30
3.4.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium benzoat BPFI
Ditimbangseksamasejumlah 10
mg serbuknatrium benzoat
BPFI,dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides, hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µgml
LIB I.
3.5 Prosedur Analisis Menggunakan KCKT
3.5.1 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT
Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan AgilentC
18
250 mm x 4,6 mmautosampler, detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang
254 nm dengan suhu 30
o
C. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1
mlmenit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.
3.5.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum
Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak divariasikan untuk menda patkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH2,6:
metanol yang divariasikan adalah 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90, dengan laju alir 1 mlmenit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu
retensi yang singkat, resolusi yang baik, nilai lempeng teoritis yang valid dan tailing faktor paling kecil yang akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.
3.5.3 Analisis kualitatif
31
Analisis kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya vitamin C dan natrium benzoat dan didalam Kratingdaeng-s.Data dapat dilihat
pada Tabel 5.
3.5.4 Analisis Kuantitatif
3.5.4.1 Penentuan waktu retensi Vitamin C baku
Dipipet larutan induk baku I LIB I dengan konsentrasi 1000 µgml0,3 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides
hingga garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 30µgml. Kemudian larutan disaring dengandengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30
menit kemudian diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe Perfectionsebanyak 10 µl menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol,
dengan perbandingan 50:50, laju alir 1mlmenit,dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm selanjutnya dilihat waktu retensinya. Data dapat dilihat
padaTabel 1.
3.5.4.2 Penentuan waktu retensi Natrium benzoat Baku
Dipipet larutan induk baku I LIB I dengan konsentrasi 1000 µgml1ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga
garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 100µgml. Kemudian larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30 menit kemudian
diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe Perfectionsebanyak 10 µl menggunakan fase gerak dapar fosfat : metanol, dengan perbandingan 50:50,
laju alir 1mlmenit, suhu 30
o
C dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.Selanjutnya dilihat waktu retensinya.Data dapat dilihat pada Tabel 1.
3.5.4.3 Analisis campuran Vitamin C baku dan Natrium benzoat baku menggunakan KCKT
32
Dipipet 0,3 ml dari LIBI vitamin C dan dipipet LIB I sebanyak 1 ml dari LIB I natrium benzoat dimasukan kedalam labu tentukur 10 ml, dan dilarutkan
dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh kosentrasi 30 µgml vitamin C dan 100 µgml natrium benzoat Kemudian disaring dengan membrane
filter PTFE 0,2µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl dengan fase gerak dapar fosfat : metanol 50:50, laju alir 1 mlmenit, suhu 30
C dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.
3.5.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi Vitamin C BPFI
Dipipet LIB I sebanyak 2 ml masukan ke dalam labu 10 ml untuk pembuatan LIB II 200µgml. Dari LIB II dipipet 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 1,5
ml; dan 2 ml; dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan Aquabides hingga garis tanda dikocokhomogen sehingga diperoleh
konsentrasi 5 µgml, 10 µgml, 20 µgml, 30µgml, dan 40µgml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan
diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl secara autosampler, elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area
yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.
3.5.4.5 Pembuatan kurva kalibrasi Natrium benzoat BPFI
Dipipet LIB I sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga
garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 50µgml, 100 µgml, 150µgml, 200µgml, dan 250µgml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan
membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl
33
secara autosampler dengan elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram
dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.
3.5.4.6 Uji identifikasi Vitamin C dan Natrium benzoat
Sampel Kratingdaeng-s diinjekkan sebanyak 10µl, dianalisis pada kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat: metanol 50:50
dengan laju alir 1 mlmenit dengan suhu 30 C pada panjang gelombang 254 nm.
Selanjutnya untuk identifikasi, pada larutan sampel Kratingdaeng-s tersebut ditambahkan sejumlah tertentu larutan vitamin C dan natrium benzoat BPFI
spiking kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil
spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung vitamin C dan natrium benzoat, jika terjadi peningkatan tinggi
puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking.
3.5.5 Penetapan kadar sampel Kratingdaeng-s
Ditimbang 100 ml larutan sampel, dicatat beratnya. Dimasukkan 1 ml sampel kedalam labu tentukurkemudian dikarenakan kadar natrium benzoat yang
terlalu kecil sehingga dengan metode addisi spiking ditambahkan natrium benzoat BPFI 100 µgml kedalam beserta sampel tadi,dimasukkan ke dalam labu
tentukur 10 ml dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dandikocok sampai homogen, kemudian disonikasi selama 30 menit. Disaring dengan
membrane filter PTFE 0,2 µm. Kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT menggunakan Syringe Perfection sebanyak 10 µl, menggunakan fase gerak dapar
34
fosfat pH 2,6 : metanol, dengan perbandingan 50:50, laju alir 1mlmenit,dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dilakukan perlakuan ini sebanyak 6
kali pengulangan untuk setiap sampel minuman berenergi. Kosentrasi dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel
pada Y dari persamaan regresi: Y = ax + b.
3.5.5.1 Analisis data penetapan kadar secara statistik
Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji T. Menurut Harmita 2004, rumus yang digunakan untuk menghitung
Standar Deviasi SD adalah:
1
2
− −
=
∑
n X
X SD
Kadar dapat dihitung menggunakan rumus: Kadar µ
gg =
Kosentrasi µgml X Faktor pengenceran ml Berat Sampel g
Dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:
t hitung
n SD
X X
− =
Dengan dasar penolakan data apabila t hitung t tabel, pada taraf kepercayaan 99 dengan nilai
α = 0,01, dk = n – 1. Keterangan :SD
= Standar deviasi X
= Kadar dalam satu perlakuan
X
= Kadar rata-rata dalam satu sampel n
= Jumlah pengulangan Untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus:
n SD
x t
X
dk 2
1 1
α
µ
−
± =
Keterangan:μ = Kadar sebenarnya
35
X = Kadar sampel
n = Jumlah pengulangan
t = Harga t
tabel
sesuai dengan derajat kepercayaan dk
= Derajat kebebasan
3.5.6 Metode validasi 3.5.6.1 Kecermatan
accuracy
Menurut Harmita 2004, kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut
Harmita 2004, hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali recovery. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Perolehan Kembali=
CF −CA
C ∗A
x 100 Keterangan :
C
F
= Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran µgml C
A
= Konsentrasi sampel sebenarnya µgml CA = Konsentrasi analit yang ditambahkan µgml
3.5.6.2 Keseksamaan precision
Menurut Rohman 2007, presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada
sampel yang sama. Untuk menguji data presisi RSD, diambil data-data dari perolehan kembali, kemudian dihitung standar deviasi setelah itu, dihitung
RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari perolehan kembali kemudian dikali 100.Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Relatif
Standar Deviasi RSD dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan: ��� =
100 � ��
X
Keterangan: RSD = Relatif Standar Deviasi
36
SD = Standar deviasi serangkaian data X = rata-rata data.
Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :
SD =
2
1 −
−
∑
n X
X
Keterangan: X = nilai dari masing-masing pengukuran
X
= Rata-rata mean dari pengukuran n = banyaknya data
n-1= Derajat kebebasan
3.5.6.3 Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ
Menurut Harmita 2004, batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas.Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.Limit Of DetectionLOD dan Limit Of Quantitation LOQdapat
dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Syx =
2
2 −
−
∑
n Yi
Y
Slope x
Sy x
LOD 3
=
Slope x
Sy x
LOQ 10
=
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak
Dari hasil penelitian pendahuluan dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun perbandingan fase gerak yang
dioptimasi adalah dapar fosfat pH 2,6 : metanol dengan perbandingan 80:20; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90 dengan laju alir 1 mlmenit,
dideteksi dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 1, 2, dan 3.Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak
terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 sampai Tabel 4.
Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap waktu retensi
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
13,187 8,007
4,966 3,861
3,301 3,082
vitamin C
2,654 2,567
2,605 2,603
2,629 2,631
Tabel 2. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Area
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
benzoat
346,630 348,713
341,245 336,527
328,882 315,318
vitamin C
59,5271 97,5013
106,278 117,023
119,399 281,869
Tabel 3.
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Lempeng Teoritis
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
7297 6714
5941 4694
1642 1245
vitamin C
3857 1906
4363 2377
831 1649
38
Tabel 4.
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap Faktor Pengekoran
Senyawa Perbandingan fase gerak
70:30
60:40 50:50
40:60 30:70
20:80
Benzoat
1,106 1,072
1,059 1,061
1,138 1,123
vitamin C
1,569 2,476
1,428 1,770
1,623 1,092
Berdasarkan Tabel 1 sampai Tabel 4 dapat dilihat hasil optimasi dengan menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB 250 mm x 4,6 mm C
18
, autosampler diperoleh perbandingan komposisi fase gerak yang terbaik yaitu pada
perbandingan dapar fosfat pH 2,6 : metanol 50:50. Pemilihan komposisi fase gerak yang terbaik ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, pemisahan
kromatogram resolusi yang baik, nilai Lempeng Teoritis yang valid dan Faktor Pengekoran tailing yang paling kecil.
4.2 Analisis Campuran Natrium benzoat dan Vitamin C Baku
Menggunakan KCKT
Dipipet LIB I sebanyak 1 ml untuk natrium benzoat dan dipipet dari LIB I untuk vitamin C sebanyak 0,3 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml,
dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan kosentrasi natrium benzoat 100 µgml dan vitamin C 30 µgml. Kemudian
larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan sebanyak 10 µl dan dideteksi pada panjang gelombang
254nm.Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 7.
39 Waktu
retens i
k Luas Area
Tinggi Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,606 4,973
1,61 3,99
369,11108 337,00629
59,11909 32,11016
0,78 0,92
0,0921 0,1524
4442 5903
-
11,38
-
2,47
Gambar7
. Kromatogram Campuran natrium benzoat dan Vitamin C BPFI Dari gambar 7. waktu retensi untuk vitamin C adalah 2,606 menit, dengan
lempeng teoritis sebesar 4442 dan faktor pengekoran sebesar 1,08796, sedangkan waktu retensi natrium benzoat adalah 4,973, dengan nilai lempeng teoritis sebesar
5903, faktor pengekoran sebesar 1,32255dan resolusi sebesar 11,38. Nilai ini memenuhi syarat dimana nilai lempeng teoritis lebih besar dari 2000, resolusi
lebih besar dari 1,5 dan faktor pengekoran kurang dari 2 Ditjen POM,1995.
4.3 Analisis Kualitatif
Hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk vitamin C dan natrium benzoat, diperoleh komposisi fase gerak dapar fosfat
pH 2,6 : metanol 50:50. Analisis dilakukan dengan menginjekkan 10 μL analit dan dianalisis pada panjang gelombang 254 nm. Untuk mengetahui bahwa sampel
yang dianalisis mengandung vitamin C dan natrium benzoat maka dilakukan spiking dengan cara menambahkan baku ke dalam sampel dan dianalisis pada
kondisi kromatografi yang sama. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 sebagai berikut.
40 Waktu
retensi k
Luas Area Tinggi
Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,576 5,099
1,58 4,11
107,19990 13,84946
10,93443 1,40597
0,73 0,62
0,1942 0,1394
976 7401
-
8,89
-
2,60
Gambar 8. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s sebelum penambahan baku
Waktu retensi
k Luas Area
Tinggi Simetris Lebar
Lempeng teoritis
R α
2,608 5,044
1,62 4,40
222,60658 437,66837
34,59058 41,29656
0,83 0,56
0,0900 0,1417
4659 7991
-
10,39
-
2,74
Gambar 9.
Kromatogram sampel Kratingdaeng-s setelah penambahan baku. Hasil analisis pada gambar 8 dan gambar 9 menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan luas area dan tinggi puncak kromatogram vitamin C dan natrium benzoat yang diamati sebelumnya sehingga dapat dinyatakan bahwa kromatogram
yang diamati dalam larutan sampel Kratingdaeng-s adalah benar merupakan kromatogram vitamin C dan natrium benzoat, namun pemisahan vitamin C
dengan komponen lain belum terpisah sempurna dikarenakan pada sampel tidak dilakukan optimasi seperti pada masing-masing baku BPFI.
Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya benzoat dan vitamin C dalam sampel.Data dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil Analisis Kualitatif Benzoat dan vitamin C pada sampel
No. Pereaksi
Hasil reaksi 1.
Natrium Benzoat FeCl
3
Kratingdaeng-s
41
Endapan kuning jingga 2.
Vitamin C FeCl3 + NaOH
Unggu Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil pengujian kualitatif bahwa Sampel
Kratingdaeng-s positif vitamin C dan natrium benzoat karena menghasilkan warna ungu dengan penambahan besi III klorida dan natrium hidroksida serta
endapan kuning jingga dengan penambahan besi III klorida Vogel, 1985.
4.4 Analisis Kuantitatif
4.4.1 Penentuan kurva kalibrasi Vitamin C Baku
Penentuan kurva kalibrasi Vitamin C BPFI ditentukan berdasarkan luas area pada konsentrasi 5µgml, 10 µgml, 20µgml, 30µgml, dan 40µgml,
diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r = 0.99973dan persamaan regresi Y = 21,729726X – 10,09488. Nilai r
≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara luas area dan
konsentrasi. Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Kurva kalibrasi Vitamin CBPFI secara KCKT
Nilai r ≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan
adanya hubungan antara luas area dan konsentrasi Moffat, dkk., 2005.
4.4.2 Penentuan kurva kalibrasi Natrium benzoat Baku
Penentuan kurva kalibrasi natriumbenzoat BPFI ditentukan berdasarkan luas area pada konsentrasi 50µgml, 100µgml, 150µgml, 200µgml, dan
42
250µgml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r = 0.99999dan persamaan regresi Y = 3,8025714 X + 0,334575. Nilai r
≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara
luas area dan konsentrasi. Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11.
Kurva kalibrasi natrium benzoat BPFI secara KCKT
4.4.3 Penetapan kadar Vitamin C dan natrium benzoat di dalam Kratingdaeng-s