Teknologi budidaya HASIL DAN PEMBAHASAN

tersebut maka petambak menganggap tidak dibutuhkan keterampilan khusus dalam kegiatan pemeliharaan rumput laut.

b. Resiko usaha

Resiko usaha merupakan salah satu pertimbangan yang dipilih responden dalam melakukan perubahan usaha. Menurut para responden, budidaya rumput laut Gracilaria sp. memiliki resiko usaha yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya udang windu. Resiko usaha yang dimaksud adalah kemungkinan untuk gagal panen cukup kecil, sehingga petambak dapat memprediksi keuntungan yang bakal diperoleh. Pada usaha budidaya udang windu, kegagalan panen sering terjadi yang disebabkan oleh serangan penyakit. Kegiatan panen tetap dilakukan, namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan sehingga petambak mengalami kerugian.

c. Teknologi budidaya

Mengenai teknologi budidaya yang digunakan, petambak masih menggunakan teknologi yang sederhana dalam kegiatan usahanya. Pada usaha budidaya udang, teknologi budidaya yang digunakan masih tradisional. Hal ini terlihat dari padat penebaran, jenis pakan serta sarana yang digunakan. Menurut hasil wawancara, kondisi ini terkait dari ketrampilan yang dimiliki oleh para petambak yang tidak berupaya mencoba menerapkan inovasi baru dalam kegiatannya. Kendala usaha berupa menyebarnya berbagai penyakit yang menyerang udang yang dipelihara ternyata tidak dapat diantisipasi oleh petambak. Keadaan ini menyebabkan usaha budidaya udang mereka kemudian mengalami kegagalan. Pada usaha budidaya rumput laut, pemanfaatan teknologi juga masih tradisional. Menurut hasil wawancara, dengan menggunakan teknologi yang sederhana petambak sudah bisa mendapatkan keuntungan yang besar sehingga para petambak menganggap tidak memerlukan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas tambaknya. Selain itu, pengetahuan petambak mengenai pemanfaatan teknologi dalam usaha pemeliharaan rumput laut masih terbatas didukung dengan ketidakberadaan tenaga penyuluh perikanan yang sebenarnya diharapkan mampu membantu petambak dalam meningkatkan produktivitas lahannya. Teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan budidaya Gracilaria sp. masih sederhana. Kegiatan usaha budidaya terdiri atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, pemeliharaan dan panen. Tahap persiapan adalah masa dimana dilakukan persiapan lahan agar kondisi lahan sesuai bagi pertumbuhan rumput laut ini. Menurut responden, pengolahan tanah berarti perbaikan pematang dan pintu air, pembalikan dasar tambak dan dilakukan pemupukan. Setelah pengolahan tanah selesai, kemudian dilakukan pemasukan air kedalam tambak. Penebaran bibit dilakukan setelah pengisian air kedalam tambak. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 84,6 responden menyatakan bahwa untuk tambak seluas 1 hektar maka bibit yang ditebar sebanyak 1 ton. Bibit diperoleh dari kolam pembibitan, yaitu rumput laut berumur 20-25 hari yang kemudian dipindahkan ke kolam pemeliharaan. Metode budidaya yang digunakan adalah dengan sistem tebar dasar. Yaitu rumput laut ditebar secara merata di dalam tambak yang telah terisi air. Dengan demikian, Gracilaria sp. ini terbenam secara keseluruhan di dalam perairan. Selama masa pemeliharaan, kegiatan rutin yang dilakukan oleh petambak hanyalah pergantian air yaitu 3-4 hari sekali sebanyak 25-50 . Pergantian air ini juga dilakukan jika petambak menganggap kondisi air dalam tambak sudah tidak bagus kualitasnya dengan melihat tingkat kekeruhan dan intensitas hujan. Jika intensitas hujan tinggi, maka frekuensi pergantian air juga meningkat menjadi 2 hari sekali karena dianggap dengan tingginya curah hujan akan menurunkan salinitas perairan. Pergantian air ini memanfaatkan pasang surut air laut. Selain pergantian air, pemberian obat yaitu drusband sebanyak 1 liter untuk setiap hektarnya ke air tambak juga berguna untuk menjernihkan air kolam. Masa pemeliharaan yang umum dilakukan oleh petambak adalah 45 hari.

c. Harga komoditi