Metode Pengumpulan Data: Metode Pengumpulan Data: Metode Pengumpulan Data: Metode Analisis Data:

Mendesak M Tidak Mendesak TM Penting P Prioritas I: Suatu kawasan hutan konservasi bernilai penting dan mendesak untuk direstorasi Prioritas III: Suatu kawasan hutan koservasi bernilai penting, tetapi tidak mendesak untuk direstorasi Tidak Penting TP Prioritas II: Suatu kawasan hutan konservasi tidak bernilai penting, tetapi mendesak untuk direstorasi Prioritas IV: Suatu kawasan hutan konservasi tidak bernilai penting dan tidak mendesak untuk direstorasi Gambar 6 Diagram matriks prioritas restorasi suatu kawasan hutan konservasi 3.3.2. Perumusan Kriteria LokasiBagian Kawasan Hutan Konservasi Tertentu yang Perlu Segera Direstorasi Perumusan kriteria lokasibagian kawasan hutan konservasi tertentu yang perlu segera direstorasi dilakukan melalui pendekatan terhadap kriteria yang dapat berlaku umum pada semua kawasan hutan konservasi.

a. Metode Pengumpulan Data:

Untuk memperoleh kriteria yang dapat berlaku umum pada semua kawasan hutan konservasi dilakukan melalui studi literatur terhadap kondisi kawasan hutan konservasi tersebut, terutama pada kawasan taman nasional. Kemudian pada kawasan taman nasional tersebut ditentukan kriteria yang dapat berlaku umum pada semua kawasan taman nasional. Kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria hipotetik yang selanjutnya diajukan kepada pakarahli sebagai bahan untuk merumuskan kriteria lokasibagian kawasan hutan konservasi tertentu yang perlu segera direstorasi. Perumusan kriteria lokasibagian kawasan hutan konservasi tertentu yang perlu segera direstorasi oleh pakarahli disajikan pada Lampiran 6. Tahapan metode pengumpulan data selanjutnya sama seperti metode pengumpulan data pada subbab 3.3.1. Tingkat Kemendesakan Tingkat Kepentingan

b. Metode Analisis Data:

Metode analisis data untuk merumuskan kriteria lokasibagian kawasan hutan konservasi tertentu yang perlu segera direstorasi sama seperti metode analisis data pada subbab 3.3.1. Untuk menentukan lokasibagian kawasan hutan konservasi yang perlu segera direstorasi dilakukan dengan menggunakan metode Geographical Information System GIS, yaitu melalui skoring dan overlay. Model analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: ∑ = = n i i i xS B Y 1 dimana: Y = Nilai prioritas lokasibagian kawasan hutan konservasi yang perlu segera direstorasi B i = Bobot kriteria ke-i S i = Skala intensitas kriteria ke-i Kategori penilaian untuk merumuskan lokasibagian kawasan hutan konservasi yang perlu segera direstorasi adalah sebagai berikut: 1 Prioritas I Prioritas Sangat Tinggi 2 Prioritas II Prioritas Tinggi 3 Prioritas III Prioritas Sedang 4 Prioritas IV Prioritas Rendah Untuk kawasan hutan konservasi yang berupa hutan tanaman dengan tegakan penyusunnya jenis eksotik secara otomatis dimasukkan ke dalam kategori Prioritas I Prioritas Sangat Tinggi, karena menurut kaidah konservasi terdapatnya keaslian di suatu kawasan hutan konservasi merupakan suatu hal yang mutlak. Adapun penentuan panjang selang interval untuk tiap kategori penilaian ditentukan dengan rumus: P = ∑ - n Ymin Ymax Dimana: P = Panjang selang interval tiap kategori penilaian Ymax = Nilai maksimum Ymin = Nilai minimum n = Jumlah kategori penilaian Kegiatan analisis data spasial dilakukan dengan menggunakan software Arc GIS version 9.3.

3.3.3. Penentuan Acuan Restorasi

Untuk memperoleh data dalam menentukan acuan restorasi di kawasan hutan konservasi dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak pada ekosistemtipe vegetasi hutan alam yang menjadi ekosistem acuan bagi kawasanbagian kawasan hutan konservasi yang akan direstorasi. Metode jalur berpetak merupakan kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak, yaitu untuk pohon digunakan metode jalur, sedangkan untuk semai, pancang, dan tiang digunakan metode garis berpetak Soerianegara dan Indrawan, 1998.

3.3.4. Penentuan Prioritas Jenis Terpilih

Untuk menentukan prioritas jenis terpilih dilakukan dengan menyeleksi jenis-jenis tumbuhan asli yang mampu hidupterdapat pada seluruh tipe vegetasi hutan yang dimiliki oleh kawasan hutan konservasi. Sehingga untuk memperoleh data tersebut, selain dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi pada tipe vegetasi hutan alam, juga dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi pada tipe vegetasi hutan lainnya yang terdapat di suatu kawasan hutan konservasi. 3.4. Uji Coba Model 3.4.1. Lokasi Uji Coba Model Uji coba model dilakukan di kawasan TNGGP. Dari 50 unit taman nasional yang terdapat di Indonesia, 48 24 unit tergolong taman nasional yang memiliki ekosistem hutan dataran rendah dan 52 26 unit tergolong taman nasional yang memiliki ekosistem hutan pegunungan Ditjen PHKA, Dephut – LHI – JICA, 2007. Kawasan TNGGP dipilih sebagai tempat uji coba model yang terbaik dalam penelitian ini karena kawasan TNGGP dianggap dapat mewakili kawasan hutan konservasi lainnya. Keterwakilan kawasan hutan konservasi lainnya tersebut dapat dilihat dari tipe ekosistem hutan yang cukup lengkap dimiliki TNGGP, sejarah pembentukan kawasan TNGGP yang cukup kompleks, dan keberadaan jenis-jenis eksotik di kawasan TNGGP yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi. Selain itu, kawasan TNGGP dipilih sebagai tempat uji coba model juga dikarenakan ketersediaan data yang cukup memadai dan luas kawasan yang tidak terlalu besar sehingga dapat memudahkan dalam pelaksanaan uji coba model tersebut. Apabila dilihat dari tipe ekosistem hutan yang dimilikinya, maka kawasan TNGGP memiliki 4 tipe ekosistem hutan yang dapat dibedakan berdasarkan ketinggiannya, yaitu tipe hutan dataran rendah 1.000 mdpl terutama pada kawasan perluasan TNGGP wilayah Bogor, tipe hutan hujan pegunungan bawah submontana 1.000 – 1.500 mdpl, tipe hutan hujan pegunungan montana 1.500 – 2.400 mdpl, dan tipe hutan hujan subalpin 2.400 – 4.150 mdpl. Sedangkan apabila dilihat dari sejarahnya, kawasan TNGGP memiliki sejarah pembentukan yang cukup kompleks. Kawasan TNGGP seluas 15.196 ha pada tahun 1982 merupakan penggabungan dari beberapa kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan lainnya, yaitu kawasan hutan CA Cibodas, CA Cimungkat, CA Gunung Gede Pangrango, TWA Situ Gunung, dan areal hutan alam di lereng hutan Gunung Gede Pangrango. Pada tahun 2003, kawasan TNGGP ditambah lagi dengan kawasan hutan hasil alih fungsi kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani menjadi kawasan hutan konservasi kawasan perluasan TNGGP, sehingga luas kawasan TNGGP kini menjadi 22.851,030 ha. Selain itu, pada kawasan TNGGP juga terdapat jenis-jenis eksotik yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi yang mensyaratkan terjaganya keaslian di kawasan hutan konservasi. Jenis-jenis eksotik tersebut dapat dijumpai baik pada hutan miskin jenis yang merupakan eks kawasan hutan produksi yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani jenis pinus dan damar maupun pada hutan alam di kawasan TNGGP. Basuni 2003 menyebutkan bahwa terdapat 42 jenis eksotik di kawasan TNGGP. Seperti halnya kawasan hutan konservasi lainnya di Indonesia, kawasan TNGGP pun tidak luput dari berbagai gangguan disturbance yang menyebabkan terjadinya kerusakan kawasan hutan tersebut. Berbagai gangguan disturbance yang terjadi di kawasan TNGGP diantaranya adalah penebangan liar, pengambilan hasil hutan nonkayu, pengambilan kayu bakar, dan perambahan lahan Subdit Pemolaan dan Pengembangan, Direktorat Konservasi Kawasan, Ditjen PHKA, Dephut, 2008. Adapun intensitas gangguan disturbance terbesar di kawasan TNGGP terutama terjadi pada kawasan perluasan TNGGP yang memiliki luas 7.655,030 ha dari luas keseluruhan kawasan TNGGP seluas 22.851,030 ha. Kawasan hutan perluasan TNGGP tersebut merupakan kawasan hutan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani sebagai hutan produksi dan hutan lindung yang secara resmi telah diserahterimakan dari Perum Perhutani kepada Departemen Kehutanan c.q. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam pada tanggal 29 Januari 2009 PIK, Dephut, 2009. Terdapatnya berbagai gangguan disturbance yang menyebabkan kerusakan kawasan TNGGP dapat mengurangi peranan penting kawasan TNGGP bagi kehidupan masyarakat sekitar. Terjadinya kerusakan hutan dan terdapatnya jenis-jenis eksotik di kawasan TNGGP dapat mengganggu peranan penting kawasan TNGGP bagi kehidupan masyarakat sekitar, terutama dalam perlindungan fungsi hidroorologis dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, maka perlu adanya upaya restorasi pemulihan kawasan TNGGP.

3.4.2. Penentuan Kategori Prioritas Restorasi TNGGP

Untuk uji coba model dalam menentukan kategori prioritas restorasi kawasan TNGGP dilakukan penilaian terhadap kondisi nilai variabel penilaian yang dimiliki oleh kawasan TNGGP sesuai dengan model yang telah dirumuskan pada subbab 3.3.1.

3.4.3. Penentuan LokasiBagian TNGGP yang Perlu Segera Direstorasi

Untuk uji coba model dalam menentukan lokasibagian kawasan TNGGP yang perlu segera direstorasi, langkah pertama adalah dikumpulkannya terlebih dahulu data-data yang diperlukan sesuai dengan kriteria yang telah dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut adalah berupa kondisi biologi, fisik, dan sosial kawasan TNGGP yang diperoleh baik melalui pengumpulan data di lapangan maupun melalui pengumpulan data sekunderstudi literatur.

3.4.3.1. Penutupan Lahan di Kawasan TNGGP

Penutupan lahan di kawasan TNGGP merupakan salah satu data yang diperlukan untuk melakukan uji coba model dalam menentukan lokasibagian kawasan TNGGP yang perlu segera direstorasi. Adapun metode pengumpulan dan analisis data penutupan lahan di kawasan TNGGP dapat dilihat pada uraian berikut ini.

a. Metode Pengumpulan Data:

Untuk memperoleh data penutupan lahan di kawasan TNGGP dilakukan melalui kegiatan observasi lapang dan pengumpulan data spasial yang dibutuhkan, yaitu sebagai berikut: citra landsat TM path 122row 65 tahun 2010; peta digital Rupa Bumi Indonesia; dan peta tata batas kawasan hutan TNGGP. Kegiatan observasi lapang dilakukan untuk mengetahui posisi geografis obyek yang diamati dengan menggunakan alat GPS.

b. Metode Analisis Data:

Citra landsat TM diolah dengan menggunakan software ENVI. Langkah pertama yang dilakukan untuk menganalisis citra landsat TM adalah dengan mengadakan koreksi-koreksi dari citra landsat TM tersebut dengan acuan peta rupa bumi. Proses resampling nilai digital citra asli ke dalam citra terkoreksi dengan menggunakan metode nearest neighbourhood interpolation. Penentuan lokasi penelitian clipping dilakukan dengan menggunakan peta tata batas kawasan hutan TNGGP. Selanjutnya dilakukan interpretasi citra landsat TM Thematic Mapper dengan menggunakan klasifikasi berbasis obyek object oriented classification. Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Adapun kelas klasifikasi tersebut terdiri atas: hutan primer hutan alam yang masih alami, hutan sekunder hutan alam yang terganggu, hutan tanaman, pertanian campur semak, perkebunan, pemukiman, pertanian lahan kering, belukar, sawah, lahan terbuka, badan air, awan dan bayangan awan. Cek lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini di lapangan. Posisi geografis obyek yang diamati di lapangan dapat diketahui dengan menggunakan alat GPS. Untuk pengujian akurasi digunakan metode overall accuracy dengan menggunakan confusion matrix. Akurasi klasifikasi diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan. Akurasi dinilai akurat apabila nilai akurasinya ≥ 85. Peta penutupan lahan tersebut merupakan salah satu peta kriteria yang kemudian diberikan skala intensitas sesuai kondisi variabel penilaian pada kriteria tersebut menjadi peta bobotskala intensitas variabel penilaian. Peta bobotskala intensitas variabel penilaian untuk kriteria penutupan lahan tersebut kemudian akan dijadikan sebagai input dalam analisis selanjutnya untuk menentukan lokasibagian kawasan TNGGP yang perlu segera direstorasi. Proses pengolahan citra disajikan pada Gambar 7 berikut ini. Gambar 7 Proses pengolahan citra 3.4.3.2. Kondisi Kriteria Lainnya di Kawasan TNGGP Untuk memperoleh data-data kriteria lainnya dalam menentukan lokasibagian kawasan TNGGP yang perlu segera direstorasi dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Data-data kriteria lainnya tersebut kemudian dijadikan sebagai data spasial berupa peta kriteria, selanjutnya peta kriteria tersebut diberikan skala intensitas sesuai kondisi variabel penilaian pada kriteria tersebut menjadi peta bobotskala intensitas variabel penilaian. Peta bobotskala intensitas variabel penilaian tersebut kemudian akan dijadikan sebagai input Citra Landsat TM Peta Penutupan Lahan Peta Rupa Bumi Digital Koreksi Radiometrik Koreksi Geometrik Pemilihan Daerah Penelitian Clipping Pengumpulan Data Referensi Reference Data Collection Citra Hasil Klasifikasi Uji Akurasi Klasifikasi Citra Berbasis Obyek Object Oriented Classification Diterima Tidak Diterima dalam analisis selanjutnya untuk menentukan lokasibagian kawasan TNGGP yang perlu segera direstorasi. 3.4.3.3. LokasiBagian TNGGP yang Perlu Segera Direstorasi Untuk uji coba model dalam menentukan lokasibagian TNGGP yang perlu segera direstorasi dilakukan overlay terhadap peta-peta skala intensitasbobot variabel penilaian untuk masing-masing kriteria yang dimiliki oleh kawasan TNGGP sesuai dengan model yang telah dirumuskan pada subbab 3.3.2.

3.4.4. Penentuan Acuan Restorasi TNGGP a. Metode Pengumpulan Data:

Kegiatan analisis vegetasi pada ekosistemtipe vegetasi hutan alam yang menjadi ekosistem acuanmasih baik kondisinya difokuskan pada kawasan hutan TNGGP yang termasuk tipe ekosistem hutan submontana ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl, karena kerusakan hutan yang terjadi pada umumnya terdapat pada tipe ekosistem ini dan pada ketinggian tersebut terdapat kawasan hutan perluasan TNGGP yang sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung eks Perum Perhutani. Peta lokasi kegiatan analisis vegetasi disajikan pada Lampiran 1. Jumlah jalur dalam pengumpulan data vegetasi adalah sebanyak 3 jalur dengan panjang jalur total 1,5 km dan jumlah petak pada masing-masing jalur sebanyak 25 petak dengan luas petak total 3 ha. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada petak-petak contoh berukuran tertentu yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan vegetasi Gambar 8. Keterangan: a. Semai : anakan pohon mulai dari kecambah sampai tinggi 1,5 m b. Pancang : anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m dengan diameter batang 10 cm c. Tiang : pohon muda yang berdiameter ≥ 10 cm sampai diameter 20 cm d. Pohon : pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm Gambar 8 Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak Arah jalur a b c d a b c d Adapun ukuran petak-petak contoh tersebut adalah sebagai berikut: 1 petak ukur tingkat semai dengan luasan 2m x 2m, 2 petak ukur tingkat pancang dengan luasan 5m x 5m, 3 petak ukur tingkat tiang dengan luasan 10m x 10m, dan 4 petak ukur tingkat pohon dengan luasan 20m x 20m.

b. Metode Analisis Data:

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi diketahui komposisi dan struktur jenis vegetasi yang ada di kawasan tersebut. Kemudian setiap jenis vegetasi dihitung Kerapatan K, Kerapatan Relatif KR, Frekuensi F, Frekuensi Relatif FR, Dominansi D, dan Dominansi Relatif DR dengan rumus sebagai berikut: Jumlah individu suatu jenis Kerapatan Jenis K = Luas plot pengamatan Kerapatan suatu jenis Kerapatan Relatif KR = x 100 Kerapatan seluruh jenis Jumlah plot ditemukannya suatu jenis Frekuensi Jenis F = Jumlah total plot pengamatan Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif FR = x 100 Frekuensi seluruh jenis Luas bidang dasar suatu jenis Dominansi Jenis D = Luas plot pengamatan Dominasi suatu jenis Dominansi Relatif DR = x 100 Dominasi seluruh jenis Selanjutnya dihitung nilai Indeks Nilai Penting INP untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus sebagai berikut: • Semai: INP = KR + FR • Pancang, Tiang, Pohon: INP = KR + FR + DR Untuk mengetahui derajat keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan dengan rumus Indeks Shannon sebagai berikut Whittaker, 1975: H’ = ∑ - ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ N i n ln N i n dimana : H’ = Derajat keanekaragaman jenis tumbuhan N = Total INP ni = INP suatu jenis Adapun untuk mengetahui tingkat kemerataan jenis tumbuhan pada seluruh petak contoh pengamatan akan digunakan pendekatan Indeks Kemerataan Fachrul, 2007 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: D max = ln S J’ = H’ D max dimana: D max : dominansi S : jumlah jenis J’ : nilai evenness 0-1 H’ : derajat keanekaragaman jenis tumbuhan

3.4.5. Penentuan Prioritas Jenis Terpilih di TNGGP

Untuk dapat menentukan prioritas jenis terpilih di TNGGP terlebih dahulu perlu dilakukan kegiatan analisis vegetasi pada tipe vegetasi hutan lainnya di kawasan TNGGP yang dilakukan pada tipe vegetasi Hutan Rasamala Campuran, Hutan Puspa Campuran, Hutan Damar, dan Hutan Pinus.

a. Metode Pengumpulan Data:

Untuk memperoleh data komposisi dan struktur vegetasi pada tipe vegetasi Hutan Rasamala Campuran, Hutan Puspa Campuran, Hutan Damar, dan Hutan Pinus di kawasan hutan TNGGP sama seperti metode pengumpulan data pada subbab 3.4.4. Adapun jumlah jalur analisis vegetasi pada masing- masing tipe vegetasi hutan tersebut adalah sebanyak 3 jalur dengan jumlah petak pada masing-masing jalur sebanyak 11 - 25 petak tergantung kondisi di lapangan. Secara lebih detail, jumlah jalur beserta panjang jalur dan jumlah petak beserta luas petak pada masing-masing tipe vegetasi hutan dapat dilihat pada Lampiran 2.

b. Metode Analisis Data:

Metode analisis data yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi pada tipe vegetasi Hutan Rasamala Campuran, Hutan Puspa Campuran, Hutan Damar, dan Hutan Pinus di kawasan hutan TNGGP sama seperti metode analisis data pada subbab 3.4.4.

3.4.6. Prioritas KegiatanTindakan Restorasi TNGGP a. Metode Pengumpulan Data:

Untuk memperoleh datapersepsi tentang kriteria, subkriteria, dan alternatif prioritas kegiatantindakan restorasi TNGGP sama seperti metode pengumpulan data pada subbab 3.3.1. Perumusan kriteria, subkriteria, dan alternatif prioritas kegiatantindakan restorasi TNGGP oleh pakarahli disajikan pada Lampiran 7.

b. Metode Analisis Data:

Metode analisis data untuk merumuskan prioritas kegiatantindakan restorasi di kawasan hutan TNGGP dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process AHP. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan metode Analytical Hierarchy Process AHP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Penyusunan hierarki untuk merumuskan prioritas kegiatantindakan restorasi di kawasan hutan TNGGP. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria, subkriteria, dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki Gambar 9. Penentuan kriteria tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pakarahli survai pakar ataupun berdasarkan hasil kajian ilmiah yang telah dilakukan sebelumnya. Gambar 9 Struktur hierarki AHP 2 Pembobotan kriteria, subkriteria, dan alternatif untuk merumuskan prioritas kegiatantindakan restorasi di kawasan hutan TNGGP. Pembobotan Tujuan Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria n Subkriteria 1 Subkriteria 2 Subkriteria n Alternatif 1 Alternatif 3 Alternatif 2 Alternatif n kriteria, subkriteria, dan alternatif dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan pairwise comparisons dari metode AHP yang dilakukan oleh pengambil kebijakan. Nilai dan definisi pendapat kualitatif berdasarkan skala perbandingan Saaty 1983, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Skala perbandingan nilai dan definisi pendapat kualitatif Nilai Keterangan 1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber: Saaty 1983 Apabila terdapat lebih dari 1 pengambil kebijakan yang memiliki pendapat yang berbeda tentang penilaian terhadap kriteria dan alternatif, maka digunakan nilai rata-rata geometrik yang diperoleh dengan formula sebagai berikut: n n x x x x ... 2 1 = dimana: x = nilai rata-rata geometrik x 1 , x 2 , x n = nilai pengambil kebijakan ke-i n = jumlah pengambil kebijakan Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan menggunakan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Marimin 2005 menjelaskan bahwa matriks tersebut diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen eigenvector. Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah sebagai berikut: 1 Mengkuadratkan matriks tersebut. 2 Menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian melakukan normalisasi. 3 Proses ini dihentikan apabila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk melihat konsistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Index CI dan Consistency Ratio CR dengan formula sebagai berikut: 1 max - - = n n CI l dimana: CI = Consistency Index l max = eigen value maksimum n = jumlah aktivitas atau pilihan RI CI CR = dimana: CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RI = Random Index Indeks acak Random Index untuk matriks ordo 1 sampai dengan 15 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Indeks acak Random Index n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 Pada umumnya, untuk jumlah perbandingan berjumlah sembilan elemen atau kurang, maka penilaian dianggap konsisten apabila Consistency Ratio CR ≤ 0,1 Purnomo, 2005; Marimin, 2005. Kegiatan analisis data dalam AHP dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice 2000.

3.4.6.1. Persepsi Masyarakat Sekitar terhadap Kegiatan Restorasi Kawasan TNGGP

a. Metode Pengumpulan Data: