12
lebih tinggi. sementara pembuluh darah mungkin rusak akibat tekanan internal yang tinggi terutama ketika dinding pembuluh darah melemah
akibat proses degeneratif aterosklerosis. Sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada berbagai organ Sherwood, 2011.
Komplikasi hipertensi bisa meliputi gagal jantung kongestif yang merupakan akibat dari ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
melawan tekanan arteri yang terus menerus tinggi, kemudian stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak, gagal ginjal karena gangguan pregesif
aliran darah melalui pembuluh darah Sherwood, 2011. Hal serupa bisa terjadi pada organ lain apabila pembuluh darah pada organ tersebut
mengalami kerusakan.
B. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Hipertensi
1. Hubungan Obesitas dengan Hipertensi
Obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer Heuther dan Kathryn, 2012. Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan
lemak tubuh yang berlebih yang terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar, sehingga berat badan
seseorang melebihi batas normal dan dapat membahayakan kesehatan Harahap dkk, 2005.
Hipertensi dan obesitas merupakan kelainan yang mempunyai kaitan erat meskipun mekanisme pasti obesitas yang yang berhubungan
dengan hipertensi masih belum jelas Lilyasari, 2007. Di Indonesia, orang dengan obesitas mempunyai risiko 2,8 kali lebih besar terkena hipertensi
13
Rahajeng dan Tuminah, 2009. Hal serupa juga diungkapkan oleh penelitian Pradono 2010, bahwa responden dengan berat badan berlebih
di daerah perkotaan di Indonesia mempunyai peluang 2,3 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan responden dengan berat badan normal.
Sedangkan penderita obesitas di Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat mempunyai risiko hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang mempunyai Indeks Massa Tubuh IMT normal Natalia dkk, 2015.
2. Klasifikasi IMT
Indeks Massa Tubuh mempunyai korelasi yang kuat dengan lemak tubuh. Definisi operasional obesitas dan overweight didasarkan atas IMT.
IMT merupakan ekuasi antara berat badan kg dibagi dengan tinggi badan kuadrat m
2
Lilyasari, 2007. Nilai IMT yang digunakan untuk menilai status gizi seseorang berbeda
beda disetiap negara menyesuaikan karakteristik penduduk negara masing masing. Di Indonesia, titik potong IMT yang digunakan adalah titik potong
IMT yang merujuk pada anjuran WHO. Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk dewasa adalah sebagai berikut Kemenkes,
2014 :
14
Tabel 2.2 Kategori Status Gizi berdasarkan IMT
Kategori Sistolik mmHg
Kurus 18,5
Normal ≥18,5 - 24,9
Berat Badan Lebih ≥25 - 27,0
Obesitas ≥27
Sumber : Kemenkes 2014
3. Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas
Obesitas mempunyai hubungan yang erat secara langsung dengan kejadian hiprtensi. Hubungan tersebut terkait dengan komposisi lemak
berlebih serta massa tubuh. Penjelasan hubungan tersebut meliputi :
Skema 2.2 Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas Lang, 2009.
a. Adiposit sel lemak yang berlebih pada penderita obseitas akan memproduksi resistin. Resistin berperan dalam peningkatan
resistensi terhadap insulin yang merupakan hormon metabolisme