, 1998. Penelitian Roose 2008, di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa ada hubungan jarak antar rumah ≤ 5 m memberikan kontribusi dampakrisiko dengan kejadian DBD sebesar 1,79 kali dibanding dengan jarak antar rumah 5 m. 2. Macam kontainer Macam kontainer disini antara lain: jenisbahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup kontainer dan asal air memengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur. Universitas Sumatera Utara 3. Ketinggian tempat Keadaan geografis seperti ketinggian memengaruhi penularan penyakit. Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut. Kadar oksigen juga memengaruhi daya tahan tubuh seseorang, semakin tinggi letak pemukiman maka akan semakin rendah kadar oksigennya. Dataran tinggi juga berhubungan dengan temperatur udara Widoyono, 2008. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat- tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembangbiak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut Depkes, 2005. Tiap kenaikan 100 m maka selisih suhu udara tempat semula adalah 0,5 o C. Bila perbedaan tempat cukup tinggi maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan akan memengaruhi faktor-faktor lain seperti penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dan musim penularan Depkes, 2007. 4. Iklim Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, pencahayaan dan kecepatan angin. Universitas Sumatera Utara a. Suhu udara Nyamuk termasuk binatang berdarah dingin karenanya proses-proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungannya. Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata- rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°C – 27°C. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologinya. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC. Toleransinya terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuknya tetapi pada umumnya suatu spesies tidak akan tahan lama bila suhu lingkungan meninggi 5ºC – 6ºC di atas, dimana spesies secara normal dapat beradaptasi. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolisme sebagian diatur oleh suhu, oleh karena kejadian-kejadian biologis tertentu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan idung telur, frekuensi mencari makanan atau menggigit dan lamanya pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dipengaruhi oleh suhu Depkes, 2007. Universitas Sumatera Utara b. Kelembaban udara Menurut Gobler dalam Depkes 1998, umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada suhu 20ºC kelembaban nisbi 27 umur nyamuk betina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban kurang dari 60 umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. Menurut Depkes 2007, kelembaban udara adalah banyak uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen . Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40 – 70. Pada keadaan ini nyamuk tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga nyamuk tersebut tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk. c. Curah hujan Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi Suroso, 2000. Universitas Sumatera Utara Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan. Curah hujan yang lebat menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor, oleh karena jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk biasanya meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan lebat. Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah. Terlalu banyak hujan akan menyebabkan kekeringan, mengakibatkan berpindahnya tempat perkembangbiakan vektor tetapi keadaan ini akan segera pulih cukup bila keadaan kembali normal. Curah hujan yang cukup dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembangbiak secara optimal Depkes, 2007. d. Pencahayaan Cahaya merupakan faktor utama yang memengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang memengaruhi aktivitas terbang nyamuk. Intensitas pencahayaan untuk kehidupan nyamuk adalah 60 lux Depkes, 2007. e. Kecepatan angin Kecepatan angin secara langsung berpengaruh pada penguapan evaporasi air dan suhu udara konveksi, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Bila kecepatan angin Universitas Sumatera Utara 11 – 14 meter perdetik atau 25 – 31 mil per jam akan menghambat penerbangan nyamuk. Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu nyamuk ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu lingkungan, bila ada angin evaporasi baik dan konveksi baik maka suhu nyamuk akan turun beberapa fraksi atau derajat lebih rendah dari suhu lingkungan Depkes, 2007. b. Lingkungan biologik Lingkungan biologik yang memengaruhi penularan Chikungunya adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah dan halaman. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk Soegijanto, 2003. 2.3. Lingkungan Rumah

2.3.1. Rumah Sehat dan Persyaratannya

Dokumen yang terkait

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 18

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 8

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 35

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 85

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 5

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 75

Pengaruh Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 0 44

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chikungunya 2.1.1. Definisi Chikungunya - Pengaruh Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 0 37

PENGARUH LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

0 0 18