TUJUAN MANFAAT Analysis of Food Safety System for Catering Industry, A Case Study in PT ELN, Jakarta

terkait dapat ditekan seperti biaya untuk penanganan pasien yang terkena keracunan pangan, hilangnya pendapatan pasien penderita keracunan pangan akibat kehilangan waktu kerja karena sakit, serta biaya untuk penyembuhan pasien akibat keracunan pangan. Penerapan sistem HACCP di PT ELN dinilai efektif untuk mencegah dan meminimalisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan siap saji atau katering PT ELN bisa menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan meningkatkan penjualan produk pangan siap saji perusahaan katering.

1.2. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Melakukan kajian kecukupan sistem keamanan pangan, untuk menekan kemungkinan terjadinya resiko kejadian luar biasa KLB penyakit yang ditularkan melalui pangan pada industri jasa boga serta memberikan rekomendasi bagi pemilihan jenis sertifikasi sistem keamanan pangan yang efektif untuk usaha jasa boga atau katering. 2. Mengevaluasi kondisi yang ada pada usaha jasa boga atau katering dalam rangka sertifikasi HACCP di PT ELN. 3. Menyusun dokumen rancangan sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point atau HACCP Plan dan merekomendasikan rancangan sistem HACCP tersebut sebagai panduan dasar dalam penerapan dan sertifikasi sistem HACCP untuk produksi pangan pada industri jasa boga di PT ELN.

1.3. MANFAAT

Kajian yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait yaitu pengusaha jasa boga dan pemerintah serta perusahaan pengguna usaha jasa boga mengenai sistem keamanan pangan yang tepat untuk diterapkan pada industri jasa boga atau katering. Dalam rangka memenuhi persyaratan perusahaan pengguna jasa boga, maka PT ELN berusaha menerapkan sistem keamanan pangan HACCP guna mendapatkan sertifikasi sistem HACCP. Namun demikian, kajian yang dilakukan pada penelitian ini berusaha mendapatkan informasi apakah industri jasa boga pada akhirnya wajib memiliki sertifikasi sistem HACCP atau cukup dengan mengikuti program-program keamanan pangan yang telah dikembangkan oleh pemerintah. Tersusunnya sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point yang didukung dengan pemenuhan dokumen persyaratan kelayakan dasar prerequisite programs dan cara produksi pangan yang baik melalui good hygiene practices GHP pada PT ELN menyebabkan dapat dilakukannya penerapan dan sertifikasi sistem HACCP sesuai dengan SNI 01-4582-1998 Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis – HACCP serta Pedoman BSN 1004-2002. Implementasi sistem HACCP di PT ELN tersebut diharapkan 1 meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui pangan 2 mengetahui cara memproduksi pangan yang baik sehingga diketahui bahaya yang mungkin timbul dari pangan 3 memperbaiki cara memproduksi pangan yang baik dengan memberikan perhatian khusus terhadap proses yang dianggap kritis 4 memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan 5 meningkatkan inspeksi mandiri oleh pengolah pangan 6 mencegah usaha jasa boga atau katering ditutup karena kasus keracunan pangan mencegah jasa boga atau katering ditutup 7 mencegah kehilangan pelanggan 8 meningkatkan kepercayaan pelanggan 9 mencegah pemborosan biaya atau kerugian karena masalah pangan. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. INDUSTRI PANGAN JASA BOGA

2.1.1. Definisi dan Karakteristik

Saat ini usaha jasa penyediaan makanan dan minuman atau jasa boga atau katering adalah usaha yang memberikan prospek yang baik jika dilakukan dengan benar, karenanya banyak sekali bermunculan usaha jasa boga di kota-kota besar di Indonesia. Setiap usaha jasa boga haruslah memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan setempat. Berbagai persyaratan harus dipenuhi oleh usaha jasa boga, tergantung dari kriteria atau golongan usaha tersebut. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 715MenkesSKV2003, yang mengatur tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Pada tahun 2011 Menteri Kesehatan mengeluarkan Permenkes RI No. 1096MenkesPERVI2011 guna menyempurnakan Kepmenkes No. 715MenkesSKV2003 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Untuk usaha jasa boga yang telah memiliki Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 715MenkesSKV2003, sertifikat tersebut masih berlaku sampai habis masa berlakunya. Sedangkan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi yang sedang dalam proses sebelum Permenkes 2011 diberlakukan, maka pelaksanaannya sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715MenkesSKV2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga. Permenkes RI Nomor 1096MenkesPERVI2011 ditetapkan pada tanggal 7 Juni 2011, dan untuk selanjutnya akan menjadi acuan yang digunakan dalam penelitian ini. Sesuai definisi Jasa Boga menurut Permenkes RI Nomor 1096MenkesPERVI2011, usaha jasa boga termasuk di dalamnya usaha katering adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Sedangkan pengolahan dari jasa boga itu sendiri adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. Usaha jasa boga dibagi menjadi tiga golongan, yakni golongan A, B, dan C dimana golongan tersebut didasarkan pada luasnya jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani. Jasa boga golongan A adalah usaha yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri dari A1, A2, dan A3. Sedangkan golongan B yakni jasa boga yang melayani kebutuhan khusus seperti asrama penampungan jemaah haji, perusahaan, pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri, dan sarana pelayanan rumah sakit. Untuk golongan C yakni jasa boga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara. Sedangkan beberapa kriteria serta persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha saat memulai usaha di bidang jasa boga adalah sebagai berikut : 1. Golongan A, yang terdiri dari : 1.1. Golongan A1 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola keluarga, serta kapasitas pengolahan yang kurang dari 100 porsi. 1.2. Golongan A2 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja karyawan, dan kapasitas pengolahan antara 101-500 porsi. 1.3. Golongan A3 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja karyawan dan kapasitas pengolahan yang lebih dari 500 porsi. 2. Golongan B dengan kriteria melayani kebutuhan khusus untuk asrama seperti asrama penampungan jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan, angkutan umum dalam negeri dan sebagainya, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja karyawan. 3. Golongan C dengan kriteria melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja karyawan. Untuk persyaratan usaha jasa boga termasuk katering, Permenkes No. 1096MenkesPERVI2011 memberikan persyaratan sebagai berikut : 1. Golongan A, yang terdiri dari : 1.1. Golongan A1 :