Sosial ekonomi
1. Nilai pendapatan dan pengeluaran
petambak selama
satu siklus
produksi -
Wawancara
2. Motivasi usaha
- Wawancara
3. Prioritas kebijakan
- Wawancara
4. Data Produksi Perikanan
Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Palopo
5. Demografi, ekonomi dan sosial
BPS Kota Palopo
3.3 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan mencakup analisa kesesuaian lahan, kelayakan usaha secara ekonomi, motivasi masyarakat dan analisa kebijakan pengelolaan. Masing-masing
metode analisis tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a
Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp.
Analisis kesesuaian lahan bagi budidaya tambak rumput laut merupakan modifikasi dari tehnik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001.
Pertama, penetapan persyaratan berupa parameter dan kriteria yang masing-masing memiliki nilai bobot. Pembobotan dilakukan dengan mengacu tingkat pengaruh
parameter yaitu sangat menentukan, menentukan dan tidak menentukan. Parameter yang sangat menentukan diberi bobot 30, parameter yang menentukan diberi bobot 20 dan
parameter yang tidak menentukan diberi bobot 10. Skoring dilakukan terhadap nilai suatu parameter sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. Nilai 4 jika
nilai parameter sangat sesuai s1, nilai 3 jika nilai parameter sesuai s2 dan nilai 2 jika nilai parameter tersebut tidak sesuai n. Kedua, penghitungan nilai peruntukkan lahan.
Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot B dan skor S.
Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan untuk penentuan kelas lahan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Evaluasi kelayakan teknis untuk kegiatan budidaya rumput laut Gracilaria sp. Trono 1988; Sulistijo 1996
No Parameter
Bobot s1 skor = 4
s2 skor = 3 n skor = 2
1 Keterlindungan
10 Sangat
terlindung Terlindung
Tidak terlindung
2 Kedalaman
20 60 – 80
40 – 59 atau 40 – 100
perairan cm 81 – 99
3 Substrat dasar
20 Lumpur
berpasir Pasir - pasir
berlumpur Lumpur
4 Kecerahan
cm 30
80 – 100 80 – 60
60 5
Salinitas ppt 30
15 – 24 8-14 atau 24-
35 8 atau 35
6 Suhu
o
C 30
28 – 30 25-28 atau
30-33 25 atau 33
7 pH
20 8,2-8,7
7-8.1 atau 9-8.8
7 8
Nitrat ppm 30
0,01 – 0,79 0,8 - 1
0,01 atau 1 9
Orthofosfat ppm
30 0,02-1,0
0,01-0,02 atau 1,0-2,0
0,01 atau 2,0
10. Oksigen terlarut ppm
20 6 - 8
4 - 5,9 4
Keterangan : s1 = nilai parameter yang sangat sesuai s2 = nilai parameter yang sesuai
n = nilai parameter yang tidak sesuai Berdasarkan hasil perkalian bobot dan skor maka nilai kelas lahan kemudian dibagi
menjadi tiga yaitu :
Kelas S1 : Nilai 721 – 960 termasuk dalam kelas Sangat Sesuai
Dinilai sangat sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang diukur antara 721 – 960. Daerah ini tidak mempunyai pembatas
penghambat yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai penghambat pembatas yang tidak berarti atau berpengaruh secara nyata
terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan. Daerah ini berada pada kisaran parameter yang sesuai bagi pemeliharaan
rumput laut sehingga tidak diperlukan perlakuan tambahan untuk memperbaiki kondisi lingkungan.
Kelas S2 : Nilai 481 – 720 termasuk dalam kelas Sesuai
Dinilai sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang dinilai antara 481 – 720. Daerah ini mempunyai pembatas penghambat yang agak
serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan
masukan input untuk mengusahakan lahan tersebut.
Kelas N : Nilai ≤ 480 termasuk dalam kelas Tidak Sesuai
Dinilai tidak sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang dinilai kurang atau sama dengan 480. Daerah ini mempunyai pembatas
penghambat dengan tingkat sangat berat akan tetapi masih memungkinkan untuk diatasidiperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan jika dilakukan perbaikan dengan
tingkat teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya yang rasional.
Langkah keempat dalam analisis kesesuaian lahan setelah menentukan nilai kelas lahan adalah membandingkan nilai lahan pada lokasi penelitian berdasarkan data hasil
pengukuran dengan nilai kelas lahan sehingga dapat ditentukan kelas lahan di tiap lokasi penelitian. Langkah kelima yaitu melakukan pemetaan hasil penentuan kelas lahan
tersebut. Pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView.
b
Analisis Kelayakan Usaha
Dalam menganalisis kelayakan usaha digunakan analisis finansial untuk merekomendasikan kelayakan suatu usaha ditinjau dari segi finansial untuk memberi
manfaat jika dikembangkan. Kriteria yang digunakan meliputi NPV, IRR dan Net BC. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis Net Present Value NPV untuk
melihat apakah usaha yang dilakukan masyarakat menguntungkan. Formula yang digunakan
untuk menghitung NPV sesuai
dengan Shang 1990 adalah :
‡”
1 =
+ 1
=
n t
t
i Ct
Bt NPV
Kriteria yang digunakan : NPV 0; berarti usaha layakmenguntungkan
NPV = 0; berarti usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV 0; berarti usaha tidak layakrugi
Bt-Ct0
Analisis Net BenefitCost ratio Net BC digunakan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek.
Net BC merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif Bt – Ct 0 dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat
negatif Bt – Ct 0 dengan rumus :
‡” ‡”
1 =
1 =
+ 1
+ 1
=
n t
n t
t
t i
Bt Ct
i Ct
Bt C
NetB
=
Kriteria : Net BC 1, berarti usaha layakmenguntungkan
Net BC = 1, berarti usaha pulang pokok Net BC 1, berarti usaha tidak layakrugi
Tingkat keuntungan internal nilai investasi yang dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan analisis Internal Rate of Return IRR yang merupakan tingkat
suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol. Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto discount rate yang
berlaku, maka dari aspek finansial usaha layak untuk dilanjutkan. Rumus yang digunakan adalah :
× +
= i
i NPV
NPV NPV
i IRR
c
Motivasi Masyarakat
Hasil wawancara dengan responden kemudian dianalisis secara deskriptif statistik, dengan menghitung modus dari hasil wawancara mengenai motivasi mereka
dalam melakukan perubahan usaha. Dengan demikian diketahui motivasi yang paling mendominasi dari para reponden.
Bt-Ct0 Bt-Ct0
Keterangan : i’
=Tingkat sukubunga
yang menghasilkan NPV positif
i’’ =Tingkat
sukubunga yang
menghasilkan NPV negatif NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’
NPV’’ = NPV pada tingkat bunga i’’
d
Analisis Strategi Pengelolaan
Teknik analisis yang digunakan dalam menentukan strategi pengembangan usaha budidaya perikanan di Kota Palopo ini adalah analisis AWOT yakni integrasi analytical
hierarchy process AHP dengan analisis SWOT strength, weakness, opportunities, treaths. Penggunaan AWOT dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara
bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik. AHP dilakukan untuk mendapatkan pilihan langkah operasional dari aspirasi stakeholder
terkait dengan pengelolaan usaha budidaya tambak. Penyusunan faktor-faktor strategis digunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan dua set kemungkinan alternatif strategis yaitu budidaya udang windu dan budidaya rumput laut
Hasil analisis SWOT ini dilanjutkan dengan AHP. AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengelaborasikan hasil keputusan situasional
sehingga keputusan strategis alternatif dapat diprioritaskan. Data diolah dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Langkah-langkah dalam analisis data
dengan AHP adalah : 1.
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah. 2.
Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, yaitu penentuan pengembangan usaha budidaya perikanan tambak di Kota Palopo. Hirarki ini
kemudian dilanjutkan dengan aspek SWOT, kemudian faktor-faktor SWOT dan kemungkinan alternatif pada hirarki paling bawah yaitu budidaya rumput laut dan
budidaya udang. 3.
Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat
diatasnya. Perbandingan berpasangan didasarkan pada judgment dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan
elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi wawancara digunakan silai skala komparasi 1-9 berdasarkan skala Saaty.
4. Melakukan perbandingan berpasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan
tingkat kepentingan antara komponen dalam suatu tingkat hierarki. Responden yang diwawancarai untuk pengisian kuesioner ini sebanyak 8 orang yaitu unsur pemerintah
daerah tingkat kabupaten dan propinsi, petambak rumput laut, tokoh masyarakat serta peneliti dan wakil dari perguruan tinggi di Kota Palopo.
5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya. Indeks Konsistensi
CI menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran
konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN