35
X = Kadar sampel
n = Jumlah pengulangan
t = Harga t
tabel
sesuai dengan derajat kepercayaan dk
= Derajat kebebasan
3.5.6 Metode validasi 3.5.6.1 Kecermatan
accuracy
Menurut Harmita 2004, kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut
Harmita 2004, hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali recovery. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Perolehan Kembali=
CF −CA
C ∗A
x 100 Keterangan :
C
F
= Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran µgml C
A
= Konsentrasi sampel sebenarnya µgml CA = Konsentrasi analit yang ditambahkan µgml
3.5.6.2 Keseksamaan precision
Menurut Rohman 2007, presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada
sampel yang sama. Untuk menguji data presisi RSD, diambil data-data dari perolehan kembali, kemudian dihitung standar deviasi setelah itu, dihitung
RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari perolehan kembali kemudian dikali 100.Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Relatif
Standar Deviasi RSD dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan: ��� =
100 � ��
X
Keterangan: RSD = Relatif Standar Deviasi
36
SD = Standar deviasi serangkaian data X = rata-rata data.
Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :
SD =
2
1 −
−
∑
n X
X
Keterangan: X = nilai dari masing-masing pengukuran
X
= Rata-rata mean dari pengukuran n = banyaknya data
n-1= Derajat kebebasan
3.5.6.3 Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ
Menurut Harmita 2004, batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas.Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.Limit Of DetectionLOD dan Limit Of Quantitation LOQdapat
dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Syx =
2
2 −
−
∑
n Yi
Y
Slope x
Sy x
LOD 3
=
Slope x
Sy x
LOQ 10
=
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak
Dari hasil penelitian pendahuluan dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun perbandingan fase gerak yang
dioptimasi adalah dapar fosfat pH 2,6 : metanol dengan perbandingan 80:20; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90 dengan laju alir 1 mlmenit,
dideteksi dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 1, 2, dan 3.Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak
terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 sampai Tabel 4.
Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap waktu retensi
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
13,187 8,007
4,966 3,861
3,301 3,082
vitamin C
2,654 2,567
2,605 2,603
2,629 2,631
Tabel 2. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Area
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
benzoat
346,630 348,713
341,245 336,527
328,882 315,318
vitamin C
59,5271 97,5013
106,278 117,023
119,399 281,869
Tabel 3.
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Lempeng Teoritis
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
7297 6714
5941 4694
1642 1245
vitamin C
3857 1906
4363 2377
831 1649
38
Tabel 4.
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Faktor Pengekoran
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
1,106 1,072
1,059 1,061
1,138 1,123
vitamin C
1,569 2,476
1,428 1,770
1,623 1,092
Berdasarkan Tabel 1 sampai Tabel 4 dapat dilihat hasil optimasi dengan menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB 250 mm x 4,6 mm C
18
, autosampler diperoleh perbandingan komposisi fase gerak yang terbaik yaitu pada
perbandingan dapar fosfat pH 2,6 : metanol 50:50. Pemilihan komposisi fase gerak yang terbaik ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, pemisahan
kromatogram resolusi yang baik, nilai Lempeng Teoritis yang valid dan Faktor Pengekoran tailing yang paling kecil.
4.2 Analisis Campuran Natrium benzoat dan Vitamin C Baku
Menggunakan KCKT
Dipipet LIB I sebanyak 1 ml untuk natrium benzoat dan dipipet dari LIB I untuk vitamin C sebanyak 0,3 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml,
dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan kosentrasi natrium benzoat 100 µgml dan vitamin C 30 µgml. Kemudian
larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan sebanyak 10 µl dan dideteksi pada panjang gelombang
254nm.Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 7.
39 Waktu
retens i
k Luas Area
Tinggi Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,606 4,973
1,61 3,99
369,11108 337,00629
59,11909 32,11016
0,78 0,92
0,0921 0,1524
4442 5903
-
11,38
-
2,47
Gambar7
. Kromatogram Campuran natrium benzoat dan Vitamin C BPFI Dari gambar 7. waktu retensi untuk vitamin C adalah 2,606 menit, dengan
lempeng teoritis sebesar 4442 dan faktor pengekoran sebesar 1,08796, sedangkan waktu retensi natrium benzoat adalah 4,973, dengan nilai lempeng teoritis sebesar
5903, faktor pengekoran sebesar 1,32255dan resolusi sebesar 11,38. Nilai ini memenuhi syarat dimana nilai lempeng teoritis lebih besar dari 2000, resolusi
lebih besar dari 1,5 dan faktor pengekoran kurang dari 2 Ditjen POM,1995.
4.3 Analisis Kualitatif
Hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk vitamin C dan natrium benzoat, diperoleh komposisi fase gerak dapar fosfat
pH 2,6 : metanol 50:50. Analisis dilakukan dengan menginjekkan 10 μL analit dan dianalisis pada panjang gelombang 254 nm. Untuk mengetahui bahwa sampel
yang dianalisis mengandung vitamin C dan natrium benzoat maka dilakukan spiking dengan cara menambahkan baku ke dalam sampel dan dianalisis pada
kondisi kromatografi yang sama. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 sebagai berikut.
40 Waktu
retensi k
Luas Area Tinggi
Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,576 5,099
1,58 4,11
107,19990 13,84946
10,93443 1,40597
0,73 0,62
0,1942 0,1394
976 7401
-
8,89
-
2,60
Gambar 8. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s sebelum penambahan baku
Waktu retensi
k Luas Area
Tinggi Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,608 5,044
1,62 4,40
222,60658 437,66837
34,59058 41,29656
0,83 0,56
0,0900 0,1417
4659 7991
-
10,39
-
2,74
Gambar 9.
Kromatogram sampel Kratingdaeng-s setelah penambahan baku. Hasil analisis pada gambar 8 dan gambar 9 menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan luas area dan tinggi puncak kromatogram vitamin C dan natrium benzoat yang diamati sebelumnya sehingga dapat dinyatakan bahwa kromatogram
yang diamati dalam larutan sampel Kratingdaeng-s adalah benar merupakan kromatogram vitamin C dan natrium benzoat, namun pemisahan vitamin C
dengan komponen lain belum terpisah sempurna dikarenakan pada sampel tidak dilakukan optimasi seperti pada masing-masing baku BPFI.
Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya benzoat dan vitamin C dalam sampel.Data dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil Analisis Kualitatif Benzoat dan vitamin C pada sampel
No. Pereaksi
Hasil reaksi 1.
Natrium Benzoat FeCl
3
Kratingdaeng-s
41
Endapan kuning jingga 2.
Vitamin C FeCl3 + NaOH
Unggu Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil pengujian kualitatif bahwa Sampel
Kratingdaeng-s positif vitamin C dan natrium benzoat karena menghasilkan warna ungu dengan penambahan besi III klorida dan natrium hidroksida serta
endapan kuning jingga dengan penambahan besi III klorida Vogel, 1985.
4.4 Analisis Kuantitatif
4.4.1 Penentuan kurva kalibrasi Vitamin C Baku