Konversi Pemanfaatan Lahan untuk Budidaya

Algae coklat, Alga merah dan Alga biru. Pigmen yang menentukan warna ini antara lain adalah klorofil, karoten, phycoerythrin, dan phycocyanin Soegiarto 1978. Sejak diperkenalkannya istilah “algae” oleh Linnaeus, maka pemakaian atau penggunaannya terus berlaku hingga sekarang. Algae dimasukkan ke dalam divisi Thallophyta tumbuhan berthallus karena mempunyai struktur kerangka tubuh morfologi yang tidak berdaun, berbatang dan berakar, semuanya terdiri dari thallus batang saja. Sampai kini Thallophyta memiliki 7 fila yaitu Euglenophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta, Rhodophyta dan Cryptophyta. Menurut Trono 1988, genus gracilaria termasuk Famili Gracilariaceae Ordo Gigartinales Divisi Rhodophyta. Gracilaria termasuk genus yang luas dengan lebih dari seratus spesies yang tersebar di perairan tropis dan perairan beriklim sedang di dunia. Genus gracilaria memiliki karakter yaitu memiliki pergantian tiga generasi somatik, tingkat sporofita, tingkat gametofit dan tingkat carposporofita. Tingkat terakhir mikroskopik dan parasit pada gametofit betina, jadi tingkat gametofit dan tetrasporofita adalah tingkat makroskopik yang digunakan sebagai material penanaman dalam tambak budidaya. Meskipun reproduksi Gracilaria sp. dengan spora memiliki potensi yang cukup tinggi, penyebaran secara vegetatif melalui pemotongan lebih banyak digunakan saat ini pada tambak budidaya karena kapasitas regenatif yang lebih tinggi dan metodenya lebih sederhana Trono 1988.

2.3 Konversi Pemanfaatan Lahan untuk Budidaya

Gracilaria sp. Perairan Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis rumput laut, Ekspedisi Sibolga pada tahun 1928 – 1929 melaporkan ada 555 jenis rumput laut van Bosse dalam Sulistijo, 1985. Dari jenis-jenis tersebut yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditi perdagangan adalah kelompok penghasil agar-agar Gracilaria, Gelidium, Gelidiella dan Gelidiopsis dan kelompok penghasil karaginan Eucheuma dan Hypnea. Rumput laut marga gracilaria dan Eucheuma mempunyai potensi untuk dibudidayakan. Percobaan-percobaan budidaya eucheuma dan gracilaria telah dilakukan oleh Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI, Balai Penelitian Perikanan Laut Litbangkan, Dinas-dinas Perikanan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Sulistijo 1985. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, potensi budidaya rumput laut sedikitnya mencapai 1,2 juta hektar dan tersebar di 15 provinsi DKP 2005. Potensi rumput laut di Sulawesi Selatan sekitar 250.000 hektar, tetapi realisasi baru 5 persen. Pada tahun 2003 diproduksi rumput laut kering 21.000 ton, dan sekitar 15.000 ton di antaranya diekspor. Negara tujuan ekspor antara lain Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, dan Perancis. Usaha budidaya rumput laut secara komersial telah dilakukan puluhan tahun yang lalu di beberapa negara seperti Jepang, China, Korea Selatan, Vietnam, India dan Filipina. Di Taiwan, usaha produksi Gracilaria sp. yang dibudidayakan di tambak telah mencapai tingkat kesuksesan yang tinggi Trono 1988. Pada tahun 1988, rumput laut kering jenis gracilaria yang diproduksi mencapai 12.000 ton sebagai bahan dasar penting pembuatan agar-agar untuk kepentingan farmasi, bahan makanan dan industri lainnya. Menurut Wilder dalam Subiyakto 1990 bahwa bentuk perubahan penggunaan lahan dapat dipilah menjadi dua, yaitu suksesi dan konversi. Suksesi menunjukkan evolusi penggunaan menuju klimaks, sedangkan konversi merupakan alih penggunaan dari satu jenis kegiatan ke jenis yang lain. Daya dukung lingkungan dapat dibagi menjadi dua yaitu daya dukung ekologis dan daya dukung ekonomi. Daya dukung ekologi adalah jumlah maksimal biota pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan maupun kerusakan lingkungan secara permanen. Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi skala usaha yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter dan kelayakan usaha secara ekonomi.

2.4 Aspek Perubahan Pemanfaatan Lahan secara Ekologi