Persepsi Partisipasi TINJAUAN PUSTAKA

Jawa Barat, dan Banten, kecuali kawasan hutan konservasi. Dengan adanya perluasan kawasan taman nasional dan kawasan taman nasional yang baru dibentuk, maka kawasan hutan yang menjadi kawasan taman nasional tersebut yang semula berfungsi sebagai kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas, kini beralih fungsi menjadi hutan konservasi. Selain itu, terjadi pula perubahan kewenangan pengelolaan kawasan hutan dari Perum Perhutani kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan Dephut. Secara resmi ketiga kawasan perluasan taman nasional dan ketiga kawasan taman nasional yang baru dibentuk tersebut telah diserahterimakan dari Perum Perhutani kepada Ditjen PHKA, Dephut pada tanggal 29 Januari 2009 PIK, Dephut, 2009.

2.4. Persepsi

Persepsi adalah pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya Kartini, 1984. Calhoun, et al. 1995 menyatakan bahwa persepsi memiliki tiga dimensi yang sama yang menandai konsep diri, yaitu: a. Pengetahuan: Apa yang kita ketahui atau kita anggap tahu tentang pribadi lain – wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif, dan sebagainya. b. Pengharapan: Gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. c. Evaluasi: Kesimpulan kita tentang seseorang, didasarkan pada bagaimana seseorang menurut pengetahuan kita tentang mereka memenuhi pengharapan kita tentang dia.

2.5. Partisipasi

Partisipasi masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1 Masyarakat secara sukarela memberikan kontribusi dalam program-program masyarakat tanpa adanya keterlibatan di dalam pengambilan keputusan atau pemberian isi pendapat. 2 Masyarakat secara aktif mempengaruhi tujuan dan implementasi proyek untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dalam rangka meningkatkan pendapatan, kebutuhan pribadi, kepercayaan diri atau nilai lain yang berharga. 3 Usaha pembangunan yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pembagian keuntungan. 4 Usaha masyarakat yang teratur untuk meningkatkan pengawasan sumberdaya dalam lingkungan Widianto, 2000. Hiwasaki 2005 menyatakan bahwa untuk menjamin partisipasi masyarakat lokal dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan kawasan konservasi, pengelola kawasan harus bertindak sebagai koordinator dan fasilitator dari pendekatan bottom-up untuk membuat keputusan. Adapun tahapan yang harus dijalankan untuk melakukan hal tersebut adalah sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi berbagai stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi dan mendefinisikan masyarakat lokal. 2 Menjelaskan peran dan tanggung jawab masing-masing stakeholder. 3 Mendukung pembangunan kesepakatan diantara stakeholders mengenai tujuan dan visi jangka panjang dari kawasan konservasi. Terdapatnya kemitraanpartisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan konservasi agar kegiatan tersebut dapat berlangsung secara optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sharp et al. 1999 bahwa dalam mengembangkan kegiatan pengelolaan hutan harus melibatkan masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan pengelolaan hutan, meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat lokal mengenai dampak kumulatif dari hilangnya hutan, dan memberikan kewenangan kapada masyarakat lokal untuk mengatur akses terhadap hutan. Hadad 2003 menyatakan bahwa pengelolaan kolaboratif collaborative management merupakan pengelolaan dengan pola kemitraan di antara berbagai pihak yang berkepentingan multistakeholders partnership atas dasar kesepakatan bersama untuk saling berbagi fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dalam mengelola kawasan konservasi dan sumberdayanya secara lestari. Pengelolaan kolaboratif collaborative management sangat cocok untuk situasi yang sangat kompleks dimana kelompok-kelompok pengguna perlu untuk berinteraksi dengan organisasi-organisasi pemerintah yang tujuannya diputuskan oleh para politisi Zachrisson, 2007. Selanjutnya, Hadad 2003, menyatakan bahwa prinsip dan pola pengelolaan kolaboratif adalah sebagai berikut: 1 Pengelolaan kawasan yang berbasis masyarakat lokal dan mengikutsertakan para pihak terkait community based and multistakeholders management. 2 Para pihak menyepakati visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai bersama. 3 Mengacu pada rencana pengelolaan kawasan management plan yang disusun dan disepakati bersama oleh semua pihak. 4 Ada aturan yang jelas dan disepakati bersama oleh para pihak yang berkolaborasi dalam hal: ƒ Pembagian perantugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing pihak. ƒ Pembagian beban dan manfaat cost and benefit bagi para pihak. 5 Ada dewan perumuspenentu kebijakan governing board dan badan pelaksana kebijakanpengelola kegiatan kawasan executive management yang memenuhi persyaratan manajemen profesional.

2.6. Model