Kondisi habitat dan sikap masyarakat terhadap konservasi Rafflesia micropylora Meijer di Taman Nasional Gunung Leuser

(1)

NASIONAL GUNUNG LEUSER

MIKA ASRI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

NASIONAL GUNUNG LEUSER

MIKA ASRI

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Program Studi

Konservasi Sumberdaya Hutan

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

Attitude toward the Conservation of Rafflesia micropylora Meijer in Gunung Leuser National Park. Under Supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL A.M. ZUHUD.

Rafflesia micropylora Meijer is one of its protected plant species because of the scarcity and endemic in the Indonesian tropical rain forest. One of R. micropylora habitats found in Gunung Leuser National Park (GLNP), Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), is especially under the pressure and threat of human activity. Therefore, the presence of R. micropylora in nature must be preserved. The objective of this study was to determine the condition of R. micropylora, habitat conditions and communities attitudes to the conservation of R. micropylora. The expected benefits as input in the conservation efforts for R. micropylora in Southeast Aceh NAD GLNP.

The research was conducted in Block Gurah Ketambe GLNP serve from June to August 2010. The data was collected by using purposive sampling method with a single plot of 1 ha. The measurement of knob conditions, biotic and abiotic conditions, and communities attitudes were done in the block.

The results showed that the condition of R. micropylora was found one knob. The condition of vegetation in Block Gurah Ketambe GLNP included lowland forest vegetation which was dominated by Parashorea parvifolia species of Dipterocarpaceae. Canopy strata were A, B, and C with the coverage of title at 55.15%. R. micropylora grown on the host species Tetrastigma lanceolarium. The existing animals in this study are orangutans, wild boar, Capricornis sumatraensis, deer, and sun bears. Abiotic (physical) conditions R. micropylora habitat located at an altitude of 510 m.dpl with slope 0-45°. Soil has a pH neutral to slightly alkali with a texture-sandy clay loam with reddish-brown color. Daily temperatures are 27-28°C with a humidity of 85-97%. Community attitudes toward forest areas was that 30 respondents were more familiar with and know the information about R. micropylora from media and discussion of other people. Communities will support the conservation of R. micropylora although some have a little appreciation and don’t really feel the presence of R. micropylora. The habitat of R. micropylora was disturbed by activities of the jungle in form of path tracking and animal observation point. Management activities of R. micropylora habitat was considered ineffective related to the encroachment of forests and cutting T. lanceolarium.

The results mentioned above describe the condition of R. micropylora, which was in danger due to a variety of activities. The R. micropylora habitat was in the lowland forest vegetation types dominated by the species P. parvifolia. Public attitudes toward forests usually support the conservation of R. micropylora, it was necessary to give information to the communities so that they take care and monitor the population and R. micropylora habitat.


(4)

Terhadap Konservasi Rafflesia micropylora Meijer di Taman Nasional Gunung Leuser. Di bawah bimbingan AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD.

Rafflesia micropylora Meijer merupakan salah satu spesies tumbuhan yang dilindungi karena kelangkaan dan keendemikannya yang terdapat di hutan hujan tropika Indonesia. Salah satu habitat R. micropylora yaitu di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami tekanan dan ancaman terutama aktivitas manusia. Oleh karena itu, keberadaan R. micropylora di alam harus dijaga kelestariannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi R. micropylora, kondisi habitat dan sikap masyarakat terhadap konservasi R. micropylora. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai masukan dalam upaya konservasi R. micropylora di TNGL Aceh Tenggara NAD.

Penelitian ini dilaksanakan di Blok Gurah Ketambe TNGL pada bulan Juni-Agustus 2010. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling dengan petak tunggal seluas 1 ha. Dalam petak tersebut dilakukan pengukuran kondisi knop, kondisi biotik dan abiotik, dan sikap masyarakat sekitar habitat R. micropylora.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi R. micropylora hanya ditemukan satu knop yang lepas dari inangnya. Kondisi vegetasi di Blok Gurah Ketambe TNGL termasuk vegetasi hutan dataran rendah yang didominasi oleh spesies Parashorea parvifolia dari famili Dipterocarpaceae. Strata tajuk vegetasi meliputi strata A, B, dan C dengan nilai penutupan tajuk sebesar 55,15%. R. micropylora tumbuh pada spesies inang Tetrastigma lanceolarium. Satwa yang ada di lokasi penelitian berupa orangutan, babi hutan, kambing hutan, rusa, beruang madu baik ditemukan langsung maupun berdasarkan informasi masyarakat. Kondisi abiotik (fisik) habitat R. micropylora berada pada ketinggian 510 m dpl dengan kelerengan 0-45°. Tanah memiliki pH netral hingga agak basa dengan tekstur geluh lempungan-pasiran yang berwarna cokelat muda-kemerahan. Suhu harian 27-28°C dengan kelembaban 85-97%. Masyarakat sekitar hutan lebih banyak mengenal dan mengetahuai R. micropylora dari berbagai media dan pembicaraan sehari-hari. Sikap masyarakat umumnya mendukung terhadap konservasi R. micropylora. Aktivitas yang mengganggu habitat R. micropylora yaitu adanya jalur jungle tracking dan jalur pengamatan satwa. Aktivitas pengelolaan habitat R. micropylora dinilai belum efektif dilihat dari adanya perambahan hutan dan pemotongan T. lanceolarium.

Hasil tersebut di atas menggambarkan kondisi R. micropylora berada dalam keterancaman akibat berbagai aktivitas. Habitat R. micropylora berada dalam tipe vegetasi hutan dataran rendah yang didominasi oleh spesies P. parvifolia. Sikap masyarakat sekitar hutan secara umum mendukung konservasi R. micropylora. Maka perlu kiranya kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, menjaga dan memantau populasi R. micropylora dan habitatnya.


(5)

Sikap Masyarakat Terhadap Konservasi Rafflesia micropylora Meijer di Taman Nasional Gunung Leuser adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Mika Asri


(6)

© Hak cipta milik IPB tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

NIM : E34060577

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS NIP. 19620918 198903 1 002 NIP. 19590618 198503 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul Kondisi Habitat dan Sikap Masyarakat Terhadap Konservasi Rafflesia micropylora Meijer di Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini mengupas tentang kondisi R. micropylora, habitat R. micropylora, dan sikap masyarakat sekitar hutan terhadap R. micropylora yang terdapat di Blok Gurah Ketambe TNGL Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pengelolaan R. micropylora di TNGL. Akhirnya, tentu skripsi ini jauh dari sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna dalam penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pulo Piku, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 1 April 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Jimidan dan Ibu Hamidah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Kuta Pasir pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Negeri 4 Badar. Kemudian pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri Perisai Kuta Cane dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama studi di IPB, penulis aktif di Organisasi Kemahasiswaan yakni sebagai Staf Biro Sosial Lingkungan, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) IPB (2007/2008), Staf Biro Informasi dan Komunikasi, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) IPB (2008/2009), Kelompok Pemerhati Flora “Rafflesia” HIMAKOVA (2007-2009), dan Anggota Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Aceh, serta penulis juga pernah mengikuti berbagai seminar dan kegiatan. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Kamojang Kabupaten Garut. Penulis juga melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, serta penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL-P) di Taman Nasional Meru Betiri (Jember dan Banyuwangi) Jawa Timur.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kondisi Habitat dan Sikap Masyarakat Terhadap Konservasi Rafflesia micropylora Meijer di Taman Nasional Gunung Leuser untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB yang dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, M. Sc dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmatnya dan syalawat beserta salam penulis hadiahkan pahalanya kepada Nabi Besar Muhammad SAW sehingga terselesainya penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada:

1. Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A M Zuhud, MS atas kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing, membagi ilmu, dan dukungan materil maupun moril lainnya sampai penulis menyelesaikan tugas akhir.

2. Dosen penguji Ir. Muhdin, MSc.F.Trop dari Departemen MNH, Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si dari Depertemen HHT, dan Dr. Ir. Istomo, MS dari Depertemen SVK yang telah menguji dan memberikan saran dalam penyempurnaan penulisan tugas akhir ini.

3. Orangtua tercinta Bapak Jimidan dan Ibu Hamidah beserta keluarga tercinta Abang Supian, Abang Pratu Robianto, adik tersayang Rela Daini, dan kepada Kakak Anita Ritawati serta Kakak Reza Maretha, S.Pd atas dukungan cinta, kasih sayang, dan motivasinya yang selama ini telah diberikan.

4. Pihak pengelola BTNGL Bapak Harijoko selaku kepala TNGL, Bapak ST Mangarahon, dan Abang Zulfan serta seluruh pegawai pengelola TNGL, terimakasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Pihak BPKEL Bapak Isya, Bapak Usman, Bapak Mat Plin, Abang Anto, dan Saiful serta seluruh pihak BPKEL terimakasih atas bantuanya selama penulis melakukan penelitian.

6. Kepada seluruh Dosen Fakultas Kehutanan khusnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata khususnya dan Dosen TPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas bakti ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

7. Keluarga dan persahabatan lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu. Sesungguhnya tidak dapat dituliskan dengan dua lembar kertas sampai terselesainya penulisan tugas akhir ini.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Rafflesia micropylora ... 3

2.2 Ekologi dan Habitat R. micropylora ... 4

2.3Penyebaran R. micropylora ... 4

2.4 Tumbuhan Inang ... 5

2.5 Status Konservasi R. micropylora ... 6

2.6 Sikap Masyrakat ... 6

2.7 Taman Nasional ... 6

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian ... 9

3.3 Jenis Data ... 11

3.4 Metode Pengambilan Data ... 11

3.4.1 Cara penetapan petak contoh ... 11

3.4.2 Bentuk dan ukuran petak contoh ... 11

3.4.3 Kondisi populasi R. micropylora ... 13

3.4.4 Kondisi habitat R. micropylora . ... 13

3.4.5 Sikap masyarakat sekitar hutan ... 14

3.5 Analisis Data ... 15

3.5.1 Kondisi biotik ... 15

3.5.2 Kondisi abiotik (fisik) ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1 Sejarah dan Status Kawasan ... 18

4.2 Letak dan Luas Kawasan ... 18

4.3 Tanah ... 19

4.4 Hidrologi ... 19

4.5 Iklim ... 20

4.6 Topografi ... 20

4.7 Geologi ... 21

4.8 Potensi Kawasan ... 21

4.8.1 Flora ... 21


(12)

   

4.8.2 Fauna ... 22

4.8.3 Ekowisata ... 23

4.9 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Populasi Rafflesia micropylora Meijer ... 27

5.2 Kondisi Habitat R. micropylora ... 30

5.2.1 Kondisi biotik ... 30

5.2.2 Kondisi abiotik (fisik) ... 45

5.3 Sikap Masyarakat TNGL Terhadap R. micropylora ... 49

5.3.1 Karakteristik responden ... 49

5.3.2 Sikap konservasi masyarakat terhadap R. micropylora ... 50

5.3.3 Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap habitat R. micropylora ... 52

5.3.4 Aktivitas pengelolaan habitat R. micropylora ... 53

5.3.5 Usulan program konservasi R. micropylora ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(13)

   

27 31

33

34

42 44

48

49 50

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Fungsi alat, bahan dan objek penelitian ... 9 2. Tingkat pertumbuhan dan kriteria vegetasi pada setiap petak contoh ... 12 3. Luas tanah berdasarkan fungsi pemanfaatan tanah khusus tanaman

padi ... 25 4. Produktivitas bidang perikanan, pertanian, dan peternakan di tahun

2004 ... 25 5. Kondisi bekas bunga R. micropylora pada inang (T. lanceolarium) .... 6. Lima spesies tingkat pohon yang memiliki tingkat INP tinggi ... 7. Lima spesies tingkat tiang yang memiliki tingkat INP tinggi ... 32 8. Lima spesies tingkat pancang yang memiliki tingkat INP tinggi ... 9. Lima spesies tingkat semai/tumbuhan bawah yang memiliki tingkat

INP tinggi ... 10.Keanekaragaman spesies tumbuhan pada petak habitat R. micropylora 35 11.Perbandingan spesies-spesies vegetasi tingkat pohon (diameter > 10

cm) pada berbagai habitat Rafflesia di Sumetera ... 37 12.Perbandingan spesies-spesies vegetasi tingkat permudaan anakan

pohon (diameter 2-10 cm) pada berbagai habitat Rafflesia di Sumetera 38 13.Spesies-spesies inang (Tetrastigma) yang ditempeli Rafflesia ... 14.Pohon yang ditumpangi T. lanceolarium ... 15.Kompenen fisik tanah pada setiap petak contoh ... 46 16.Suhu dan kelembaban udara pada lokasi petak contoh ... 17.Suhu dan kelembaban udara pada beberapa spesies Rafflesia ... 48 18.Jumlah responden yang diwawancarai di setiap desa. ... 19.Data karakteristik responden ... 20.Sikap masyarakat terhadap konservasi R. micropylora ... 50


(14)

   

12

12.Bentuk batang Tetrastigma lanceolarium ... 43

13.T. lanceolarium mati akibat pohon yang roboh ... 44

14.Orangutan sedang melakukan aktivitas di pohon-pohon ... 45

15.Jalur lintas jungle tracking pada habitat R. micropylora ... 16.Bentuk pembukaan lahan yang mengancam kehilangan R. micropylora 53 17.Bentuk pembukaan lahan kawasan TNGL untuk perkebunan ... 54

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian TNGL ... 10

2. Bentuk petak contoh ... 3. Kondisi knop R. micropylora ... 28

4. Bagian R. micropylora (Zuhud et al. 1998). ... 29

5. Persentase famili tingkat pohon berdasarkan INP ... 31

6. Persentase famili tingkat tiang berdasarkan INP ... 33

7. Persentase famili tingkat pancang berdasarkan INP ... 34

8. Persentase famili tingkat semai/tumbuhan bawah berdasarkan INP .... 35

9. Bentuk profil hutan vertikal dan horizontal tingkat pohon ... 40

10.Kondisi habitat R. micropylora ... 41

11.Penyebaran T. lanceolarium pada petak contoh pengamatan ... 42


(15)

   

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil analisis vegetasi tingkat pohon di Blok Gurah TNGL ... 63 2. Hasil analisis vegetasi tingkat tiang di Blok Gurah TNGL ... 64 3. Hasil analisis vegetasi tingkat pancang di Blok Gurah TNGL ... 65 4. Hasil analisis vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah di Blok Gurah

TNGL ... 67 5. Kuisioner sikap masyarakat terhadap Rafflesia ... 70


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan Rafflesia di alam yang memiliki keunikan merupakan warisan dunia (world heritage) dari dunia tumbuhan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tanggal 27 juni 1999 tentang pengawetan spesies tumbuhan dan satwa. Semua spesies Rafflesia merupakan tumbuhan yang dilindungi karena kelangkaan dan keendemikannya yang terdapat di hutan hujan tropika Indonesia. Salah satu spesies Rafflesia adalah Rafflesia micropylora Meijer yang tumbuh di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) (Nais 2001). Sriyanto (2005) melaporkan bahwa TNGL mengalami tekanan dan ancaman berupa perambahan hutan, pembalakan liar, kebakaran hutan, spesies invasif, tuntutan hak masyarakat, dan penggunaan lahan non konservasi. Semakin berkurangnya luasan hutan TNGL maka keterancaman habitat R. micropylora akan semakin tinggi.

Kehidupan R. micropylora dalam ekosistem ditentukan oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik tersebut meliputi tumbuhan inangnya dari marga

Tetrastigma, tipe vegetasi, hewan penyerbuk dan penyebar, dan pengaruh manusia. Faktor abiotik diantaranya topografi, iklim, dan tanah. Steenis (1971) diacu dalam Syahbuddin (1981) menyebutkan biji Rafflesia secara alamiah dapat tumbuh pada tumbuhan inangnya melalui infeksi pada luka-luka yang terjadi karena injakan binatang berkuku, seperti gajah, tapir, badak dan lain sebagainya.

Tingginya kemungkinan kepunahan Rafflesia di alam dikarenakan perusakan habitat melalui illegal logging, perambahan hutan, dan tuntutan hak masyarakat. Spesies R. micropylora merupakan tumbuhan holoparasit yang berumah dua, sehingga proses perkembangbiakannya cukup rumit. Disamping itu, terjadinya gangguan pada tumbuhan inang dan knopnya mudah rusak akan menyebabkan kematian Rafflesia (Ekawati 2001). Kondisi tersebut menyebabkan populasi Rafflesia di alam semakin menjadi langka.

Keberadaan R. micropylora di alampatut dipertahankan kelestariannya dari hutan alam sebagai habitatnya. Jika kelestarian hutan terjaga, maka tumbuhan


(17)

inang dan R. micropylora akan hidup dengan baik. Kelestarian hutan secara keseluruhan membawa dampak pada berbagai tumbuhan lain maupun satwa yang sangat mendukung kehidupan R. micropylora.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) Mengetahui kondisi populasi R. micropylora.

2) Mengetahui kondisi habitat R. micropylora.

3) Mengetahui sikap masyarakat sekitar TNGL terhadap konservasi R. micropylora.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan acuan dalam konservasi spesies R. micropylora bagi pengelola dan masyarakat di TNGL, Aceh Tenggara, NAD. 


(18)

Rafflesia memulai pertumbuhannya dengan pembentukan kecambah yang terdapat di kulit akar dan berkembang menjadi benang-benang (hifa) yang selanjutnya terjadi pembengkakan dan terbentuk knop pada permukaan tumbuhan inang. Knop yang terbentuk dengan inang akan membesar dan robek yang berarti bunga R. micropylora tersebut mekar. R. micropylora memiliki diameter bunga 30-60 cm, kelopak bunga berwarna jingga tua-merah gelap (Zuhud et al. 1998). Spesies : Rafflesia micropylora Meijer

Marga : Rafflesia

Suku : Rafflesiaceae Bangsa : Aristolochiales Anak Klas : Dicotyledone Klas : Angiospermae Divisi : Spermathophita

Marga Rafflesia pertama kali ditemukan tahun 1818 di Bengkulu oleh Dr. Yoseph Arnold yang dinamai oleh Robert Brown tahun 1820 dalam Transaction Linnean Society vol. XIII (Kooders 1981 diacu dalam Zuhud et al. 1993). Selanjutnya dikatakan oleh Kuijt (1969) diacu dalam Zuhud et al. (1998) bahwa genus Rafflesia termasuk ke dalam famili Rafflesiaceae yang terdiri dari delapan marga (genera) yang beranggotakan sekitar 50 spesies, umumnya terdapat di daerah tropik Indo-Malaysia. Spesies tersebut antara lain Rafflesia, Rhizanthes,

dan Sapria. Menurut klasifikasi dunia tumbuhan Taksonomi Rafflesia (Becker et al. 1963 diacu dalam zuhud et al. 1998) yaitu:

2.1 Taksonomi dan Morfologi Rafflesia micropylora

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

R. micropylora dikenal sebagai tumbuhan holoparasit, yaitu tumbuhan yang sepenuhnya tergantung pada tumbuhan lain untuk kebutuhan makanannya. Tumbuhan inang dari R. micropylora adalah tumbuhan liana dari spesies

Tetrastigma lanceolarium. Rafflesia tidak mempunyai butir-butir klorofil, tetapi mempunyai akar hisap (haustorium) yang berfungsi sebagai penyerap nutrisi yang dibutuhkan (Zuhud et al. 1998).


(19)

Spesies R. micropylora merupakan sebuah keajaiban di dunia tumbuhan yang memiliki sifat dan cara hidup yang menakjubkan dengan keindahan, cara hidup yang unik, dan ukuran bunga yang besar. Bunga R. micropylora memiliki lima buah kelopak bunga, tanpa batang dan daun. Ukuran kuncup dan kelopak bunga Rafflesia berbeda-beda setiap spesiesnya (Salleh 1991).

2.2 Ekologi dan Habitat R. micropylora

Secara umum ekologi R. micropylora ditentukan oleh dua komponen yaitu komponen biotik termasuk aktivitas manusia dan komponen abiotik (fisik). Komponen biotik dari habitat R. micropylora salah satunya adalah tumbuhan inang. Faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan Rafflesia yaitu iklim, tanah dan topografi. Rafflesia yang termasuk tumbuhan holoparasit hidup pada perakaran dan batang tumbuhan liana dari spesies T. lanceolarium (Zuhud et al.

1998).

Rafflesia tumbuh di berbagai tipe habitat yang berbeda-beda mulai dari vegetasi hutan pantai hingga pegunungan. Karakteristik vegetasi dapat dilihat dari asosiasi vegetasi hutan hujan tropika primer dengan keanekaragaman yang tinggi dan struktur vegetasi horizontal dan vertikal yang khas. Karakteristik tanah berupa jenis tanah, pH tanah, kandungan zat hara, suhu, tekstur dan struktur tanah, kapasitas tukar kation, organisme tanah, tebal dan berat serasah, kandungan bahan organik dan kelembaban (Zuhud et al. 1998).

2.3 Penyebaran R. micropylora

Zuhud et al. (1998) mengatakan bahwa sampai saat ini telah berhasil di identifikasi spesies Rafflesia sebanyak 17 spesies yang ada di dunia dan 12 spesies memiliki penyebaran di Indonesia. Daerah yang menjadi habitatnya yaitu hutan hujan tropika. Spesies Rafflesia yang tersebar di Pulau Sumatera yaitu R. arnoldii

var. atjehensis, R. hasseltii, R. gadutensis, R. micropylora, dan R. rochussenii. Dari kelima spesies Rafflesia yang terdapat di Sumatera, ada tiga spesies yang terdapat di daerah NAD yaitu R. arnoldii var. atjehensis, R. micropylora, dan R. rochussenii (Nais 2001).


(20)

2.4 Tumbuhan Inang

Tumbuhan inang dari Rafflesia merupakan tumbuhan liana dari marga

Tetrastigma. Tetrastigma termasuk kedalam famili Vitaceae, memiliki 95 spesies dengan penyebaran 57 spesies di Malesia, empat spesies di Taiwan, 12 spesies di India, empat spesies di Thailand, 22 spesies di Indocina, dan 12 spesies di Malaysia (Lattif 1984 diacu dalam Hikmat 1988). Tidak semua spesies

Tetrastigma merupakan tumbuhan inang dari Rafflesia.

Berdasarkan klasifikasi dunia tumbuhan Backer dan Bakhuizen van Den Brink (1963) diacu dalam Jamil (1998), Tetrastigma lanceolarium dikelompokkan dalam:

Divisi : Spermathophyta Klas : Angiospermae Anak Klas : Dicotyledonae Bangsa : Rhamnales Suku : Vitaceae Marga : Tetrastigma

Spesies : T. lanceolarium

T. lanceolarium merupakan tumbuhan berbiji dan berumah dua, memiliki anakan yang hampir mirip dengan semak-semak maupun pohon muda. Perbedaan tersebut terlihat jika telah terjadi pemanjangan pada bonggol (internode) bagian atas dan batang menjadi lentur sehingga mudah melengkung dan mulai membutuhkan pohon penyokong untuk mendapatkan sinar matahari dengan cepat. Penyokong membantu mempercepat pertumbuhan internode sehingga ketika penyokong tidak tersedia maka pertumbuhannya akan mengalami perlambatan dan kemungkinan akan jatuh ke tanah dan menjalar untuk mencari penyokong kembali. Tetrastigma yang menjalar ke atas akan menempati posisi yang teratas pada tajuk pohon. Penyokong yang digunakan dapat berupa pohon, semak maupun batang liana lainnya (Hernidiah 1999).

Sistem pertumbuhan dan perkembangan perakaran Tetrastigma bersifat horizontal, tidak jauh dari permukaan tanah dan termasuk ke dalam lapisan top soil yang kaya akan zat hara, dan perakarannya memiliki percabangan yang banyak. Tetrastigma mempunyai batang bentuk pipih dan bulat. Batang ini


(21)

dicirikan seperti T. papilosum bentuk batang bulat dan T. lanceolarium batang pipih yang sering menjadi habitat inang R. micropylora. Spesies T. lanceolarium

memiliki jaringan kayu yang lunak, berpori-pori dan besar, berkadar air tinggi, kulit batang dan akar berserabut tebal dan mudah pecah-pecah membentuk alur, sebagian besar inang banyak mengandung air (Jamil et al. 2002).

2.5 Status Konservasi R. micropylora

Kelangkaan Rafflesia di habitatnya menyebabkan Rafflesia dimasukkan kedalam perlindungan spesies tumbuhan. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 6/PMP/1961 tanggal 9 Agustus 1961 tentang larangan penjualan spesies Rafflesia, serta melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tanggal 27 Juni 1999 tentang pengawetan spesies tumbuhan dan satwa, dengan bentuk-bentuk pemanfaatannya.

2.6 Sikap Masyarakat

  Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu. Sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai), dan emosi (menyebabkan respon-respon yang konsisten (Ramadhani 2006). Menurut Rahayuningsih (2008), faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (Significant Others), media massa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional.

Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain (Supsiloani 2008). Sehingga sikap masyarakat merupakan kondisi mental masyarakat yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap respon yang diterima.

2.7 Taman Nasional

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi


(22)

yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sistem zonasi pada taman nasional berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006, zona taman nasional terdiri dari:

1) Zona inti, merupakan bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

2) Zona rimba, merupakan bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.

3) Zona pemanfaatan, merupakan bagian dari kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

4) Zona lain, antara lain: zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah, dan zona khusus.

Secara umum taman nasional memiliki fungsi dan peranan (Widada 2008), antara lain:

1) Sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan 2) Sebagai wahana pendidikan lingkungan

3) Mendukung pengembangan budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa 4) Wahana kegiatan wisata alam

5) Sumber plasma nutfah dan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa 6) Melestarikan ekosistem hutan sebagai pengatur tata air dan iklim mikro

serta sumber mata air bagi masyarakat di sekitar kawasan taman nasional Kriteria pengelolaan taman nasional yang efektif (Ditjen PHKA 2006 diacu

dalam Widada 2008) antara lain:

1) Perencanaan, meliputi: kriteria perumusan tujuan pengelolaan taman nasional, kriteria status hukum dan pemanfaatan kawasan, kriteria pengelolaan data dan informasi, kriteria penataan zona taman nasional, dan kriteria perencaan pengelolaan.

2) Pelaksanaan, meliputi: kriteria perlindungan dan pengamanan kawasan, kriteria konservasi spesies dan ekosistem, kriteria rehabilitasi kawasan dan restorasi ekosistem, kriteria pembangunan sarana dan prasarana


(23)

kepentingan pengelolaan, pemanfaatan dan pengusahaan, kriteria pemanfaatan taman nasional untuk penelitian dan ilmu pengetahuan, kriteria pemanfaatan taman nasional untuk pendidikan dan kesadaran konservasi, kriteria pemanfaatan taman nasional untuk pariwisata alam dan rekreasi, kriteria pemanfaatan taman nasional untuk produk jasa lingkungan, kriteria pemanfaatan taman nasional untuk menunjang kepentingan religi, tradisional, budidaya/plasma nutfah/materi kimia aktif dan bahan baku obat/hasil hutan non kayu, dan kriteria pengembangan daerah penyangga.

3) Pengorganisasian, meliputi: kriteria administrasi pengelola, kriteria pengembangan koordinasi dan integrasi, dan kriteria pengembangan kemitraan dan kolaborasi pengelola.


(24)

Tabel 1 Fungsi alat, bahan dan objek penelitian

Alat, bahan dan objek penelitian yang digunakan menurut fungsinya tersaji pada Tabel 1.

3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Blok Gurah Ketambe, Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) (Gambar 1). Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Juni-Agustus 2010.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN

BAB III

No Alat, Bahan dan Objek Fungsi Alat

1 Kompas Penentu arah petak contoh

2 GPS Penentu letak dan posisi lokasi petak contoh 3 Hagameter Pengukur tinggi vegetasi

4 Meteran Pengukur luas petak contoh 5 Pita ukur Pengukur diameter vegetasi

6 Plastik trasbag Pengepakan herbarium 7 Alat tulis Mencatat data dan informasi penelitian

8 Tally sheet Tabel vegetasi

9 Kertas herbarium Pengaturan dan pengeringan herbarium 10 Label gantung Penamaan herbarium

11 Golok Mempermudah pekerjaan lapang 12 Patok Penanda petak contoh 13 Penggaris Pengukur kedalaman tanah 14 Tali raffia Penanda jalur petak contoh

15 Sasak Pengepakan herbarium

16 Penjepit Pengepak herbarium 17 Altimeter Ketinggian lokasi

18 Thermohygrometer Pengukur suhu dan kelembaban udara 19 Kertas pH Pengukur kadar keasaman/kebasaan tanah 20 Kalkulator Penghitung dalam pengolahan data

21 Kamera Dokumentasi

22 Field guide Buku bantu pencaharian nama latin tumbuhan Bahan

1 Alkohol 70% Pengawetan herbarium

2 Aquades Pelarut tanah

Objek penelitian

1 R. micropylora Objek penelitian 2 Vegetasi Objek penelitian 3 Tanah di sekitar habitat R.

micropylora


(25)

 

10

Peta Lokasi Penelitian di Taman Nasional Gunug Leuser

Blok Gurah Ketambe TNGL


(26)

3.3 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer berupa: (1) Kondisi populasi R. micropylora.

(2) Kondisi habitat R. micropylora; berupa data biotik (kondisi vegetasi, tumbuhan inang, aktivitas satwaliar) dan abiotik (penutupan serasah hutan, tanah, suhu, kelembaban).

(3) Sikap masyarakat terhadap keberadaan R. micropylora di TNGL.

Data sekunder berupa keadaan lokasi penelitian, diperoleh dari literatur atau pustaka yang telah ada.

3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Cara penetapan petak contoh

Pengambilan petak contoh ditetapkan secara purposive sampling

berdasarkan penemuan R. micropylora pada petak tunggal. 3.4.2 Bentuk dan ukuran petak contoh

Pengamatan dan pengumpulan data vegetasi sekitar R. micropylora

dilakukan pada petak tunggal dengan luas 1 ha (100 x 100 m), kemudian petak tersebut dibagi-bagi lagi menjadi petak kecil berukuran 20 x 20 m (Gambar 2), dengan kategori vegetasi dan luas petak ukur seperti tersaji pada Tabel 2.


(27)

a b c d

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

11 12 13 14 15

16 17 18 19 20

21 22 23 24 25

Keterangan:

a : Petak ukuran 2 x 2 m b : Petak ukuran 5 x 5 m c : Petak ukuran 10 x10 m d : Petak ukuran 20 x 20 m

: Petak ditemukannya R. micropylora Petak 11 – 15 : Petak pengukuran stratifikasi vegetasi

Gambar 2 Bentuk petak contoh.

Tabel 2 Tingkat pertumbuhan dan kriteria vegetasi pada setiap petak contoh

Petak contoh

Tingkat

Pertumbuhan Kriteria

Ukuran Petak (m) a Semai dan tumbuhan

bawah

Permudaan dari kecambah sampai tinggi < 150 cm/tumbuhan yang ketika dewasa tidak akan setara atau di bawah tinggi pohon.

2 x 2

b Pancang dan semak Permudaan dengan tinggi ≥ 150 cm sampai anakan berdiameter < 10 cm.

5 x 5 c Tiang

Liana

Diameter ≥ 10 - < 20 cm Tumbuhan merambat.

10 x 10

d Pohon Diameter 20 cm. 20 x 20

Sumber: Soerianegara dan Indrawan (1998) Sumbu Y

100 m

100 m Sumbu X a b

d c


(28)

3.4.3 Kondisi populasi R. micropylora

Kondisi yang diamati meliputi: jumlah knop/bunga R. micropylora yang masih hidup dan yang telah mati, jumlah bunga mekar, diameter knop dan bunga mekar, jenis kelamin bunga mekar, dan tempat tumbuh R. micropylora pada organ inang akar/batang yang ditempelinya, dan posisi inang pada petak contoh. Pengamatan dilakukan pada petak ukuran 1 ha.

3.4.4 Kondisi habitat R. micropylora

3.4.4.1 Data biotik

3.4.4.1.1 Kondisi vegetasi

Pengambilan data vegetasi dilakukan untuk tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai, serta pada liana, semak dan tumbuhan bawah. Data vegetasi berupa nama spesies, diameter, jumlah individu. Nama ilmiah spesies tumbuhan yang ditemukan diindentifikasi melalui buku field guide tumbuhan lapang, dan untuk yang tidak teridentifikasi di lapang maka dibuatkan dalam herbarium untuk diidentifikasi selanjutnya ke Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor.

Selain itu dilakukan pembuatan diagram profil arsitektur hutan untuk mengetahui lapisan-lapisan tajuk pohon (stratifikasi) dan penutupan tajuk dari petak contoh yang diambil dengan ukuran 0,2 ha (20 x 100 m). Profil arsitektur hutan yang digambarkan dan semua pohon berdiameter ≥ 20 cm diukur tinggi pohon dan diameter proyeksi tajuk, serta kedudukannya dalam sumbu x dan y. 3.4.4.1.2 Tumbuhan inang (Tetrastigma lanceolarium)

Pengambilan data tumbuhan inang (T. lanceolarium) dilakukan pada petak contoh yang ditemukan R. micropylora. Inang yang ditemukan dihitung banyaknya batang, tinggi batang, diameter batang, spesies inang, spesies dan tinggi pohon yang dipanjat serta pengamatan terhadap kondisi fisik batang dan daun inang, dan letak posisi inang dalam petak contoh. Pengamatan dilakukan pada petak ukuran 1 ha.

3.4.4.1.3 Aktifitas fauna/satwaliar

Data aktivitas fauna/satwaliar yang diamati ialah fauna/satwaliar yang terdapat disekitar knop/bunga R. micropylora. Pengamatan tersebut meliputi spesies satwa, jumlah satwa, dan aktivitas yang dilakukannya.


(29)

3.4.4.2 Data Abiotik (fisik)

Data fisik yang diambil meliputi data ketinggian tempat, kemiringan lahan, tebal penutupan serasah hutan, komponen fisik tanah, suhu dan kelembaban udara. Data ketinggian tempat diukur dengan memakai GPS berupa data ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Kemiringan lahan dilihat besarnya kemiringan lokasi penelitian dengan mengukur derajat kemiringan lahan. Tebalnya penutupan serasah hutan diukur pada habitat yang ditemukannya R. micropylora dari dasar tanah. Komponen fisik tanah diambil petak contoh tanah dalam tiga petak contoh yang diletakkan pada petak 1, 13, dan 25 pada petak contoh pengukuran vegetasi seluas 1 ha. Data komponen fisik tanah tersebut berupa pH tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), tekstur, struktur, dan warna tanah. Untuk data kelembaban dan suhu udara diambil data kelembaban dan suhu udara harian.

3.4.5 Sikap masyarakat sekitar hutan

Wawancara semi terstruktur dengan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan habitat R. micropylora dilakukan untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap R. micropylora. Masyarakat yang diwawancarai terutama masyarakat yang memiliki hubungan yang erat dengan hutan, khususnya dengan R. micropylora. Informasi tersebut dapat berupa pandangan masyarakat, hubungan keterikatan, dan manfaat R. micropylora bagi kehidupannya. Penetapan responden dilakukan secara terpilih berdasarkan kriteria yang telah disebutkan, dengan mengambil 30 responden.

Aktivitas kunjungan wisatawan dan pengelolaan, serta hubungan masyarakat dengan Rafflesia diamati untuk mengetahui aktivitas manusia yang berpengaruh. Dari aktivitas tersebut dilihat dampak negatif yang ditimbulkan terhadap habitat maupun R. micropylora. Aktifitas pengelolaan sendiri dilakukan dengan wawancara dengan pengelola TNGL dan observasi lapang secara langsung.

Sedangkan upaya konservasi R. micropylora dilihat dari permasalahan yang terjadi di kawasan TNGL dan dihubungkan dengan harapan masyarakat sekitar hutan melalui wawancara tertulis semi terstruktur. Penentuan pemberian solusi


(30)

dari permasalahan yang ada dilakukan melalui analisis masalah dan harapan masyarakat sekitar hutan.

3.5 Analisis Data 3.5.1 Kondisi biotik

Data vegetasi hutan yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan dihitung nilai-nilai: indeks nilai penting, indeks keanekaragaman spesies, indeks kekayaan spesies, dan indeks kemerataan.

3.5.1.1 Indeks nilai penting

Analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi untuk setiap spesies tumbuhan dilakukan pada masing-masing petak contoh untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi (Soerianegara & Indrawan 1983). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan suatu spesies (K)

(ha) contoh petak Luas spesies suatu individu Jumlah =

Kerapatan relatif suatu spesies (KR) 100%

spesies seluruh Kerapatan spesies suatu Kerapatan × =

Frekuensi suatu spesies (F)

petak seluruh Jumlah spesies suatu ditemukan petak Jumlah =

Frekuensi relatif suatu spesies (FR) 100% spesies seluruh Frekuensi spesies suatu Frekuensi × =

Dominansi suatu spesies (D)

(ha) contoh petak Luas spesies suatu dasar bidang Luas =

Dominansi relatif suatu spesies (DR) ×100% spesies seluruh Dominansi spesies suatu Dominansi =

Indeks Nilai Penting (INP)

ƒ Tingkat semai/tumbuhan bawah, liana dan pancang: INP = KR + FR ƒ Tingkat pohon/tiang: INP = KR + FR + DR

3.5.1.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan

Keanekaragaman spesies dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (H’), sebagai berikut :

[

]

PiLnPi

-H'=

   


(31)

  N N =

Pi i

 

Keterangan :

H’ : Indeks Keanekaragaman Shannon Pi : Proporsi Nilai Penting

Ln : Logaritma Natural Ni : Jumlah INP suatu spesies N : Jumlah INP seluruh spesies

3.5.1.3 Kekayaan spesies (Species richness)

Pengukuran kekayaan spesies dalam petak pengamatan, pendekatan yang digunakan adalah Indeks kekayaan spesies Margalef (Magurran 1988), dengan persamaan sebagai berikut:

N ln 1 -S = Dmg   Keterangan:

Dmg = Indeks kekayaan Margaleft S = Jumlah spesies

N = Jumlah individu

3.5.1.4 Indeks kemerataan (Evenness)

Pengukuran derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap spesies digunakan indeks kemerataan spesies tumbuhan (Magurran 1988), dengan persamaan sebagai berikut:

S ln H = E ' Keterangan: E = Nilai Evennes

H’ = Indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener S = Jumlah spesies

3.5.1.5 Stratifikasi dan penutupan tajuk vegetasi

Penentuan nilai persentase penutupan tajuk menggunakan rumus sebagai berikut:

Penutupan tajuk 100%

contoh petak Luas tajuk penutupan Luas × =

Penentuan stratifikasi tajuk hutan ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 1983):

Strata A : Lapisan teratas, dengan tinggi pohon ≥ 30 m. Strata B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m.


(32)

Strata C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m. Strata D : Lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 m.

Strata E : Lapisan tumbuhan-tumbuhan penutup tanah, tingginya 0-1 m. 3.5.3 Kondisi abiotik (fisik)

Data abiotik (fisik) yang meliputi tanah, suhu dan kelembaban udara disajikan melalui tabulasi, di analisis secara deskriptif kualitatif.


(33)

 

BAB IV

KONDISI UMUM LAPANGAN

4.1 Sejarah dan Status Kawasan

Perlindungan kawasan TNGL merupakan usulan dari tokoh-tokoh Aceh sejak 93 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1912. Para tokoh itu meminta kepada pemerintah kolonial untuk melindungi kawasan hutan di Singkil dan Lembah Alas, dan tidak mengijinkan penebangan hutan di sana. Pada tahun 1928, penanam karet Belanda, yaitu dr.F.C. van Heurn menyiapkan proposal yang pertama. Tahun 1934, suaka alam Gunung Leuser ditetapkan dengan luas 416.500 ha. Tahun 1936 Lahan basah Kluet seluas 20.000 ha dimasukkan sebagai tambahan suaka, dan dua tahun kemudian terjadi penambahan suaka di Sekundur seluas 79.100 ha, Langkat Barat dan Langkat Selatan seluas 127.075 ha ditetapkan. Pada tahun 1980, dideklarasikan 5 taman nasional pertama di Indonesia, yaitu Leuser, Ujung Kulon, Gunung Gede Pangrango, Baluran, dan Komodo. Menurut SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-II/91 tahun 1997 diacu dalam Wiratno (2007) luas TNGL adalah 1.094.962 ha. Pada tahun 1981, Leuser ditetapkan oleh UNESCO sebagai Biosphere Reserve atau Cagar Biosfer, atas usulan dari pemerintah Indonesia. Pengakuan global ini pun berlanjut lagi dengan ditetapkannya TNGL sebagai Tropical World Heritage Site of Sumatra, bersama-sama dengan TN Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan Selatan pada tahun 2004 (Wiratno 2007).

4.2 Letak dan Luas Kawasan

TNGL secara geografis terletak di koordinat 02° 50' - 04° 10' LU dan 96° 35' - 98° 30' BT yang terdapat di dua provinsi yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Kabupaten Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya) dan Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Langkat dan Karo). TNGL dengan luas 1.094.692 ha terbagi ke dalam Provinsi NAD seluas ± 867.789 ha, dan Provinsi Sumatera Utara seluas ± 226.903 ha (TNGL 2010).


(34)

 

Kabupaten Aceh Tenggara-Kuta Cane (NAD) merupakan salah satu tempat terdapatnya R. micropylora yang secara geografis terletak antara 3° 55' 23” - 4° 16' 37” LU dan 96° 43' 23’’ - 98° 10' 32” BT, dan secara administratif Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah timur dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Sumatera Utara, dan di sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terletak diketinggian 25-1.000 m dpl, berupa daerah perbukitan dan pegunungan. Suhu udara berkisar antara 25ºC sampai 32ºC (Anonim 2010).

4.3 Tanah

Pada kawasan TNGL minimal terdapat 11 macam jenis tanah. Tiga jenis tanah mendominir kawasan ini, yaitu kompleks podsolik cokelat, podsolik dan litosol (38,41%), kompleks podsolik merah kuning latosol dan litosol (31,97%), dan andosol (13,76%). Jenis-jenis tanah tersebut mencakup organosol dan gleihumus, regosol, podsolik merah kuning (batuan endapan), podsolik merah kuning (batuan aluvial), regosol, andosol, litosol, podsolik merah kuning (bahan endapan dan batuan beku), kompleks podsolik merah kuning latosol dan litosol, kompleks podsolik cokelat, podsolik dan litosol, serta kompleks resina dan litosol (TNGL 2010).

4.4 Hidrologi

Berdasarkan TNGL (2010), hidrologi di kawasan TNGL dicirikan oleh sungai panjang, yaitu Sungai Alas dan oleh anak-anak sungai yang berhulu dari banyak gunung diantaranya Gunung Leuser, Gunung Kemiri, Gunung Bendahara, Gunung Parkinson dan lain-lain. Anak-anak sungai ini bermuara ke Samudera Indonesia ataupun ke Selat Malaka.

Secara garis besar terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang airnya berasal dari kawasan TNGL, yaitu :

1) Bakongan, Krueng Kluet, Krueng Baro, Krueng Susoh, Krueng Batee dan Krueng Tripa.


(35)

 

2) Krueng Tripa dan Lesten. 3) Lesten/Jampur/Amiang

4) Sekundur/Besitang, Sei Lepan, Sei Batang Serangan, Sei Musam, Sei Bohorok, Sei Berkail, Sei Wampu, Sei Bekular, dan Sei Bingei.

5) Waihni Gumpang, Waihni Marpunga, Lawe Ketambe, Lawe Kompas, dan Lawe Bengkung.

Disamping keberadaan sungai-sungai tersebut di kawasan ini juga terdapat 2 (dua) buah danau kecil, yaitu Danau Laot Bangko yang terdapat di daerah Kluet (10 ha) dan Danau Marpunga (6 ha) di daerah Marpunga. Beberapa lokasi air panas juga ditemukan disini, seperti di Lawe Gerger (hutan lindung Serbolangit), dan Kappi serta lokasi air bergaram yang merupakan tempat pengasinan satwa liar (di Alas, Kappi, Leuser, dan Muara Renun).

4.5 Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Furguson (1958) diacu dalam TNGL (2010), kawasan TNGL termasuk tipe iklim A yaitu musim kemarau terjadi pada Bulan Maret-Agustus dan musim hujan pada Bulan September-Pebruari. Curah hujan rata-rata berkisar antara 1.000 s/d 3.000 mm pertahun. Suhu rata-rata minimum berkisar antara 23-25ºC dan rata-rata maksimum 30-33ºC, dan kelembaban udara relatif antara 65-75%.

4.6 Topografi

Kawasan TNGL berada di pegunungan yang berbukit dan bergelombang. Sebagian kecil saja areal yang berupa dataran rendah, yaitu di daerah Sekundur-Langkat pantai Timur dan di daerah Kluet pantai Barat. Berbagai elemen morfologi terlihat nyata, seperti rangkaian pegunungan dengan berbagai lipatan patahan dan rengkahan, gugusan bukit terjal dan bergelombang, gunung-gunung, kubah-kubah, dataran tinggi, plato, celah, lembah, jurang, lereng, dataran rendah, pantai, kompleks, dan aliran sungai dengan berbagai bentukan dan sistem pola sungai dengan cabang-cabangnya. Sedikitnya terdapat 33 bukit atau gunung dan ada beberapa yang belum tercatat. Salah satu puncak tertinggi TNGL adalah puncak Gunung Leuser, yaitu 3.149 m dpl (TNGL 2010).


(36)

 

4.7 Geologi

Bagian utara kawasan TNGL adalah pegunungan Leuser Simpoli yang terbentuk dari formasi "Munkap mata-sedimen dan Glanalei" yang diperkirakan berasal dari periode Permo-Carboniferous dan baru sedikit mengalami pelapukan. Jenis batuannya antara lain Phylite hitam dan kelabu, metasilstone, meta-sandstone, fine graned quaatzite, dan marbble. Jenis batuan yang terdapat di sekitar Lembah Alas, gugusan Bendara dan jalur Kluet - Rameh, antara lain

guartzbiolite schists banded, gneiss, cucocratic, fine granular gneiss, amphibolete, banded dan massive marble. Formasi Alas Barat diperkirakan berasal dari periode Nesozoic dengan jenis batuan blackshale to slate, siltstone, hard sand stone, minor grey wache, conglomerate, banded, massive limestone, dolomite, dan chert (TNGL 2010).

4.8 Potensi Kawasan 4.8.1 Flora

TNGL memiliki penyebaran vegetasi yang lengkap, mulai dari vegetasi hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan hutan pegunungan. Kawasan ini hampir seluruhnya ditutupi oleh lebatnya hutan Dipterocarpaceae dengan beberapa sungai dan air terjun. Vegetasi dominan adalah hutan tropis basah. Van Steenis (1937) diacu dalam TNGL (2010) membagi wilayah tumbuh-tumbuhan di TNGL dalam beberapa zona, yaitu ;

- Zona Tropika (termasuk zona Collin, terletak 500-1.000 m dpl). Zona ini merupakan daerah berhutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis tegakan yang berdiameter besar yang tingginya bisa mencapai 40 meter, serta berbagai jenis liana dan epifit yang menarik seperti anggrek.

- Zona Montane (termasuk zona sub montane, terletak 1.000-1.500 m dpl). Zona ini merupakan hutan montane dengan tegakan kayu yang tidak terlalu tinggi, yaitu berkisar antara 10 - 20 m, banyak dijumpai lumut yang menutupi tegakan kayu atau pohon, dengan kelembaban udara yang tinggi.

- Zona Sub Alpine (2.900 - 4.200 m dpl); merupakan zona hutan Ercacoid yang tidak berpohon lagi, dimana vegetasinya merupakan campuran dari


(37)

pohon- 

pohon kerdil dan semak-semak serta beberapa spesies tundra, anggrek dan lumut.

Berdasarkan TNGL (2010) diperkirakan TNGL memiliki 3.000 s/d 4.000 spesies tumbuhan, terutama di hutan dataran rendah, diantaranya terdiri dari spesies kayu komersial, pohon buah-buahan, rotan (74 spesies), palem, jenis tanaman obat, dan bumbu-bumbuan. Kayu komersial dari famili Dipterocarpaceae terdapat 95 spesies, antara lain meranti, keruing, shorea, dan pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Pohon buah-buahan antara lain jeruk hutan (Citras macroptera), durian hutan (Durio exeleyanus dan D. zibethinus), menteng (Baccaurea montheyana dan B. racemosa), dukuh (Lansium domesticum), mangga (Mangifera foetida dan M. guadrifolia), rukem (Flacourtia rukem), dan rambutan (Nephelium lappaceum). Spesies lainnya, antara lain palem daun sang (Johannesteijsmania altifrons) yang merupakan spesies yang hanya terdapat di daerah Langkat, beberapa spesies bunga Rafflesia (R. micropylora, R. arnoldii

var. atjehensis, R. rochussenii, R. arnoldii ), dan Rhizanthes zippelii serta berbagai tumbuhan pencekik (ara).

4.8.2 Fauna

TNGL (2010) mencatat sebanyak 34 ordo dari fauna yang terdiri dari 144 famili dengan 717 spesies dan 89 spesies diantaranya termasuk jenis satwa langka dan tidak terdapat di taman nasional lain. Beberapa satwa yang hidup di TNGL, yaitu:

a) Mamalia, antara lain orangutan (Pongo pygmaeus), serudung (Hylobates lar), kedih (Presbytis thomasi), siamang (Hylobates sindactylus), musang congkok (Prionodon linsang), kukang (Nycticebus coucang), kucing emas (Felis temmincki), pulusuan (Arctonyx collaris), bajing terbang (Lariscus insignis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), ajak (Cuon alpinus), harimau dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), gajah sumatera (Elephas maximus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), kambing hutan (Capricornis sumatraensis), tapir (Tapirus indicus),

b) Burung, antara lain kuntul kerbau (Bubulcus ibis), kuntul (Egretta sp.), itik liar (Cairina sp.), rajawali kerdil (Microhierax spp), rangkong (Buceros bicornis),


(38)

 

julang ekor abu-abu (Annorhinus gaeleritus), julang emas (Rhiticeros undulatus), kangkareng (Anthracoceros convextus), dan beo nias (Gracula religiosa).

c) Reptil, antara lain buaya muara (Crocodilus porosus), penyu belimbing (Dermochelys sp.), kura-kura gading (Orlitia borneensis), dan senyulong (Tomistoma sp.).

4.8.3 Ekowisata

Lokasi-lokasi yang memiliki potensi wisata, yaitu :

a) Gurah, melihat dan menikmati panorama alam, lembah, sumber air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuhan seperti bunga Rafflesia, orangutan, burung, ular dan kupu-kupu.

b) Rehabilitasi orangutan Bohorok, melihat atraksi orang hutan di tempat rehabilitasi orangutan dan wisata alam berupa panorama sungai, bumi perkemahan dan pengamatan burung.

c) Kluet, bersampan di sungai dan danau, trekking pada hutan pantai dan wisata goa. Daerah ini merupakan habitat harimau Sumatera.

d) Sekundur, berkemah, wisata goa dan pengamatan satwa.

e) Ketambe dan Suak Belimbing, penelitian primata dan satwa lain yang dilengkapi rumah peneliti dan perpustakaan.

f) Gunung Leuser (3.404 m dpl), dan Gn. Kemiri (3.314 m dpl), memanjat dan mendaki gunung.

g) Sungai Alas, kegiatan arung jeram dari Gurah-Muara Situlen-Gelombang, selama 3 hari.

Atraksi budaya di luar TNGL antara lain Festival Danau Toba pada bulan Juni di Danau Toba dan Festival Budaya Melayu pada bulan Juli di Medan. Musim kunjungan terbaik yaitu bulan Juni sampai Oktober. Sarana dan Prasarana yang dimiliki berupa kantor, radio komunikasi, pusat informasi, guest house, bumi perkemahan, jalan setapak, menara pengamat, dan shelter (TNGL 2010).

Cara menuju lokasi (menggunakan kendaraan roda empat): - Medan-Kutacane ± 240 km atau 8 jam

- Kutacane-Gurah/Ketambe ± 35 km atau 30 menit - Medan-Bohorok/Bukit Lawang ± 60 km atau 1 jam


(39)

 

- Medan-Sei Betung/Sekundur ± 150 km atau 2 jam - Medan-Tapaktuan ± 260 km atau 10 jam

4.9 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Hingga tahun 2003, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara adalah169.409 jiwa dengan kepadatan 37 jiwa/km . Komposisi penduduk terdiri dari 77.385 laki-laki dan 92.024 perempuan dengan tingkat pertumbuhan 1,67% per tahun (Anonim 2010). Kabupaten Aceh Tenggara sering disebut dengan tanah Alas didominasi oleh suku Alas. Suku Alas sebagian besar tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan.

Desa yang dijadikan sebagai responden yaitu Desa Ketambe, Desa Simpur Jaya pada Kecamatan Ketambe dan Desa Pulo Piku pada Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, NAD. Ketiga desa ini jika di tinjau dari wilayah perbatasan kawasan TNGL termasuk ke dalam zona perbatasan dengan TNGL. Disebutkan dalam data TNGL (2010) ada 37 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL. Diantara desa tersebut, ketiga desa yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian termasuk ke dalam desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL. Namun demikian desa yang paling erat dengan kawasan TNGL ialah Desa Ketambe dan Simpur Jaya. Dari ketiga desa tersebut sebagian besar Desa Simpur Jaya seluruhnya bermata pencaharian dari hasil berkebun, Desa Ketambe sudah banyak yang bermata pencaharian sebagai pedagang, jasa penyedia, jasa wisata, dan sebagai masyarakat berkebun, dan Desa Pulo Piku memiliki mata pencaharian sebagai petani dan berkebun.

Diantara ketiga desa yang terdapat, Desa Simpur Jaya merupakan desa yang paling tertinggal yang terletak di kawasan Kecamatan Ketambe dan merupakan salah satu desa yang masih sangat tergantung dengan keberadaan kawasan TNGL. Selain itu pada saat wawancara dengan masyarakat Simpur Jaya (Agustus 2010) terjadi penangkapan terhadap warga Simpur Jaya oleh petugas keamanan terkait masalah illegal logging dan perambahan hutan di kawasan TNGL. Sebanyak 6 orang warga yang ditangkap berdasarkan informasi dari petugas TNGL (Bapak ST Mangarahon, 52 Tahun). Karena ketergantungan masyarakat


(40)

 

Simpur Jaya terhadap hutan, berarti seluruh kegiatan masyarakat Simpur Jaya berada dalam kawasan TNGL.

Tanah Alas merupakan lumbung penghasil padi untuk daerah Aceh. Dari luas keseluruhan wilayah Aceh Tenggara, hanya 9,74% yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya. Luas lahan persawahan di wilayah Aceh Tenggara adalah 17.224 ha dengan pembagian tanah berdasarkan fungsinya seperti tersaji di Tabel 3.

Tabel 3 Luas tanah berdasarkan fungsi pemanfaatan tanah khusus tanaman padi

No. Fungsi Pemanfaatan Luas Tanah (ha) Produktivitas

1. Sawah beririgasi 2.500

107.153 ton gabah 2. Sawah berpengairan sederhana 13.972

3. Sawah tadah hujan 752

Sumber: Anonim (2010)

Selain ketersediaan air yang melimpah dan iklim Aceh Tenggara juga sangat cocok untuk membudidayakan berbagai jenis ikan air tawar. Selama ini yang sudah dibudidayakan adalah ikan mas dan mujair. Namun prospek yang bagus juga ada pada pembudidayaan ikan jurung, lele, belut, dan gabus, yang selama ini ditangkap dari sungai-sungai yang ada di wilayah Aceh Tenggara. Selain bidang perikanan, ternak yang dibudidayakan masyarakat daerah Aceh Tenggara dominannya adalah kerbau dan sapi, namun banyak juga yang membudidayakan kambing, domba dan unggas. Produktivitas bidang perikanan, pertanian, dan peternakan seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Produktivitas bidang perikanan, pertanian, dan peternakan di tahun 2004

No. Bidang Jenis Komoditi Produktivitas (ton) Luas Tanah (ha)

1. Perikanan Ikan mas 243,80

4.534,17 2. Perikanan Ikan mujair 1.152,54

3. Pertanian Jagung 151.092,85

27.054 4. Pertanian Kedelai 133,99

5. Peternakan Unggas 192.436

6. Peternakan Sapi 84.746

7. Peternakan Kambing 22.527

8. Peternakan Domba 12.200

9. Peternakan Kerbau 122.470

Sumber: Anonim (2010)

Spesies tanaman perkebunan potensial di wilayah Aceh Tenggara adalah kemiri, karet, kopi, kelapa, dan kakao. Belakangan ini, yang jumlah produksinya


(41)

 

mengalami pertumbuhan sangat pesat adalah kakao karena penanaman kakao oleh masyarakat baru dilakukan sekitar sepuluh tahun terakhir. Limpahan produksi kakao ini sangat membantu perekonomian masyarakat karena harganya relatif tinggi dan stabil. Tapi selain itu mereka juga mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan.


(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Kondisi Populasi Rafflesia micropylora Meijer

Lokasi ditemukannya knop (kuncup) Rafflesia micropylora Meijer berada di Blok Gurah Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Namun berdasarkan informasi dari masyarakat, terdapat empat lokasi tumbuh R. micropylora yang biasa ditemukan di TNGL, Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Lokasi-lokasi tersebut yaitu di Stasiun Riset Ketambe, Blok Gurah Ketambe, Desa Suka Rimbun Kecamatan Ketambe, dan di dekat kebun masyarakat Ketambe. Selain itu, R. micropylora yang dekat dengan daerah Ketambe dapat ditemui di Blok Air Panas, Desa Lawe Panas, Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi NAD. Dari keempat lokasi tersebut, R. micropylora hanya ditemukan di blok Gurah Ketambe TNGL.

Knop R. micropylora yang ditemukan berjarak sekitar 6 m dari inangnya yaitu akar reriang gana (Tetrastigma lanceolarium). Knop tersebut ditemukan dalam keadaan utuh lepas dari inangnya. Diduga knop tersebut baru sehari atau dua hari lepas dari inangnya akibat adanya gangguan.

Dari hasil bekas tumbuh R. micropylora pada inangnya ditemukan sejumlah lima bekas tempelan tempat tumbuh. Pada kelima bekas tumbuh R. micropylora

tersebut satu diantarannya adalah bekas tumbuh knop R. micropylora yang tercabut (Tabel 5).

Tabel 5 Kondisi bekas knop R. micropylora pada inang (T. lanceolarium)

Bekas knop R. micropylora Diameter inang (cm) Tinggi dari permukaan tanah (cm)

Knop 1 3,5 168

Knop 2 2,22 0

Knop 3 0,95 0

Knop 4 1,91 0

Knop 5 2,38 0

Berdasarkan Tabel 5, bekas knop R. micropylora memiliki diameter yang berbeda-beda pada setiap ukuran diameter inang. Kisaran diameter inang dimulai dari 0,95-3,5 cm. Ukuran diameter knop Rafflesia yang ditemukan terlepas dari inangnya mencapai 14,96 cm (Gambar 3). R. micropylora mekar dengan diameter bunga 30-60 cm (Zuhud et al. 1998).


(43)

Gambar 3 Kondisi knop R. micropylora.

Daun pelindung (bractea) yang mulai mengering dan berwarna cokelat kehitaman merupakan ciri khas bagi R. micropylora pada tahapan perkembangannya (Gambar 3). Disebutkan oleh Zuhud et al. (1998) bahwa knop

R. micropylora dengan ukuran kurang dari 10 cm warna pelindung berubah menjadi cokelat kemerah-merahan sampai cokelat kehitam-hitaman, dan pelindung sudah mengering serta warnanya berubah menjadi cokelat tua kehitam-hitaman hingga hitam pada ukuran lebih kurang 15 cm.

Dilihat dari struktur penyusunnya (Gambar 4), knop R. micropylora yang merupakan tumbuhan berumah dua ini adalah knop R. micropylora bunga jantan. Jenis kelamin knop ini ditandai adanya anther pada bagian dalamnya dan tidak memiliki ovarium. Processes pada knop ini memiliki 20 buah dengan tinggi 1,75-2,5 cm dari pangkal margo superior discus. Margo superior discusnya memiliki diameter 10,3 cm, dengan tinggi ramenta 0-0,75 cm.


(44)

Keterangan: 1. Diaphragm 2. Segmenta perigone 3. Ramenta

4. Processes

5. Margo superior discus 6. Anther

7. Lobe perigone 8. Discus

9. Annalus interior 10. Annalus exterior 11. Bractea

12. Sulcus coronalis 13. Cupula

14. Tempat menempelnya dengan inang

Gambar 4 Bagian R. micropylora (Zuhud et al. 1998).

Sebagai spesies tumbuhan berumah dua, keberadaan bunga jantan dan bunga betina pada R. micropylora sangat mempengaruhi proses perkembangbiakannya. Proses penyerbukan dan pembuahan yang sempurna akan terjadi jika terdapat dua spesies bunga jantan dan bunga betina R. micropylora

yang mekar dalam waktu yang bersamaan dan lokasi yang berdekatan. Proses perkembangbiakan tersebut juga tidak bisa dilakukan sendiri oleh bunga R. micropylora melainkan melalui bantuan satwa, angin dan air terhadap inangnya (Zuhud et al. 1998).

Satu knop R. micropylora tumbuh pada inangnya tidak memberikan kerugian yang nyata. Keberadaan knop R. micropylora tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan inang T. lanceolarium, karena satu batang inang dapat tumbuh Rafflesia pada berbagai fase pertumbuhan dan tidak diikuti tanda-tanda

8

10

14 2

1

3

5 9

11 4 7

6 12


(45)

kerusakan pada inang (Misnawaty 2007). Namun berdasarkan Nais (2001) menyatakan bahwa pengaruh tumbuhan parasit terhadap inangnya dapat menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperoleh air, kompetesi dalam memperoleh nutrisi organik maupun anorganik, terganggunya metabolisme inang, terganggunya potensi reproduksi inang, dan kesehatan inang menurun/terganggu.

5.2 Kondisi Habitat R. micropylora 5.2.1 Kondisi biotik

Kondisi biotik habitat R. micropylora meliputi kondisi vegetasi di sekitarnya, tumbuhan inang R. micropylora, aktivitas satwaliar di sekitar habitat

R. micropylora.

5.2.1.1 Kondisi vegetasi

Vegetasi adalah tingkat yang paling berperan dalam keberadaan hutan. Keberadaan vegetasi dapat dibedakan berdasarkan tingkatan pertumbuhannya yaitu tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai/tumbuhan bawah. Tingkatan vegetasi menggambarkan banyaknya jumlah spesies, besarnya diameter batang, dan tingginya vegetasi yang didapat pada suatu lokasi tersebut. Dari jumlah, diameter, dan tinggi vegetasi yang didapat menggambarkan keberadaan vegetasi tersebut dalam hal kedominanan spesies, kerapatan, dan penyebarannya yang terdapat pada lokasi tersebut.

5.2.1.1.1 Tingkat pohon

Dari hasil analisis vegetasi, didapat 30 spesies tingkat pohon dengan 13 famili. Habitat R. micropylora merupakan tipe vegetasi hutan dataran rendah. Ciri-ciri tipe vegetasi hutan dataran rendah yaitu adanya spesies kayu penting dari famili Dipterocarpaceae antara lain: Shorea, Hopea, Dipterocarpus, Vatica, dan

Dryobalanops (Soerianegara & Indrawan 1983).

Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi didominasi oleh spesies Parashorea parvifolia dari famili Dipterocarpaceae dan diikuti oleh Hydnocarpus woodii

(Flacourtiaceae), Glochidion kollmannianum (Euphorbiaceae), Toona sureni

(Meliaceae), dan Aglaia odorata (Meliaceae) sebagaimana tersaji di dalam Tabel 6 dan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 1.


(46)

Tabel 6 Lima spesies tingkat pohon yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%)

FR (%)

DR (%)

INP (%)

1 Parashorea parvifolia Dipterocarpaceae 8,26 7,89 32,18 48,33

2 Hydnocarpus woodii Flacourtiaceae 19,83 13,15 13,11 46,10

3 Glochidion kollmannianum Euphorbiaceae 17,35 13,15 8,91 39,42

4 Toona sureni Meliaceae 3,30 3,94 9,23 16,48

5 Aglaia odorata Meliaceae 4,13 5,26 3,30 12,69

Spesies P. parvifolia memiliki nilai INP tertinggi dan diameter terbesar dengan nilai Dominansi Relatif (DR) 32,18% dalam petak contoh. Dilihat dari tingkat kerapatan menunjukkan bahwa spesies H. woodii memiliki kerapatan paling tinggi yaitu Kerapatan Relatif (KR) mencapai 19,83%. Sedangkan untuk nilai frekuensi H. woodii dan G. kollmannianum mempunyai nilai frekuensi tertinggi dengan frekuensi relatif yang sama sebesar 13,15%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua spesies ini mempunyai tingkat penyebaran yang lebih merata dibanding spesies lainnya. Namun selain lima spesies tingkatan pohon yang tertinggi, spesies Trigonostemon sp. dari famili Euphorbiaceae merupakan spesies yang memiliki INP terendah dengan nilai INP 2,36%.

Gambar 5 menunjukkan persentase famili berdasarkan INP. Persentase famili tertinggi diperoleh Euphorbiaceae dengan nilai INP sebesar 28%, diikuti oleh famili Meliaceae, Sapindaceae, Moraceae, dan Rutaceae. Hal ini disebabkan famili Euphorbiaceae banyak ditemukan di petak pengamatan di antaranya spesies

G. kollmannianum, Mallotus oblongifolius, Macaranga hypoleuca, Cleistanthus myrianthus, Koilodpas brevipes.

-5 10 15 20 25 30

INP (%)

Famili


(47)

Berdasarkan penelitian Mukmin (2008) di Cagar Alam Penanjung Pangandaran Jawa Barat, famili yang memiliki INP tertinggi tingkat pohon yaitu Meliaceae dan Euphorbiaceae pada tingkat ke tiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa habitat Rafflesia pada hutan hujan dataran rendah masih memiliki kemiripan famili vegetasi.

5.2.1.1.2 Tingkat tiang

Analisis tingkat tiang didapat 35 spesies dari 18 famili, dengan lima spesies yang dominan berdasarkan INP yaitu Glochidion kollmannianum, Hydnocarpus woodii, Mallotus oblongifolius, Diospyros sumatrana, dan Syzygium magnoliaefolium, seperti tersaji pada Tabel 7 dan daftar lengkap spesies tingkat tiang tersaji pada Lampiran 2.

Tabel 7 Lima spesies tingkat tiang yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%)

FR (%)

DR (%)

INP (%) 1 Glochidion kollmannianum Euphorbiaceae 13,04 12,32 12,89 38,26

2 Hydnocarpus woodii Flacourtiaceae 13,04 9,58 10,93 33,56

3 Mallotus oblongifolius Euphorbiaceae 10,86 6,84 12,12 29,84

4 Diospyros sumatrana Ebenaceae 6,52 5,47 7,15 19,15

5 Syzygium magnoliaefolium Myrtaceae 5,43 5,47 8,04 18,96

Pada lima spesies yang memiliki INP tertinggi tingkat tiang tidak semua spesies menunjukkan dominansi yang sama dengan tingkat pohon, hanya dua spesies saja yang sama dominan yaitu H. woodii dan G. kollmannianum. Spesies

G. kollmannianum menduduki nilai INP ketiga di tingkat pohon, namun pada tingkat tiang G. kollmannianum memiliki nilai INP terbesar. Spesies P. parvifolia

tidak termasuk kedalam lima besar spesies yang memiliki INP terbesar pada tingkat tiang, namun P. parvifolia memiliki INP tertinggi pada tingkat pohon. Keberadaan tingkat vegetasi ditentukan oleh kemampuan vegetasi tersebut dalam mendapatkan cahaya yang digolongkan ke dalam spesies toleran, semi toleran, dan intoleran.

Jika dilihat dari persentase famili tingkat tiang berdasarkan nilai komulatif INP menunjukkan famili Euphorbiaceae tertinggi dengan INP sebesar 31,42% diikuti oleh Meliaceae, dan Rutaceae (Gambar 6).


(48)

-5 10 15 20 25 30 35

Euphorbiaceae Meliaceae Rutaceae Lainnya

INP (%)

Famili

Gambar 6 Persentase famili tingkat tiang berdasarkan INP.

5.2.1.1.3. Tingkat pancang

Jumlah spesies yang didapat pada vegetasi tingkat pancang yaitu 52 spesies dengan 24 famili. Dari 52 spesies vegetasi tingkat pancang, Glochidion kollmannianum merupakan spesies yang paling dominan dengan nilai INP 22,31%, dan diikuti oleh spesies Aglaia argentea, Hydnocarpus woodii,

Parashorea parvifolia, dan Aglai odorata sebagaimana yang tersaji pada Tabel 8. Selain 5 spesies yang paling dominan terdapat 21 spesies lainnya yang memiliki INP terendah dengan nilai INP 1,10% (Lampiran 3).

Tabel 8 Lima spesies tingkat pancang yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%) FR (%) INP (%)

1 Glochidion kollmannianum Euphorbiaceae 10,54 11,76 22,31

2 Aglaia argentea Meliaceae 10,18 9,55 19,74

3 Hydnocarpus woodii Flacourtiaceae 11,27 6,61 17,89

4 Parashorea parvifolia Dipterocarpaceae 8 7,35 15,35

5 Aglaia odorata Meliaceae 6,18 8,08 14,27

Nilai kerapatan vegetasi tertinggi pada tingkat pancang dimiliki oleh H. woodii dengan nilai KR 11,27% dan diikuti oleh spesies G. kollmannianum,

Aglaia argentea, P. parvifolia dan A. odorata. Spesies yang paling menyebar ialah G. kollmannianum, A. argentea, A. odorata, P. parvifolia, dan H. woodii. Salah satu kemampuan menyebarnya suatu spesies ditentukan oleh kemampuannya dalam menyesuaikan habitatnya, terutama terhadap media tanah dan kebutuhan unsur hara yang diperlukan. Spesies yang menyebar tidak selalu menggambarkan penyebaran terhadap famili.

Gambar 7 menunjukkan famili Euphorbiaceae memiliki nilai INP tertinggi dan diikuti oleh famili Meliaceae, dan Anonaceae.


(49)

-5 10 15 20 25

Euphorbiaceae Meliaceae Annonaceae Lainnya

INP (%)

Famili

Gambar 7 Persentase famili tingkat pancang berdasarkan INP.

Jika diperhatikan dari famili tingkat pohon, tiang, dan pancang memiliki persamaan famili di tingkat pertama dan kedua yaitu famili Euphorbiaceae dan Meliaceae. Sebagai perbandingan, di habitat R. patma Cagar Alam Penanjung Pangandaran Jawa Barat di tingkat pancang yaitu Euphorbiaceae dan Meliaceae juga menempati posisi pertama dan kedua (Mukmin 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat pancang habitat Rafflesia di hutan hujan dataran rendah yang mendominasi adalah famili Euphorbiaceae dan Meliaceae. 5.2.1.1.4 Tingkat semai/tumbuhan bawah

Vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah memiliki jumlah spesies yang paling banyak ditemukan, yaitu mencapai 73 spesies dengan 33 famili. Spesies yang paling dominan ditemukan adalah Parashorea parvifolia dengan INP 26,23%, diikuti oleh Elatostema vitatum, Toona sureni, Boesenbergia sp. dan

Smythea lanceata (Tabel 9). Daftar lengkap spesies tingkat semai/tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 9 Lima spesies tingkat semai/tumbuhan bawah yang memiliki tingkat INP tinggi

No Nama Ilmiah Famili KR (%) FR (%) INP (%)

1 Parashorea parvifolia Dipterocarpaceae 19,22 17 26,23

2 Elatostema vitatum Urticaceae 10,69 4,67 15,37

3 Toona sureni Meliaceae 6,97 2,80 9,78

4 Boesenbergia sp Zingiberaceae 4,34 4,67 9,01

5 Smythea lanceata Rhamnaceae 5,58 1,86 7,45

Spesies P. parvifolia merupakan spesies yang hampir menyebar di setiap petak contoh, dan termasuk kedalam INP terbesar pada tingkat semai. Spesies P. parvifolia termasuk juga kedalam INP terbesar pada tingkat pohon. Hal ini


(50)

menunjukkan bahwa P. parvifolia tingkat regenerasinya cukup baik. Walaupun demikian, jika dilihat dari famili ranking berdasarkan nilai INP, maka famili Euphorbiaceae memiliki nilai INP tertinggi sebesar 24% diikuti oleh Araceae, Rubiaceae, dan Meliaceae (Gambar 8).

Jumlah famili yang terdapat di tingkat semai/tumbuhan bawah merupakan jumlah famili yang terbanyak didapat jika dibandingkan dengan jumlah famili tingkat pohon, tiang, dan pancang. Hal ini berarti tingkat semai memiliki famili yang lebih beragam dibanding dengan tingkat pancang, tiang dan pohon.

-2 4 6 8 10 12 14 16

Famili

INP (%)

Gambar 8 Persentase famili tingkat semai/tumbuhan bawah berdasarkan INP.

5.2.1.1.5 Keanekaragaman spesies tumbuhan

Tingginya keanekaragaman tumbuhan terutama yang berhabitus pohon merupakan salah satu indikator bahwa hutan tersebut masih alami. Nilai-nilai pengukuran keanekaragaman spesies (Dmg, H’, dan E) untuk tingkat vegetasi

semai/tumbuhan bawah, pancang, tiang, dan pohon tersaji dalam Tabel 10. Tabel 10 Keanekaragaman spesies tumbuhan pada petak habitat R. micropylora

Tingkat Vegetasi Dmg H’ E

Pohon 7,08 2,96 0,83

Tiang 7,51 3,17 0,89

Pancang 9,07 3,37 0,85

Semai/tumbuhan bawah 10,97 3,72 0,87


(1)

 

67

Lanjutan Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi tingkat pancang di Blok Gurah TNGL

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP H'

43 Pohon cemara Macaranga hypoleuca Muell.Arg Euphorbiaceae 16 0,36 0,04 0,74 1,1 0,02 44 Pucuk mekhegen Psychotria rhinocerotis Reinw.ex

Blume

Rubiaceae

16 0,36 0,04 0,74 1,1 0,02

45 Setur badak Glycosmis pentaphylla (Retz.) DC. Rutaceae 48 1,09 0,08 1,47 2,56 0,05

46 Setur Padi Aglaia odorata Lour Meliaceae 272 6,18 0,44 8,09 14,27 0,18

47 Surin Toona sureni (BL.) Merrill Meliaceae 16 0,36 0,04 0,74 1,1 0,02

48 Tampang Blumeodendron tokbrai J.J. Smith Euphorbiaceae 192 4,36 0,20 3,68 8,04 0,12 49 Tekhahen Parashorea parvifolia Wyatt. Smith Dipterocarpaceae 48 1,09 0,08 1,47 2,56 0,05

50 Temeter Trigonostemon sp. Euphorbiaceae 16 0,36 0,04 0,74 1,1 0,02

51 Terop Artocarpus sp. Moraceae 32 0,73 0,04 0,74 1,46 0,03

52 Urel tenge Mallotus oblongifolius Muell.Arg. Euphorbiaceae 160 3,64 0,16 2,94 6,58 0,11

Jumlah 4400 100 5,44 100 200 3,37

Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah di Blok Gurah TNGL

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP H'

1 Akar cengkaduk Piper miniatum Blume Piperaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

2 Akar entap Smythea lanceata Summerhayes Rhamnaceae 3600 5,58 0,16 1,87 7,45 0,12 3 Akar kukut galang Zizyphus horsfieldii Miq. Rhamnaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 4 Akar labu imbo Mallotus peltatus Muell.Arg. Euphorbiaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

5 Akar palo rawan Ichnocarpus sp. Apocynaceae 700 1,09 0,16 1,87 2,95 0,06

6 Akar Rengut Galang Dalbergia sp. Fabaceae 800 1,24 0,24 2,80 4,04 0,07

7 Akar susu Psychotria sp. 1 Rubiaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

8 Akar tanduk Salacia sp.1 Celastraceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

9 Akar tombang Rhaphidophora sylvestris Engl. Araceae 1700 2,64 0,2 2,34 4,97 0,09 10 Akar tombang 2 Rhaphidophora korthalsiana

Herb.Lugd.But ex Engl.

Araceae 500 0,78 0,08 0,93 1,71 0,04

11 Anggrek tanah Phaius sp. Orchidaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

12 Asam peder Garcinia sp. Clusiaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03

13 Babi kurus Glochidion sp. Euphorbiaceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03


(2)

 

68

Lanjutan Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah di Blok Gurah TNGL

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP H'

15 Banitan kecil daun Trivalvaria macrophylla Miq. Annonaceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03 16 Bayam rusa Tetrastigma lanceolarium Planch. Vitaceae 800 1,24 0,04 0,47 1,71 0,04 18 Bulung gigit Tidak teridentifikasi Zingiberaceae 1300 2,02 0,24 2,80 4,82 0,08

19 Cegale Ficus sp. Moraceae. 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

20 Dukut dasih Planchonia valida Blume Lecythidaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 21 Gedeng Schismatoglottis calyptrata Zool. &

Morr.

Araceae 1700 2,64 0,28 3,27 5,91 0,1

22 Gelingang merak sedang

Aphanamixis polystachya (Wall.) R.N. Parker

Meliaceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

23 Gempol Kambing Sageraea lanceolata Miq. Annonaceae 300 0,47 0,12 1,40 1,87 0,04 24 Geseng bunge Koilodpas brevipes Merr. Euphorbiaceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02 25 Intap Parashorea parvifolia Wyatt. Smith Dipterocarpaceae 12400 19,22 0,6 7,01 26,23 0,26 26 Jambu Hutan Syzygium magnoliaefolium DC. Myrtaceae 900 1,40 0,24 2,80 4,20 0,08

27 Jejarum merah Ixora sp. Rubiaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03

28 Jejarum putih Psychotria sp. 2 Rubiaceae 1100 1,71 0,16 1,87 3,57 0,07

29 Jerik jambu Cleistanthus myrianthus Kurz Euphorbiaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

30 Jerik kawal Salacia sp.1 Celastraceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

31 Kayu Jakhak Mallotus oblongifolius Muell.Arg. Euphorbiaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03 32 Kayu kesebeh Ardisia fuliginosa Blume Myrsinaceae 3100 4,81 0,2 2,34 7,14 0,11 33 Kayu mekhampok Elatostema vitiense (A.Gray ex Wedd.)

A.C.Smith

Urticaceae

200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03 34 Kayu nasi Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi  1600 2,48 0,24 2,80 5,28 0,09

35 Kayu pano Eucalyptus sp. Myrtaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03

36 Kayu rotan kecil daun

Glochidion kollmannianum J.J. Smith Euphorbiaceae

1500 2,33 0,32 3,74 6,06 0,1

37 Keladi merah Alocasia longiloba Miq. Araceae 300 0,47 0,12 1,40 1,87 0,04

38 Keladi Tanah Homalomena humilis (Jack) Hook.f. Araceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03

39 Keluang kare Tectaria crenata Polypodiaceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03

40 Kerakah pagar anak Paranephelium nitidum King Sapindaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 41 Ketupat Psychotria rhinocerotis Reinw.ex

Blume

Rubiaceae

200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03

42 Kopi Suregada glomerulata Baill. Euphorbiaceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02


(3)

 

69

Lanjutan Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi tingkat semai/tumbuhan bawah di Blok Gurah TNGL

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K KR F FR INP H'

44 Kunyit hutan Boesenbergia sp. Zingiberaceae 2800 4,34 0,4 4,67 9,01 0,13

45 Lange Tacca integrifolia Ham. ex Hook.f. Taccaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 46 Langsat khimbe Nephelium rubescens Hiern. Sapindaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03 47 Latong rusa Dendrocnide stimumalans (L.f.) Chew. Urticaceae 200 0,31 0,08 0,93 1,24 0,03 48 Mate kukukhen Ardisia fuliginosa Blume Myrsinaceae 900 1,40 0,16 1,87 3,26 0,06 49 Medang kunyit Cryptocarya mentek Blume ex Nees Lauraceae 600 0,93 0,12 1,40 2,33 0,05

50 Medang sawa Conandrium sp. Myrsinaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0.01

51 Meranti petima Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi  200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

52 Mpedang Rhaphidophora sp. Araceae 700 1,09 0,16 1,87 2,95 0,06

53 Mpedang cut Anthrophium callifolium Adiantaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

54 Mpedang Tanoh Diplazium sp. Athyriaceae 500 0,78 0,12 1,40 2,18 0,04

55 Munel sedang Hydnocarpus woodii Merr. Flacourtiaceae 1200 1,86 0,28 3,27 5,13 0,09 56 Ngekhing Ventilago oblongifolia Blume Rhamnaceae 1100 1,71 0,08 0,93 2,64 0,05 57 Pakam Pometia pinnata J.R.& G.Forest. Sapindaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

58 Pakis Asplenium spp Polypodiaceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03

59 Pangang babi Leea rubra Blume Leeaceae 600 0,93 0,04 0,47 1,40 0,03

60 Pepenuh Schefflera polybotrya Koord. Araliaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

61 Rampah Dalbergia sp. Fabaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

62 Resam Selaginella plana Hiron Selaginellaceae 1200 1,86 0,12 1,40 3,26 0,06

63 Semeje Capparis sp. Capparaceae 300 0,47 0,12 1,40 1,87 0,04

64 Sesirung Elatostema vitatum Urticaceae 6900 10,70 0,4 4,67 15,37 0,19

65 Setur badak Glycosmis pentaphylla (Retz.) DC. Rutaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

66 Setur Padi Aglaia odorata Lour Meliaceae 300 0,47 0,08 0,93 1,40 0,03

67 Sirih hutan Piper miniatum Blume Piperaceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

68 Surin Toona sureni (BL.) Merrill Meliaceae 4500 6,98 0,24 2,80 9,78 0,14

69 Tampang Blumeodendron tokbrai J.J. Smith Euphorbiaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 70 Tampu biasa Macaranga tanarius Muell.Arg. Euphorbiaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01 71 Tekhahen Parashorea parvifolia Wyatt. Smith Dipterocarpaceae 100 0,16 0,04 0,47 0,62 0,01

72 Temeter Trigonostemon sp. Euphorbiaceae 200 0,31 0,04 0,47 0,78 0,02

73 Urel tenge Mallotus oblongifolius Muell.Arg. Euphorbiaceae 400 0,62 0,12 1,40 2,02 0,04


(4)

Lampiran

5

Kuisioner sikap masyarakat terhadap

Rafflesia.

1.

Nama :

2.

Alamat :

3.

Umur :

4.

Suku :

5.

Pendidikan Terakhir;

a.

Tidak tamat SD

b.

Tamat SD

c.

SMP

d.

SMA

e.

Perguruan Tinggi

6.

Pekerjaan:

a.

Petani

b.

PNS

c.

ABRI

d.

POLRI

e.

Buruh

f.

Wiraswasta

7.

Penghasilan;

a.

< 250.000/Bln

b.

250.000 – 500.000/Bln

c.

500.000 – 1.000.000/Bln

d.

> 1.000.000/Bln

8.

Seberapa sering saudara masuk hutan;

a.

Setiap hari

b.

Seminggu sekali

c.

Dua minggu sekali

d.

Sebulan sekali

e.

Kurang dari tiga bulan sekali

f.

Kurang dari setahun 1 sekali

g.

Tidak pernah

9.

Tujuan saudara masuk hutan;

a.

Mencari nafkah sehari-hari

b.

Ekowisata

c.

Penelitian

d.

Lain-lain:………

10.

Apakah saudara mengenal

Rafflesia

?

a.

Ya

b.

Tidak

11.

Pernahkah saudara memanfaatkan

Rafflesia

?

a.

Ya

b.

Tidak

12.

Jika Pernah, dimanfaatkan sebagai apa saja?

a.

Tumbuhan obat

b.

Koleksi/ hiasan

c.

Sumber pendapatan

d.

Upacara adat-istiadat


(5)

e.

Lainnya:…………..

13.

Bagian yang dimanfaatkan?

a.

Knop

b.

Bunga

c.

Lainya:………….

14.

Bagaimana cara pemanfaatannya?

a.

Di buat jamu

b.

Langsung dikonsumsi

c.

Lainnya:………….

15.

Kalau seandainya di jual, kemana di jual?

a.

Tengkulak

b.

Pasar

c.

Lainnya:…………

16.

Berapa harga jual per knop/bunga? Rp.:………..

17.

Pada bulan apa biasanya dipanen?, Bulan:………..

18.

Berapa kali dalam setahun masa panen?

a.

Sekali

b.

2 kali

c.

3 kali

d.

> 3 kali

19.

Apakah saudara mengetahui bahwa

Rafflesia

merupakan flora langka?

a.

Ya

b.

Tidak

20.

Apakah saudara mengetahui bahwa

Rafflesia

merupakan flora yang di

lindungi oleh Undang-Undang?

a.

Ya

b.

Tidak

21.

Pandangan saudara terhadap

Rafflesia

?

a.

Mendukung pelestariannya

b.

Tidak mendukung

c.

Tidak tahu

22.

Apakah saudara bangga dengan bunga

Rafflesia

yang tumbuh di hutan di

sekitar tempat tinggal anda.


(6)

b.

Tidak

c.

Tidak tahu

23.

Bagaimana perasaan saudara ketika melihat bunga

Rafflesia

yang sedang

mekar di hutan.

a.

Kagum

b.

Biasa saja

c.

Takut

Alasannya:………

………

………

………

………

………

24.

Bagaimana sikap saudara jika orang lain mengambil kuncup/bunga

Rafflesia

?

a.

Melarang

b.

Membiarkan

25.

Jika melarang, bagaimana tindakan selanjutnya?

a.

Melaporkan ke pihak terkait

b.

Bertindak secara langsung

26.

Harapan saudara terhadap Taman Nasional Gunung Leuser:………


Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Inventarisasi Jamur Makroskopis Di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

14 177 116

Kekayaan Jenis Makroepifit Di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser (Tngl) Kabupaten Langkat

2 67 5

Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 35 133

Dampak Penetapan Batas Kawasan Ekosistem Leuser Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Zona Inti Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat

2 58 94

Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia rochussenii (Teijsm. et Binn.) di resort tapos Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

1 18 84

Sikap Masyarakat Dan Stimulus Konservasi Pakis Sayur (Dyplazium Esculentum (Retz.) Sw.) Di Desa Gunung Bunder Ii, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

0 8 82

STUDI EKOLOGI Rafflesia gadutensis Meijer. DI TAMAN HUTAN RAYA DR.M. HATTA KOTA PADANG.

0 0 7

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11