Keterbatasan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA

47 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Triwinarto dkk 2012 yang mengemukakan bahwa pada titik potong IMT 22-23 kgm 2 merupakan titik potong yang terbaik untuk digunakan sebagai penentu risiko hipertensi pada pria. Hasil penelitian juga sejalan dengan hasil penelitian Harahap 2004 yang menunjukkan bahwa pada titik potong IMT 23 kgm 2 mempunyai risiko 2,1 kali lebih terkena hipertensi dibandingkaan dengan mereka yang mempunyai IMT 23 kgm 2 . Di sisi lain, hasil penelitian ini berbeda dengan nilai titik potong yang digunakan di Indonesia. Hingga saat ini, titik potong IMT masih menggunakan titik potong 27 kgm 2 untuk menentukan status obesitas yang berisiko. Berdasarkan hasil analisis peneliti, hasil hitung nilai sensitivitas pada titik potong IMT 27 kgm 2 pada pria hanya sebesar 9,2 yang berarti bahwa titik potong IMT 27 kgm 2 hanya dapat menyaring responden pria yang benar-benar berstatus prahipertensi sebanyak 9,2. Berdasarkan nilai sensitivitas yang diperoleh, peneliti berpendapat bahwa titik potong IMT 22 kgm 2 lebih baik dari pada titik potong 27 kgm 2 jika digunakan sebagai prediktor prahipertensi pada pria, mengingat nilai sensitivitas menunjukkan persentase responden yang benar-benar berstatus prahipertensi dari total responden pria. Dengan menggunakan titik potong IMT 22 kgm 2 , reseponden yang benar benar berstatus prahipertensi dapat lebih banyak disaring dibandingkan dengan titik potong 27 kgm 2 . Dengan kata lain, jika menggunakan titik potong IMT 22 kgm 2 sebagai alat prediksi awal 48 prahipertensi, responden dengan status prahipertensi semu akan lebih sedikit dibandingkan menggunakan titik potong IMT 27 kgm 2 . Sehingga titik potong 22 lebih tepat digunakan sebagai alat prediksi awal prahipertensi pada pria di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, secara etnis Indonesia merupakan golongan etnis asia yang notabene mempunyai bentuk frame tubuh yang relatif lebih kecil dibanding dengan etnis eropa ataupun latin. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Bell dkk dari departemen nutrisi, sekolah kesehatan masyarakat, University of North Carolina yang meneliti tiga etnis yaitu Cina, Filipina dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada dasarnya dari ketiga etnis tersebut mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi pada IMT yang lebih tinggi. Akan tetapi terdapat perbedaan pada etnis Cina terkait hubungan IMT dan hipertensi, pada level IMT kurang dari 25 hubungan antara IMT dan hipertensi lebih kuat pada pria maupun wanita. Sehingga, peneliti berasumsi bahwa pada etnis Asia termasuk Indonesia pada IMT yang lebih rendah mempunyai hubungan yang lebih kuat terhadap kejadian hipertensi. Dengan demikian, berdasarkan penelitian ini, peneliti berpendapat jika seseorang pria dewasa ≥ 18 tahun memiliki IMT 22 direkomendasikan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara rutin untuk mencegah terjadinya hipertensi. Dengan deteksi dini prahipertensi inilah kasus hipertensi dapat ditanggulangi.