Pengambilan Sampel Analisis Campuran Natrium benzoat dan Vitamin C Baku Analisis Kualitatif

29

3.3 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu metode pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel tersebut dapat mewakili sampel lainnya Sudjana, 2005. Sampling obat dilakukan menggunakan rumus : 1 + = N n Keterangan : n = jumlah sampel yang diteliti N = jumlah sampel dalam populasi

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan fase gerak dapar Fosfat 10 mM pH 2,6

Ditimbang kaliumdihidrogenfosfat KH 2 PO 4 0,408 gram dilarutkan dengan 300 ml aquabides dalam labu tentukur 500 ml, dikocok, dicek pH lalu disaring dengan menggunakan membran filtercelllulosa nitrate0,45 µm, kemudiandiawaudarakan± 30menitDitjen POM, 1995.

3.4.2 Pembuatan fase gerak metanol

Disaring 500 ml metanol grade HPLCdenganmenggunakanmembranfilterPTFE0,5µ m,kemudian diawaudarakan± 30menit.

3.4.3 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N

Natrium hidroksida sebanyak 8 gram dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C BPFI

Ditimbangseksamasejumlah 10 mg serbuk vitamin C BPFI, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µgml LIB I. 30

3.4.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium benzoat BPFI

Ditimbangseksamasejumlah 10 mg serbuknatrium benzoat BPFI,dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides, hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µgml LIB I.

3.5 Prosedur Analisis Menggunakan KCKT

3.5.1 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan AgilentC 18 250 mm x 4,6 mmautosampler, detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm dengan suhu 30 o C. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1 mlmenit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum

Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak divariasikan untuk menda patkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH2,6: metanol yang divariasikan adalah 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90, dengan laju alir 1 mlmenit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu retensi yang singkat, resolusi yang baik, nilai lempeng teoritis yang valid dan tailing faktor paling kecil yang akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.

3.5.3 Analisis kualitatif

31 Analisis kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya vitamin C dan natrium benzoat dan didalam Kratingdaeng-s.Data dapat dilihat pada Tabel 5.

3.5.4 Analisis Kuantitatif

3.5.4.1 Penentuan waktu retensi Vitamin C baku

Dipipet larutan induk baku I LIB I dengan konsentrasi 1000 µgml0,3 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 30µgml. Kemudian larutan disaring dengandengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30 menit kemudian diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe Perfectionsebanyak 10 µl menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol, dengan perbandingan 50:50, laju alir 1mlmenit,dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm selanjutnya dilihat waktu retensinya. Data dapat dilihat padaTabel 1.

3.5.4.2 Penentuan waktu retensi Natrium benzoat Baku

Dipipet larutan induk baku I LIB I dengan konsentrasi 1000 µgml1ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 100µgml. Kemudian larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30 menit kemudian diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe Perfectionsebanyak 10 µl menggunakan fase gerak dapar fosfat : metanol, dengan perbandingan 50:50, laju alir 1mlmenit, suhu 30 o C dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.Selanjutnya dilihat waktu retensinya.Data dapat dilihat pada Tabel 1.

3.5.4.3 Analisis campuran Vitamin C baku dan Natrium benzoat baku menggunakan KCKT

32 Dipipet 0,3 ml dari LIBI vitamin C dan dipipet LIB I sebanyak 1 ml dari LIB I natrium benzoat dimasukan kedalam labu tentukur 10 ml, dan dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh kosentrasi 30 µgml vitamin C dan 100 µgml natrium benzoat Kemudian disaring dengan membrane filter PTFE 0,2µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl dengan fase gerak dapar fosfat : metanol 50:50, laju alir 1 mlmenit, suhu 30 C dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

3.5.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi Vitamin C BPFI

Dipipet LIB I sebanyak 2 ml masukan ke dalam labu 10 ml untuk pembuatan LIB II 200µgml. Dari LIB II dipipet 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; dan 2 ml; dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan Aquabides hingga garis tanda dikocokhomogen sehingga diperoleh konsentrasi 5 µgml, 10 µgml, 20 µgml, 30µgml, dan 40µgml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl secara autosampler, elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.

3.5.4.5 Pembuatan kurva kalibrasi Natrium benzoat BPFI

Dipipet LIB I sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 50µgml, 100 µgml, 150µgml, 200µgml, dan 250µgml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl 33 secara autosampler dengan elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.

3.5.4.6 Uji identifikasi Vitamin C dan Natrium benzoat

Sampel Kratingdaeng-s diinjekkan sebanyak 10µl, dianalisis pada kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat: metanol 50:50 dengan laju alir 1 mlmenit dengan suhu 30 C pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya untuk identifikasi, pada larutan sampel Kratingdaeng-s tersebut ditambahkan sejumlah tertentu larutan vitamin C dan natrium benzoat BPFI spiking kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung vitamin C dan natrium benzoat, jika terjadi peningkatan tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking.

3.5.5 Penetapan kadar sampel Kratingdaeng-s

Ditimbang 100 ml larutan sampel, dicatat beratnya. Dimasukkan 1 ml sampel kedalam labu tentukurkemudian dikarenakan kadar natrium benzoat yang terlalu kecil sehingga dengan metode addisi spiking ditambahkan natrium benzoat BPFI 100 µgml kedalam beserta sampel tadi,dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dandikocok sampai homogen, kemudian disonikasi selama 30 menit. Disaring dengan membrane filter PTFE 0,2 µm. Kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT menggunakan Syringe Perfection sebanyak 10 µl, menggunakan fase gerak dapar 34 fosfat pH 2,6 : metanol, dengan perbandingan 50:50, laju alir 1mlmenit,dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dilakukan perlakuan ini sebanyak 6 kali pengulangan untuk setiap sampel minuman berenergi. Kosentrasi dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel pada Y dari persamaan regresi: Y = ax + b.

3.5.5.1 Analisis data penetapan kadar secara statistik

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji T. Menurut Harmita 2004, rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi SD adalah: 1 2 − − = ∑ n X X SD Kadar dapat dihitung menggunakan rumus: Kadar µ gg = Kosentrasi µgml X Faktor pengenceran ml Berat Sampel g Dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus: t hitung n SD X X − = Dengan dasar penolakan data apabila t hitung t tabel, pada taraf kepercayaan 99 dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1. Keterangan :SD = Standar deviasi X = Kadar dalam satu perlakuan X = Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah pengulangan Untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus: n SD x t X dk 2 1 1 α µ − ± = Keterangan:μ = Kadar sebenarnya 35 X = Kadar sampel n = Jumlah pengulangan t = Harga t tabel sesuai dengan derajat kepercayaan dk = Derajat kebebasan 3.5.6 Metode validasi 3.5.6.1 Kecermatan accuracy Menurut Harmita 2004, kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut Harmita 2004, hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali recovery. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Perolehan Kembali= CF −CA C ∗A x 100 Keterangan : C F = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran µgml C A = Konsentrasi sampel sebenarnya µgml CA = Konsentrasi analit yang ditambahkan µgml

3.5.6.2 Keseksamaan precision

Menurut Rohman 2007, presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama. Untuk menguji data presisi RSD, diambil data-data dari perolehan kembali, kemudian dihitung standar deviasi setelah itu, dihitung RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari perolehan kembali kemudian dikali 100.Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Relatif Standar Deviasi RSD dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan: ��� = 100 � �� X Keterangan: RSD = Relatif Standar Deviasi 36 SD = Standar deviasi serangkaian data X = rata-rata data. Sementara itu, nilai SD dihitung dengan : SD = 2 1 − − ∑ n X X Keterangan: X = nilai dari masing-masing pengukuran X = Rata-rata mean dari pengukuran n = banyaknya data n-1= Derajat kebebasan

3.5.6.3 Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ

Menurut Harmita 2004, batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas.Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.Limit Of DetectionLOD dan Limit Of Quantitation LOQdapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Syx = 2 2 − − ∑ n Yi Y Slope x Sy x LOD 3 = Slope x Sy x LOQ 10 = 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak Dari hasil penelitian pendahuluan dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun perbandingan fase gerak yang dioptimasi adalah dapar fosfat pH 2,6 : metanol dengan perbandingan 80:20; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90 dengan laju alir 1 mlmenit, dideteksi dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 1, 2, dan 3.Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 sampai Tabel 4. Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap waktu retensi Senyawa Perbandingan fase gerak 70:30

60:40 50:50

40:60 30:70

20:80 Benzoat 13,187 8,007 4,966 3,861 3,301 3,082 vitamin C 2,654 2,567 2,605 2,603 2,629 2,631 Tabel 2. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Area Senyawa Perbandingan fase gerak 70:30

60:40 50:50

40:60 30:70

20:80 benzoat 346,630 348,713 341,245 336,527 328,882 315,318 vitamin C 59,5271 97,5013 106,278 117,023 119,399 281,869 Tabel 3. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Lempeng Teoritis Senyawa Perbandingan fase gerak 70:30

60:40 50:50

40:60 30:70

20:80 Benzoat 7297 6714 5941 4694 1642 1245 vitamin C 3857 1906 4363 2377 831 1649 38 Tabel 4. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Faktor Pengekoran Senyawa Perbandingan fase gerak 70:30

60:40 50:50

40:60 30:70

20:80 Benzoat 1,106 1,072 1,059 1,061 1,138 1,123 vitamin C 1,569 2,476 1,428 1,770 1,623 1,092 Berdasarkan Tabel 1 sampai Tabel 4 dapat dilihat hasil optimasi dengan menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB 250 mm x 4,6 mm C 18 , autosampler diperoleh perbandingan komposisi fase gerak yang terbaik yaitu pada perbandingan dapar fosfat pH 2,6 : metanol 50:50. Pemilihan komposisi fase gerak yang terbaik ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, pemisahan kromatogram resolusi yang baik, nilai Lempeng Teoritis yang valid dan Faktor Pengekoran tailing yang paling kecil.

4.2 Analisis Campuran Natrium benzoat dan Vitamin C Baku

Menggunakan KCKT Dipipet LIB I sebanyak 1 ml untuk natrium benzoat dan dipipet dari LIB I untuk vitamin C sebanyak 0,3 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan kosentrasi natrium benzoat 100 µgml dan vitamin C 30 µgml. Kemudian larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan sebanyak 10 µl dan dideteksi pada panjang gelombang 254nm.Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 7. 39 Waktu retens i k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng teoritis R α 2,606 4,973 1,61 3,99 369,11108 337,00629 59,11909 32,11016 0,78 0,92 0,0921 0,1524 4442 5903 - 11,38 - 2,47 Gambar7 . Kromatogram Campuran natrium benzoat dan Vitamin C BPFI Dari gambar 7. waktu retensi untuk vitamin C adalah 2,606 menit, dengan lempeng teoritis sebesar 4442 dan faktor pengekoran sebesar 1,08796, sedangkan waktu retensi natrium benzoat adalah 4,973, dengan nilai lempeng teoritis sebesar 5903, faktor pengekoran sebesar 1,32255dan resolusi sebesar 11,38. Nilai ini memenuhi syarat dimana nilai lempeng teoritis lebih besar dari 2000, resolusi lebih besar dari 1,5 dan faktor pengekoran kurang dari 2 Ditjen POM,1995.

4.3 Analisis Kualitatif

Hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk vitamin C dan natrium benzoat, diperoleh komposisi fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol 50:50. Analisis dilakukan dengan menginjekkan 10 μL analit dan dianalisis pada panjang gelombang 254 nm. Untuk mengetahui bahwa sampel yang dianalisis mengandung vitamin C dan natrium benzoat maka dilakukan spiking dengan cara menambahkan baku ke dalam sampel dan dianalisis pada kondisi kromatografi yang sama. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 sebagai berikut. 40 Waktu retensi k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng teoritis R α 2,576 5,099 1,58 4,11 107,19990 13,84946 10,93443 1,40597 0,73 0,62 0,1942 0,1394 976 7401 - 8,89 - 2,60 Gambar 8. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s sebelum penambahan baku Waktu retensi k Luas Area Tinggi Simetris Lebar Lempeng teoritis R α 2,608 5,044 1,62 4,40 222,60658 437,66837 34,59058 41,29656 0,83 0,56 0,0900 0,1417 4659 7991 - 10,39 - 2,74 Gambar 9. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s setelah penambahan baku. Hasil analisis pada gambar 8 dan gambar 9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak kromatogram vitamin C dan natrium benzoat yang diamati sebelumnya sehingga dapat dinyatakan bahwa kromatogram yang diamati dalam larutan sampel Kratingdaeng-s adalah benar merupakan kromatogram vitamin C dan natrium benzoat, namun pemisahan vitamin C dengan komponen lain belum terpisah sempurna dikarenakan pada sampel tidak dilakukan optimasi seperti pada masing-masing baku BPFI. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya benzoat dan vitamin C dalam sampel.Data dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hasil Analisis Kualitatif Benzoat dan vitamin C pada sampel No. Pereaksi Hasil reaksi 1. Natrium Benzoat FeCl 3 Kratingdaeng-s 41 Endapan kuning jingga 2. Vitamin C FeCl3 + NaOH Unggu Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil pengujian kualitatif bahwa Sampel Kratingdaeng-s positif vitamin C dan natrium benzoat karena menghasilkan warna ungu dengan penambahan besi III klorida dan natrium hidroksida serta endapan kuning jingga dengan penambahan besi III klorida Vogel, 1985.

4.4 Analisis Kuantitatif

Dokumen yang terkait

Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

4 88 46

Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pada Penetapan Kadar Simvastatin Tablet Menggunakan Fase Gerak Asetonitril : Air

6 110 114

Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan Kadar Siklamat dalam Minuman Ringan

2 93 105

Penetapan Kadar Simvastatin Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dengan Fase Gerak Metanol–Air

23 164 114

Analisa Metanol, Etanol Dan Triklosan Dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid Secara Kromatografi Gas Dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

5 96 46

Optimasi Fase Gerak Metanol-Dapar Fosfat dan Laju Alir pada Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

2 85 119

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat PH 4,4-Metanol Pada Penetapan Kadar Campuran Amoksisilin Dan Kalium Klavulanat Dalam Tablet Secara Simultan Dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

3 57 126

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 1 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Energi - Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 1 23

Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat Ph 2,6 : Metanol Terhadap Vitamin C Dan Natrium Benzoat Dalam Kratingdaeng-S Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 1 16