pemeliharaan dan panen. Tahap persiapan adalah masa dimana dilakukan persiapan lahan agar kondisi lahan sesuai bagi pertumbuhan rumput laut ini. Menurut responden,
pengolahan tanah berarti perbaikan pematang dan pintu air, pembalikan dasar tambak dan dilakukan pemupukan. Setelah pengolahan tanah selesai, kemudian dilakukan pemasukan
air kedalam tambak. Penebaran bibit dilakukan setelah pengisian air kedalam tambak. Berdasarkan
hasil wawancara, sebanyak 84,6 responden menyatakan bahwa untuk tambak seluas 1 hektar maka bibit yang ditebar sebanyak 1 ton. Bibit diperoleh dari kolam pembibitan,
yaitu rumput laut berumur 20-25 hari yang kemudian dipindahkan ke kolam pemeliharaan. Metode budidaya yang digunakan adalah dengan sistem tebar dasar.
Yaitu rumput laut ditebar secara merata di dalam tambak yang telah terisi air. Dengan demikian, Gracilaria sp. ini terbenam secara keseluruhan di dalam perairan.
Selama masa pemeliharaan, kegiatan rutin yang dilakukan oleh petambak hanyalah pergantian air yaitu 3-4 hari sekali sebanyak 25-50 . Pergantian air ini juga
dilakukan jika petambak menganggap kondisi air dalam tambak sudah tidak bagus kualitasnya dengan melihat tingkat kekeruhan dan intensitas hujan. Jika intensitas hujan
tinggi, maka frekuensi pergantian air juga meningkat menjadi 2 hari sekali karena dianggap dengan tingginya curah hujan akan menurunkan salinitas perairan. Pergantian
air ini memanfaatkan pasang surut air laut. Selain pergantian air, pemberian obat yaitu drusband sebanyak 1 liter untuk setiap hektarnya ke air tambak juga berguna untuk
menjernihkan air kolam. Masa pemeliharaan yang umum dilakukan oleh petambak adalah 45 hari.
c. Harga komoditi
Berkembangnya usaha budidaya rumput laut tidak terlepas dari meningkatnya harga jual dari komoditi ini. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 25 responden
menyatakan bahwa harga jual rumput laut saat ini sudah bisa memberi keuntungan pada tingkat petambak. Hasil panen rumput laut dibeli oleh pihak perantara yang berasal dari
pihak pengumpul, umumnya dengan mengambil keuntungan sekitar Rp. 200,00kg. Di pihak pengumpul, rumput laut ini diproses untuk siap dikirim ke pihak pembeli di pulau
Jawa. Hasil pengamatan menunjukkan kisaran keuntungan bersih yang diperoleh oleh pihak pengumpul Rp. 1.000,00kg. Menurut hasil wawancara dengan seorang responden
yang berprofesi sebagai pengumpul, telah ada pihak pengumpul yang mengekspor ke luar negeri, tapi tidak memberi keuntungan yang memadai karena terkendala pada waktu
pengiriman yang relatif lama. Jika dibandingkan dengan udang windu, harga komoditi
ini memang berbeda jauh. Pada bulan Mei 2006, harga rumput laut Gracilaria sp. di tingkat petambak yaitu Rp. 4.000,00kg. Pada saat yang sama, harga udang stabil di
kisaran 45.000,00kg.
d. Pemasaran produk
Sistem yang berlaku selama ini telah memudahkan petambak dalam memasarkan hasil panennya. Sistem pemasaran yang berlaku adalah pihak pengumpul yang
mendatangi petambak untuk kemudian mengajukan penawaran harga. Setelah diperoleh kesepakatan harga, maka pengumpul yang selanjutnya mendistribusikan produk tersebut
sesuai dengan jalur pemasarannya. Untuk udang, maka pengumpul kemudian membawanya ke perusahaan cold storage yang selanjutnya akan memproses sebagai
produk ekspor. Sedangkan untuk rumput laut, maka pengumpul membawanya ke gudang penyimpanan untuk di sortir, dibersihkan kembali sebelum kemudian dikirim ke pulau
Jawa atau pihak eksportir. Keuntungan dari sistem pemasaran ini adalah pihak petambak tidak
mengeluarkan biaya operasional untuk memasarkan hasil panennya, karena telah dijemput oleh pengumpul. Namun demikian terdapat juga kerugiannya karena petambak
tidak memiliki nilai tawar yang kuat dalam menentukan harga produk, karena menurut eksportir harga produk selain dipengaruhi oleh mutu produk juga terkait dengan jarak dari
lokasi produksi ke daerah pemasaran.
e. Permodalan dan investasi