imunitas menunjukkan bahwa mekanisme yang terkait dengan imunitas antara lain adalah pencegahan peningkatan  permeabilitas  sel,  meningkatkan  produksi  IgA  dan  IgE  serta  meregulasi  respon  imun
Gill  HS  dan  Cross  ML  2001.  Walaupun  target  utama  bakteri  probiotik  adalah  saluran  pencernaan dan usus, namun beberapa penelitian membuktikan bahwa efek immunomodulator  probiotik terhadap
gambaran  hematologik  dapat  dijelaskan  secara  sistematik.  Secara  spesifik,  hal  ini  terlihat  pada leukosit  dan  imunitas humoral  yang hanya  dapat  diuji  secara  ex  vivo.  Beberapa  bagian  sistem imun
telah  diketahui  dapat  dipengaruhi  oleh  pemberian  probiotik,  termasuk  limfosit  proliferasi,  sekresi sitokin,  dan  sitotoksik  selular;  sistem  imun  bawaan  fagositosis,  produksi  radikal,  sekresi  enzim
lisosim;  aktivitas  sel  pembunuh  alami  dan  sel  natural  killer  NK  serta  antibodi  immunoglobulin level dan spesifik antigen Gill HS dan Cross ML 2001.
Bakteri  probiotik  dan  obat  apa  pun  yang  diberikan  secara  oral  akan  diangkut  oleh  darah  ke organ targetnya. Darah berfungsi mendistribusikan nutrisi, oksigen serta zat-zat lain ke semua organ,
sehingga  memungkinkan  organ  tubuh  melakukan  fungsinya.  Fungsi  darah  dapat  terganggu  bila parameter darah tidak normal, akibatnya terjadi penyakit atau gangguan pada darah dan fungsi darah
yang  pada  gilirannya  dapat menyebabkan  gangguan  pada  organ lain.  Berdasarkan hal  tersebut  perlu dilakukan  penelitian  untuk  mengetahui  pemberian  bakteri  probiotik  terhadap  parameter  darah  yang
meliputi jumlah eritrosit, leukosit, konsentrasi hemoglobin dan jumlah trombosit.
Pada  umumnya  bakteri  probiotik  yang  digunakan  di  industri  pangan  masih  bersifat  impor. Padahal  isolat  lokal  sangat  diperlukan  untuk  pengembangan  pangan  probiotik  di  Indonesia.  Arief
2008 telah  berhasil mengisolasi  10  bakteri asam laktat lokal  dari  daging  sapi  mentah  yang  berasal dari  beberapa pasar  tradisional  di  daerah  Bogor.  Isolat  lokal  ini memiliki  keunggulan  sangat  mudah
beradaptasi  dengan  kondisi  lingkungan  Indonesia  sehingga  tidak  perlu  manipulasi  dan  rekayasa. Isolat lokal ini kemudian diaplikasikan pada  yogurt karena yogurt merupakan minuman yang cukup
diminati masyarakat Indonesia.
Namun  demikian,  sifat  fungsional  lainnya  belum  diteliti,  terutama  sifat  fungsional  sebagai pencegah  diare  akibat  infeksi  EPEC.  Telah  diketahui  bahwa  beberapa  strain  probiotik  memiliki
aktivitas bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk EPEC, dengan cara meningkatkan status imun inang yang mengonsumsinya sebagai imunomodulator. Oleh sebab itu, dengan penambahan bakteri
asam  laktat  probiotik  lokal  diharapkan  status  hematologi  tikus  bisa  bertahan,  bahkan  bisa ditingkatkan.
Proses pengambilan sampel darah dilakukan melalui proses pembedahan karena selain sampel darah  juga  diambil  organ-organ  lain  seperti  limpa,  usus,  hati  dan  ginjal  untuk  prosedur  sediaan
histologis  yang tidak dibahas dalam tulisan ini. Tikus didislokasi leher untuk membunuh tikus tanpa memecah pembuluh darahnya. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan bakteri asam laktat
probiotik  lokal  berupa  Lactobacillus    plantarum  2C12  dan  Lactobacillus  fermentum  2B4  sebagai antidiare pada tikus percobaan yang dipapar bakteri EPEC secara in vivo serta mengetahui dampaknya
pada gambaran hematologik eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan  umum  dari  penelitian  ini  adalah  mengaplikasikan  dua  bakteri  asam  laktat  probiotik lokal  terbaik  yang  berasal  dari  daging  sapi  di  beberapa  pasar  tradisional  wilayah  Bogor,  yaitu
Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4, dalam pembuatan yogurt sinbiotik
fungsional yang memiliki sifat sebagai imunomodulator dan antidiare. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengaplikasikan BAL probiotik lokal terbaik, yang berasal dari daging sapi di beberapa pasar
tradisional wilayah Bogor, pada pembuatan formula yogurt sinbiotik fungsional mengandung probiotik dan prebiotik.
2. Melakukan  uji  kemampuan  yogurt  sinbiotik  sebagai  antidiare  pada  tikus  percobaan  yang
dipapar dengan bakteri EPEC penyebab diare. 3.
Mengetahui pengaruh  pemberian  yogurt  sinbiotik terhadap status hematologi  tikus  percobaan dengan parameter yang dianalisis terdiri penghitungan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar
hemoglobin, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Pendahuluan
Suhesti  2010  membuktikan  bahwa  penambahan  EPEC  pada  tikus  dapat  menyebabkan penurunan berat badan dan kejadian diare pada tikus. Status hematologi menunjukkan bahwa jumlah
eritrosit,  hematokrit  dan  hemoglobin  tikus  kontrol  positif  memiliki  jumlah  yang  paling  rendah  dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok tikus yang diberikan BAL, dengan atau
tanpa  penambahan  EPEC.  Kelompok  kontrol  positif  memiliki  jumlah  trombosit  yang  paling  rendah dan  berbeda  nyata  dengan  kelompok  kontrol  negatif  dan  kelompok  tikus  yang  diberikan  BAL  L.
plantarum
2C12.  Demikian  halnya  dengan  jumlah  leukosit  tikus  kelompok  kontrol  positif  berbeda nyata  dengan  kelompok  kontrol  positif,  kelompok  BAL  L.  plantarum  2C12  dan  kelompok  BAL  L.
fermentum .
Penambahan  probiotik  berupa  BAL  L.  plantarum  2C12  dan  BAL  L.  fermentum  2B4  pada kelompok  tikus  yang  diberikan  EPEC  mampu  mempertahankan  status  hematologi  tikus  untuk
parameter  eritrosit,  hematokrit,  hemoglobin,  dalam  jumlah  yang  normal.  Pemberian  BAL  L. plantarum
2C12 menunjukkan kemampuan yang lebih besar dalam mempertahankan jumlah eritrosit, hematokrit,  dan  hemoglobin  tikus  yang  diinfeksi  tikus,  dibandingkan  dengan  pemberian  BAL  L.
fermentum
2B4.
2.2
Diare
Diare  adalah  buang  air  besar  defekasi  dengan  tinja  berbentuk  cair  atau  setengah  cair setengah padat, kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya  yaitu lebih dari 200 gram atau 200
ml24 jam. Menurut WHO 2009, diare didefinisikan sebagai yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kalihari atau melebihi frekuensi buang air besar pada umumnya. Buang air besar encer tersebut dapat
disertai lendir dan darah. Diare merupakan penyakit kedua terbanyak setelah infeksi saluran nafas akut dan merupakan penyebab pertama kematian di tahun 1986 Kolopaking 2002.
Menurut de Vrese M dan Offick 2010, ada empat jenis diare yaitu : 1.
Diare  osmotik,  terjadi  bila  bahan-bahan  tertentu  yang  tidak  dapat  diserap  ke  dalam  darah tertinggal  di  usus.  Bahan  tersebut  menyebabkan  peningkatan  kandungan  air  dalam  tinja
sehingga  terjadi  diare.  Makanan  tertentu  buah  dan  kacang-kacangan  dan  heksitol,  sorbitol juga  manitol  pengganti  gula  dalam  makanan  dietetik,  permen  dan  permen  karet  dapat
menyebabkan diare osmotik.
2. Diare yang berhubungan dengan pengacauan motilitas, disebabkan adanya gangguan motilitas
sehingga waktu transit usus menjadi lebih cepat. 3.
Diare sekretorik, terjadi jika usus kecil dan usus besar mengeluarkan garam terutama natrium klorida dan air ke dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada
kolera dan diare infeksius lainnya. 4.
Diare penyebab radang Diare  ini  terjadi  jika  lapisan  usus  besar  mengalami  peradangan  atau  membentuk  tukak,  lalu
melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya. Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus, keracunan makanan, alergi, dan lactose intolerance
makanan tertentu de Vrese M dan Offick 2010. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada  infeksi  bakteri  paling  tidak  ada  dua  mekanisme  yang  bekerja  yaitu  meningkatkan  gerak
peristaltik  dan  menurunkan  penyerapan  di  usus.  Infeksi  bakteri  menyebabkan  inflamasi  dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen  meliputi  penempelan  bakteri  pada  sel  epitel  dengan  atau  tanpa  kerusakan  mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat menembus pertahanan mukosa usus Myllyluoma et al. 2007.
Penyakit  yang disebabkan oleh  Enteropatogenic E. coli EPEC, sangat khas karena sebagian besar terjadi pada bayi yang dicirikan dengan diare yang tidak berlendir, muntah, dan sedikit demam
Donnenberg  1995.  Pemberian  antibiotik  pada  diare  akut  seharusnya  dihindari  karena  dapat menyebabkan  kematian  mikroflora  usus  yang  bermanfaat  untuk  menjaga  homeostasis  tubuh.
Antibiotik  hanya  diberikan  pada  disentri  dan  kolera,  karena  antibiotik  selama  kejadian  diare  akut merupakan  resiko  terjadinya  diare  yang  berkepanjangan.  Pemberian  antibiotik  untuk  diare  persisten
adalah tidak efektif Hidayat 1997.
Terjadinya  diare  karena  EPEC  masih  belum  diketahui  pasti.  Patogenesisnya  lebih  kompleks daripada Enterotoxigenic E. coli ETEC dan diyakini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu non
intimate binding yang diperantarai fili bfp. Tahap kedua, adhesi bakteri pada sel inang mencetuskan
tranduksi  sinyal,  yang  berhubungan  dengan  aktivasi  kinase  tirosin  sel  inang  dan  menyebabkan kenaikan  level  Ca
2+
intraseluler  sel  inang.  Tahap  ketiga,  yaitu  intimate  binding  dan  actin rearrangement
yang  ekstensif  di  sekitar  bakteri.  Pada  banyak  penderita,  dilihat  dengan  mikroskop elektron,  EPEC  melekat  erat  pada  permukaan  mukosa  dan  sebagian  dikelilingi  oleh  pedestals
attaching  and  effacing  pada  permukaan  enterosit  dan  pada  area  perlekatan  EPEC,  brush  border mikrovili menjadi hilang. Perlekatan EPEC pada sel-sel inang dan kerusakan kekuatan absortif pada
sel-sel  mukosa  yang  rusak  ini  mungkin  bertanggung  jawab  pada  terjadinya  diare  karena  EPEC Gibson dan Roberford 1995
Perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk menyerap air sehingga terjadi diare
akut  berair  yang  persisten,  selain  kadang-kadang  disertai  demam  ringan  dan  muntah.  Diare  dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam mikroflora usus, peningkatan permeabilitas usus dan radang
usus  Salminen  S  et  al.  1998.  Di  sisi  lain,  probiotik  diharapkan  dapat  mengurangi  resiko  diare. Beberapa  penelitian  telah  membuktikan  bahwa  Bifidobacteria  dan  Lactobacilli  dapat  menurunkan
resiko diare secara signifikan. Salah satu cara mencegah diare adalah dengan menjaga keseimbangan saluran  pencernaan  Myllyluoma  et  al.  2007.  Bakteri  probiotik  tertentu  seperti  L.  rhamnosus  GG
diketahui dapat meningkatkan pembentukan antibodi nonspesifik dan respon imun spesifik melawan rotavirus, tetapi respon imun yang dihasilkan spesifik terhadap strain tertentu Majamaa et al. 1995.
Jika  bakteri  probiotik  mampu  melekat  pada  epitel  usus  dan  berkolonisasi  pada  usus  maka diharapkan probiotik  dapat digunakan untuk membantu mencegah atau mengobati diare.
2.3 Mikroflora Usus