Topografi Geologi Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

2 Krueng Tripa dan Lesten. 3 LestenJampurAmiang 4 SekundurBesitang, Sei Lepan, Sei Batang Serangan, Sei Musam, Sei Bohorok, Sei Berkail, Sei Wampu, Sei Bekular, dan Sei Bingei. 5 Waihni Gumpang, Waihni Marpunga, Lawe Ketambe, Lawe Kompas, dan Lawe Bengkung. Disamping keberadaan sungai-sungai tersebut di kawasan ini juga terdapat 2 dua buah danau kecil, yaitu Danau Laot Bangko yang terdapat di daerah Kluet 10 ha dan Danau Marpunga 6 ha di daerah Marpunga. Beberapa lokasi air panas juga ditemukan disini, seperti di Lawe Gerger hutan lindung Serbolangit, dan Kappi serta lokasi air bergaram yang merupakan tempat pengasinan satwa liar di Alas, Kappi, Leuser, dan Muara Renun.

4.5 Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Furguson 1958 diacu dalam TNGL 2010, kawasan TNGL termasuk tipe iklim A yaitu musim kemarau terjadi pada Bulan Maret-Agustus dan musim hujan pada Bulan September-Pebruari. Curah hujan rata-rata berkisar antara 1.000 sd 3.000 mm pertahun. Suhu rata-rata minimum berkisar antara 23-25ºC dan rata-rata maksimum 30-33ºC, dan kelembaban udara relatif antara 65-75.

4.6 Topografi

Kawasan TNGL berada di pegunungan yang berbukit dan bergelombang. Sebagian kecil saja areal yang berupa dataran rendah, yaitu di daerah Sekundur- Langkat pantai Timur dan di daerah Kluet pantai Barat. Berbagai elemen morfologi terlihat nyata, seperti rangkaian pegunungan dengan berbagai lipatan patahan dan rengkahan, gugusan bukit terjal dan bergelombang, gunung-gunung, kubah-kubah, dataran tinggi, plato, celah, lembah, jurang, lereng, dataran rendah, pantai, kompleks, dan aliran sungai dengan berbagai bentukan dan sistem pola sungai dengan cabang-cabangnya. Sedikitnya terdapat 33 bukit atau gunung dan ada beberapa yang belum tercatat. Salah satu puncak tertinggi TNGL adalah puncak Gunung Leuser, yaitu 3.149 m dpl TNGL 2010.

4.7 Geologi

Bagian utara kawasan TNGL adalah pegunungan Leuser Simpoli yang terbentuk dari formasi Munkap mata-sedimen dan Glanalei yang diperkirakan berasal dari periode Permo-Carboniferous dan baru sedikit mengalami pelapukan. Jenis batuannya antara lain Phylite hitam dan kelabu, metasilstone, meta- sandstone, fine graned quaatzite, dan marbble . Jenis batuan yang terdapat di sekitar Lembah Alas, gugusan Bendara dan jalur Kluet - Rameh, antara lain guartzbiolite schists banded, gneiss, cucocratic, fine granular gneiss, amphibolete, banded dan massive marble. Formasi Alas Barat diperkirakan berasal dari periode Nesozoic dengan jenis batuan blackshale to slate, siltstone, hard sand stone, minor grey wache, conglomerate, banded, massive limestone, dolomite, dan chert TNGL 2010. 4.8 Potensi Kawasan 4.8.1 Flora TNGL memiliki penyebaran vegetasi yang lengkap, mulai dari vegetasi hutan pantairawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan hutan pegunungan. Kawasan ini hampir seluruhnya ditutupi oleh lebatnya hutan Dipterocarpaceae dengan beberapa sungai dan air terjun. Vegetasi dominan adalah hutan tropis basah. Van Steenis 1937 diacu dalam TNGL 2010 membagi wilayah tumbuh-tumbuhan di TNGL dalam beberapa zona, yaitu ; - Zona Tropika termasuk zona Collin, terletak 500-1.000 m dpl. Zona ini merupakan daerah berhutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis tegakan yang berdiameter besar yang tingginya bisa mencapai 40 meter, serta berbagai jenis liana dan epifit yang menarik seperti anggrek. - Zona Montane termasuk zona sub montane, terletak 1.000-1.500 m dpl. Zona ini merupakan hutan montane dengan tegakan kayu yang tidak terlalu tinggi, yaitu berkisar antara 10 - 20 m, banyak dijumpai lumut yang menutupi tegakan kayu atau pohon, dengan kelembaban udara yang tinggi. - Zona Sub Alpine 2.900 - 4.200 m dpl; merupakan zona hutan Ercacoid yang tidak berpohon lagi, dimana vegetasinya merupakan campuran dari pohon- pohon kerdil dan semak-semak serta beberapa spesies tundra, anggrek dan lumut. Berdasarkan TNGL 2010 diperkirakan TNGL memiliki 3.000 sd 4.000 spesies tumbuhan, terutama di hutan dataran rendah, diantaranya terdiri dari spesies kayu komersial, pohon buah-buahan, rotan 74 spesies, palem, jenis tanaman obat, dan bumbu-bumbuan. Kayu komersial dari famili Dipterocarpaceae terdapat 95 spesies, antara lain meranti, keruing, shorea, dan pohon kapur Dryobalanops aromatica. Pohon buah-buahan antara lain jeruk hutan Citras macroptera , durian hutan Durio exeleyanus dan D. zibethinus, menteng Baccaurea montheyana dan B. racemosa, dukuh Lansium domesticum, mangga Mangifera foetida dan M. guadrifolia, rukem Flacourtia rukem, dan rambutan Nephelium lappaceum. Spesies lainnya, antara lain palem daun sang Johannesteijsmania altifrons yang merupakan spesies yang hanya terdapat di daerah Langkat, beberapa spesies bunga Rafflesia R. micropylora, R. arnoldii var. atjehensis, R. rochussenii, R. arnoldii , dan Rhizanthes zippelii serta berbagai tumbuhan pencekik ara.

4.8.2 Fauna

TNGL 2010 mencatat sebanyak 34 ordo dari fauna yang terdiri dari 144 famili dengan 717 spesies dan 89 spesies diantaranya termasuk jenis satwa langka dan tidak terdapat di taman nasional lain. Beberapa satwa yang hidup di TNGL, yaitu: a Mamalia, antara lain orangutan Pongo pygmaeus, serudung Hylobates lar, kedih Presbytis thomasi, siamang Hylobates sindactylus, musang congkok Prionodon linsang, kukang Nycticebus coucang, kucing emas Felis temmincki , pulusuan Arctonyx collaris, bajing terbang Lariscus insignis, harimau sumatera Panthera tigris sumatrae, ajak Cuon alpinus, harimau dahan Neofelis nebulosa, beruang madu Helarctos malayanus, gajah sumatera Elephas maximus, rusa Cervus unicolor, kijang Muntiacus muntjak , badak sumatera Dicerorhinus sumatrensis, kambing hutan Capricornis sumatraensis, tapir Tapirus indicus, b Burung, antara lain kuntul kerbau Bubulcus ibis, kuntul Egretta sp., itik liar Cairina sp., rajawali kerdil Microhierax spp, rangkong Buceros bicornis, julang ekor abu-abu Annorhinus gaeleritus, julang emas Rhiticeros undulatus , kangkareng Anthracoceros convextus, dan beo nias Gracula religiosa . c Reptil, antara lain buaya muara Crocodilus porosus, penyu belimbing Dermochelys sp., kura-kura gading Orlitia borneensis, dan senyulong Tomistoma sp..

4.8.3 Ekowisata

Lokasi-lokasi yang memiliki potensi wisata, yaitu : a Gurah, melihat dan menikmati panorama alam, lembah, sumber air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuhan seperti bunga Rafflesia, orangutan, burung, ular dan kupu-kupu. b Rehabilitasi orangutan Bohorok, melihat atraksi orang hutan di tempat rehabilitasi orangutan dan wisata alam berupa panorama sungai, bumi perkemahan dan pengamatan burung. c Kluet, bersampan di sungai dan danau, trekking pada hutan pantai dan wisata goa. Daerah ini merupakan habitat harimau Sumatera. d Sekundur, berkemah, wisata goa dan pengamatan satwa. e Ketambe dan Suak Belimbing, penelitian primata dan satwa lain yang dilengkapi rumah peneliti dan perpustakaan. f Gunung Leuser 3.404 m dpl, dan Gn. Kemiri 3.314 m dpl, memanjat dan mendaki gunung. g Sungai Alas, kegiatan arung jeram dari Gurah-Muara Situlen-Gelombang, selama 3 hari. Atraksi budaya di luar TNGL antara lain Festival Danau Toba pada bulan Juni di Danau Toba dan Festival Budaya Melayu pada bulan Juli di Medan. Musim kunjungan terbaik yaitu bulan Juni sampai Oktober. Sarana dan Prasarana yang dimiliki berupa kantor, radio komunikasi, pusat informasi, guest house, bumi perkemahan, jalan setapak, menara pengamat, dan shelter TNGL 2010. Cara menuju lokasi menggunakan kendaraan roda empat: - Medan-Kutacane ± 240 km atau 8 jam - Kutacane-GurahKetambe ± 35 km atau 30 menit - Medan-BohorokBukit Lawang ± 60 km atau 1 jam - Medan-Sei BetungSekundur ± 150 km atau 2 jam - Medan-Tapaktuan ± 260 km atau 10 jam

4.9 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Hingga tahun 2003, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara adalah169.409 jiwa dengan kepadatan 37 jiwa km . Komposisi penduduk terdiri dari 77.385 laki-laki dan 92.024 perempuan dengan tingkat pertumbuhan 1,67 per tahun Anonim 2010. Kabupaten Aceh Tenggara sering disebut dengan tanah Alas didominasi oleh suku Alas. Suku Alas sebagian besar tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan. Desa yang dijadikan sebagai responden yaitu Desa Ketambe, Desa Simpur Jaya pada Kecamatan Ketambe dan Desa Pulo Piku pada Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, NAD. Ketiga desa ini jika di tinjau dari wilayah perbatasan kawasan TNGL termasuk ke dalam zona perbatasan dengan TNGL. Disebutkan dalam data TNGL 2010 ada 37 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL. Diantara desa tersebut, ketiga desa yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian termasuk ke dalam desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL. Namun demikian desa yang paling erat dengan kawasan TNGL ialah Desa Ketambe dan Simpur Jaya. Dari ketiga desa tersebut sebagian besar Desa Simpur Jaya seluruhnya bermata pencaharian dari hasil berkebun, Desa Ketambe sudah banyak yang bermata pencaharian sebagai pedagang, jasa penyedia, jasa wisata, dan sebagai masyarakat berkebun, dan Desa Pulo Piku memiliki mata pencaharian sebagai petani dan berkebun. Diantara ketiga desa yang terdapat, Desa Simpur Jaya merupakan desa yang paling tertinggal yang terletak di kawasan Kecamatan Ketambe dan merupakan salah satu desa yang masih sangat tergantung dengan keberadaan kawasan TNGL. Selain itu pada saat wawancara dengan masyarakat Simpur Jaya Agustus 2010 terjadi penangkapan terhadap warga Simpur Jaya oleh petugas keamanan terkait masalah illegal logging dan perambahan hutan di kawasan TNGL. Sebanyak 6 orang warga yang ditangkap berdasarkan informasi dari petugas TNGL Bapak ST Mangarahon, 52 Tahun. Karena ketergantungan masyarakat Simpur Jaya terhadap hutan, berarti seluruh kegiatan masyarakat Simpur Jaya berada dalam kawasan TNGL. Tanah Alas merupakan lumbung penghasil padi untuk daerah Aceh. Dari luas keseluruhan wilayah Aceh Tenggara, hanya 9,74 yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya. Luas lahan persawahan di wilayah Aceh Tenggara adalah 17.224 ha dengan pembagian tanah berdasarkan fungsinya seperti tersaji di Tabel 3. Tabel 3 Luas tanah berdasarkan fungsi pemanfaatan tanah khusus tanaman padi No. Fungsi Pemanfaatan Luas Tanah ha Produktivitas 1. Sawah beririgasi 2.500 107.153 ton gabah 2. Sawah berpengairan sederhana 13.972 3. Sawah tadah hujan 752 Sumber: Anonim 2010 Selain ketersediaan air yang melimpah dan iklim Aceh Tenggara juga sangat cocok untuk membudidayakan berbagai jenis ikan air tawar. Selama ini yang sudah dibudidayakan adalah ikan mas dan mujair. Namun prospek yang bagus juga ada pada pembudidayaan ikan jurung, lele, belut, dan gabus, yang selama ini ditangkap dari sungai-sungai yang ada di wilayah Aceh Tenggara. Selain bidang perikanan, ternak yang dibudidayakan masyarakat daerah Aceh Tenggara dominannya adalah kerbau dan sapi, namun banyak juga yang membudidayakan kambing, domba dan unggas. Produktivitas bidang perikanan, pertanian, dan peternakan seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Produktivitas bidang perikanan, pertanian, dan peternakan di tahun 2004 No. Bidang Jenis Komoditi Produktivitas ton Luas Tanah ha 1. Perikanan Ikan mas 243,80 4.534,17 2. Perikanan Ikan mujair 1.152,54 3. Pertanian Jagung 151.092,85 27.054 4. Pertanian Kedelai 133,99 5. Peternakan Unggas 192.436 6. Peternakan Sapi 84.746 7. Peternakan Kambing 22.527 8. Peternakan Domba 12.200 9. Peternakan Kerbau 122.470 Sumber: Anonim 2010 Spesies tanaman perkebunan potensial di wilayah Aceh Tenggara adalah kemiri, karet, kopi, kelapa, dan kakao. Belakangan ini, yang jumlah produksinya mengalami pertumbuhan sangat pesat adalah kakao karena penanaman kakao oleh masyarakat baru dilakukan sekitar sepuluh tahun terakhir. Limpahan produksi kakao ini sangat membantu perekonomian masyarakat karena harganya relatif tinggi dan stabil. Tapi selain itu mereka juga mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Populasi Rafflesia micropylora Meijer

Lokasi ditemukannya knop kuncup Rafflesia micropylora Meijer berada di Blok Gurah Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser TNGL. Namun berdasarkan informasi dari masyarakat, terdapat empat lokasi tumbuh R. micropylora yang biasa ditemukan di TNGL, Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam NAD. Lokasi-lokasi tersebut yaitu di Stasiun Riset Ketambe, Blok Gurah Ketambe, Desa Suka Rimbun Kecamatan Ketambe, dan di dekat kebun masyarakat Ketambe. Selain itu, R. micropylora yang dekat dengan daerah Ketambe dapat ditemui di Blok Air Panas, Desa Lawe Panas, Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi NAD. Dari keempat lokasi tersebut, R. micropylora hanya ditemukan di blok Gurah Ketambe TNGL. Knop R. micropylora yang ditemukan berjarak sekitar 6 m dari inangnya yaitu akar reriang gana Tetrastigma lanceolarium. Knop tersebut ditemukan dalam keadaan utuh lepas dari inangnya. Diduga knop tersebut baru sehari atau dua hari lepas dari inangnya akibat adanya gangguan. Dari hasil bekas tumbuh R. micropylora pada inangnya ditemukan sejumlah lima bekas tempelan tempat tumbuh. Pada kelima bekas tumbuh R. micropylora tersebut satu diantarannya adalah bekas tumbuh knop R. micropylora yang tercabut Tabel 5. Tabel 5 Kondisi bekas knop R. micropylora pada inang T. lanceolarium Bekas knop R. micropylora Diameter inang cm Tinggi dari permukaan tanah cm Knop 1 3,5 168 Knop 2 2,22 Knop 3 0,95 Knop 4 1,91 Knop 5 2,38 Berdasarkan Tabel 5, bekas knop R. micropylora memiliki diameter yang berbeda-beda pada setiap ukuran diameter inang. Kisaran diameter inang dimulai dari 0,95-3,5 cm. Ukuran diameter knop Rafflesia yang ditemukan terlepas dari inangnya mencapai 14,96 cm Gambar 3. R. micropylora mekar dengan diameter bunga 30-60 cm Zuhud et al. 1998.

Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Inventarisasi Jamur Makroskopis Di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

14 177 116

Kekayaan Jenis Makroepifit Di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser (Tngl) Kabupaten Langkat

2 67 5

Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 35 133

Dampak Penetapan Batas Kawasan Ekosistem Leuser Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Zona Inti Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat

2 58 94

Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia rochussenii (Teijsm. et Binn.) di resort tapos Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

1 18 84

Sikap Masyarakat Dan Stimulus Konservasi Pakis Sayur (Dyplazium Esculentum (Retz.) Sw.) Di Desa Gunung Bunder Ii, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 8 82

STUDI EKOLOGI Rafflesia gadutensis Meijer. DI TAMAN HUTAN RAYA DR.M. HATTA KOTA PADANG.

0 0 7

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11