Kesesuaian Lahan untuk Usaha Budidaya Rumput Laut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Biofisik

1. Kesesuaian Lahan untuk Usaha Budidaya Rumput Laut

Gracilaria sp. Analisis kesesuaian lahan untuk usaha budidaya perikanan tambak diarahkan untuk pemanfaatan budidaya rumput laut Gracilaria sp. Analisis didasarkan atas faktor pembatas untuk pemanfaatan lahan ditinjau dari aspek biofisik. Analisis ini dimaksudkan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian lahan untuk usaha budidaya tersebut. Kesesuaian kawasan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan kesesuaian aktual atau kesesuaian pada saat ini current suitability. Berdasarkan data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi usaha perbaikan serta tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang kemungkinan ada. Parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut didasarkan pada beberapa faktor pembatas secara biofisik sesuai dengan pendapat Trono 1988, yaitu keterlindungan, kedalaman perairan, substrat dasar, tingkat kecerahan, salinitas, suhu, pH, nitrat dan fosfat. Berdasarkan tingkat kepentingan parameter tersebut maka tiap parameter memiliki bobot yang berbeda. Hasil pengukuran dan pengamatan terhadap parameter tersebutkualitas air dan tanah tambak disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran kondisi biofisik perairan tambak rumput laut Gracilaria sp. di Kota Palopo Lokasi Pengukuran No Parameter Sampoddo Balandai Mancani I II III I II III I II III 1. Keterlindungan Terlindung 2. Kedalaman perairan 65 75 73 75 75 80 78 80 80 3. Substrat dasar Lumpur berpasir 4. Kecerahan cm 64 67 70 50 43 50 57 64 64 5. Salinitas pppt 25 25 24 12 12 12 7 7 7 6. Suhu o C 32,63 32,15 32,017 32,7 32,7 32,9 31,7 32 32,475 7. pH 7,76 7,788 7,54 7,96 7,96 7,87 5,24 7,504 7,278 8. Nitrat ppm 0,74 0,573 0,521 1,33 1,335 0,361 1,01 0,528 0,442 9. Orthofosfat ppm 0,17 0,077 0,066 0,05 0,05 0,077 0,061 0,064 0,08 10. Oksigen terlarut ppm 7,4 7,7 7,4 7,4 7,6 7,7 5,7 5,6 4,9 Keterangan: I, II dan III adalah stasiun pengamatan Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran dan perhitungan parameter kualitas air tambak di semua lokasi pengambilan sampel. Nilai pengukuran tersebut selanjutnya diberi bobot dan skoring dengan mengacu pada nilai pembobotan dan skor yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian hasil perhitungan dibandingkan dengan kisaran nilai kelas kesesuaian lahan yang telah ditentukan. Hasil perhitungan dan pembagian kelas kesesuaian pada setiap titik pengamatan di Desa Sampoddo disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil perhitungan bobot dan skor kesesuaian lahan tambak di Desa Sampoddo Desa Sampoddo Stasiun I Stasiun II Stasiun III Parameter K B S Ni K B S Ni K B S Ni Keterlindungan TL 10 3 30 TL 3 30 30 TL 10 3 30 Kedalaman 65 20 4 80 75 4 20 80 73 20 4 80 perairan cm Substrat dasar LB 20 4 80 LB 4 20 80 LB 20 4 80 Kecerahan cm 64 30 3 90 67 3 20 90 70 30 3 90 Salinitas ppt 25 30 3 90 25 3 20 90 24 30 4 120 Suhu o C 32,63 30 3 90 32,1 3 20 90 32 30 3 90 pH 7,8 20 3 90 7,8 3 20 60 7,5 20 3 60 Nitrat ppm 0,74 40 3 120 0,57 4 30 120 0,52 30 4 120 Orthofosfat ppm 0,17 30 3 90 0,07 3 30 90 0,06 30 3 90 Oksigen terlarut ppm 7,4 20 4 80 7,7 4 20 80 7,4 20 4 80 Jumlah 840 810 840 Kelas lahan S1 S1 S1 Keterangan : K = Hasil pengamatan Ni = B x S S = Skor 4 =Sangat sesuai; 3= Sesuai; 2= Tidak sesuai B = Bobot 30 = sangat menentukan; 20 = menentukan; 10 = tidak menentukan S1 = 721 – 960; sangat sesuai S2 = 481 – 720; sesuai S3 = ≤480; tidak sesuai TL = Terlindung LB = Lumpur Berpasir Berdasarkan hasil pembobotan dan skoring yang dilakukan terhadap nilai kualitas air tambak di Desa Sampoddo maka terlihat bahwa tambak di desa ini termasuk kualifikasi sangat sesuai. Hasil perhitungan dan pembagian kelas kesesuaian pada setiap titik pengamatan di Desa Bara disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil perhitungan bobot dan skor kesesuaian lahan tambak di Desa Balandai Desa Balandai Stasiun I Stasiun II Stasiun III Parameter K B S Ni K B S Ni K B S Ni Keterlindungan TL 10 3 30 TL 10 3 30 TL 10 3 30 Kedalaman perairan cm 75 20 4 80 75 20 4 80 80 20 4 80 Substrat dasar LB 20 4 80 LB 20 4 80 LB 20 4 80 Kecerahan cm 50 30 2 60 43 30 2 60 50 30 2 60 Salinitas ppt 12 30 3 90 12 30 3 90 12 30 3 90 Suhu o C 32,7 30 3 90 32,7 30 3 90 32,2 30 3 90 pH 7,9 20 3 60 7,9 20 3 60 7,8 20 3 60 Nitrat ppm 1,33 20 2 60 1,33 30 2 60 0,36 30 4 120 Orthofosfat ppm 0,17 30 3 90 0,07 30 3 90 0,06 30 3 90 Oksigen terlarut ppm 7,4 20 4 80 7,6 20 4 80 7,7 20 4 80 Jumlah 720 720 780 Kelas lahan S2 S2 S1 Keterangan : Seperti Tabel 5 Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa walaupun diantara parameter pembatas ada yang termasuk kualifikasi tidak sesuai; namun secara kumulatif lokasi tambak di Desa Balandai ini termasuk ke dalam dua kelas yaitu stasiun I dan stasiun II termasuk kelas S2 sesuai. Sedangkan stasiun III masuk kedalam kelas S1 sangat sesuai. Beberapa parameter yang menjadi pembatas antara lain kecerahan perairan dan nilai kadar nitrat. Pembatas ini dapat diatasi dengan melakukan pengendapan. Hasil perhitungan dan pembagian kelas kesesuaian pada setiap titik pengamatan di Desa Mancani disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil perhitungan bobot dan skor kesesuaian lahan tambak di Desa Mancani Desa Mancani Stasiun I Stasiun II Stasiun III Parameter K B S Ni K B S Ni K B S Ni Keterlindungan TL 10 3 30 TL 10 3 30 TL 10 3 30 Kedalaman perairan cm 78 20 4 80 80 20 4 80 80 20 4 80 Substrat dasar LB 20 4 80 LB 20 4 80 LB 20 4 80 Kecerahan cm 57,3 30 2 60 64 30 3 90 64 30 3 90 Salinitas ppt 7 30 2 60 7 30 2 60 7 30 2 60 Suhu o C 31,7 30 3 90 32 30 3 90 32,4 30 3 90 pH 5,24 20 2 40 7,5 20 3 60 7,3 20 3 60 Nitrat ppm 1,01 30 2 60 0,53 30 4 120 0,44 30 4 120 Orthofosfat ppm 0,06 30 4 120 0,06 30 4 120 0,08 30 3 120 Oksigen terlarut ppm 5,7 20 3 60 5,6 20 3 60 4,9 20 3 60 Jumlah 680 790 790 Kelas lahan S2 S1 S1 Keterangan : seperti Tabel 5 Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa tambak di Desa Mancani masuk ke dalam dua kelas yaitu stasiun II dan stasiun III termasuk dalam kelas sangat sesuai S1. Sedangkan stasiun I masuk kedalam kelas sesuai S2. Pada stasiun I beberapa parameter yang tidak memenuhi syarat adalah kecerahan perairan, salinitas, pH dan nitrat. Nilai kecerahan di perairan dapat diperbaiki dengan jalan pengendapan di tambak itu sendiri. Sedangkan untuk meningkatkan nilai salinitas maka intensitas pergantian air ditingkatkan. Kadar pH yang rendah dapat dibuat normal dengan menebarkan kapur ke tambak. Hasil perhitungan dan pembagian kelas ini lalu dipetakan secara spasial dengan menggunakan program pemetaan spasial ArcView. Dengan memanfaatkan fasilitas pemrograman maka dapat dihitung luas wilayah yang diteliti. Luas seluruh area yang termasuk dalam kelas sangat sesuai adalah 1070,161 ha dan untuk kelas yang sesuai adalah 312,690 ha. Aspek keterlindungan merupakan salah satu aspek yang diperhitungkan dalam usaha pemeliharaan rumput laut di tambak. Menurut Trono 1988, keterlindungan berarti posisi tambak terlindung dari angin yang kuat atau gelombang laut. Angin yang kuat akan menyebabkan rumput laut terdorong dan kemudian terkumpul di satu tempat. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan rumput laut karena sebagian tidak dapat memperoleh cahaya matahari. Selain itu gelombang yang kuat akan mengakibatkan pengikisan pada pematang sehingga dapat merusak tambak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika 2006 menyebutkan bahwa kecepatan angin di Kota Palopo mencapai 2-4 knot. Data ini menunjukkan bahwa kekuatan angin tidak terlalu mempengaruhi lahan pertambakan. Kondisi geografis Kota Palopo yang berada di daerah teluk menyebabkan pergerakan gelombang tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa area pertambakan di Kota Palopo cukup terlindung dari angin dan gelombang yang kuat. Kedalaman perairan tambak mempengaruhi pertumbuhan organisme yang dipelihara dalam tambak tersebut. Menurut Trono 1988, kedalaman perairan tambak mestinya tidak lebih dari 80 cm dengan asumsi bahwa cahaya matahari masih bisa menembus kolom perairan hingga ke dasar. Hal ini berbeda dengan usaha budidaya udang windu dimana mereka membutuhkan kedalaman perairan yang cukup untuk menghindari kontak dengan cahaya matahari secara langsung. Hasil pengukuran suhu perairan di lokasi penelitian secara umum berkisar antara 31,5 – 32,8 o C. Kondisi suhu perairan yang cukup tinggi ini dipengaruhi oleh iklim Kota Palopo yang tropis basah namun bercurah hujan rendah. Kisaran suhu lingkungan di dataran rendah yang berkisar antara 30 – 33 o C turut mempengaruhi kisaran suhu di perairan karena menurut Effendi 2003 bahwa suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut serta aliran dan kedalaman badan air. Trono 1988 menyatakan bahwa kisaran suhu yang baik untuk budidaya rumput Gracilaria sp. adalah 20 – 25 o C, dengan demikian kisaran suhu perairan tambak di Kota Palopo berada di atas ambang batas yang diinginkan. Hal ini dapat ditanggulangi dengan melakukan pergantian air secara teratur untuk memasukkan air baru ke dalam tambak, sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu hingga mendekati kisaran yang optimal untuk perkembangan Gracilaria sp. Selanjutnya dikemukakan oleh Trono 1988, kedalaman perairan tambak yang baik untuk perkembangan rumput laut adalah berkisar antara 50 – 80 cm, nilai ini menunjukkan bahwa kedalaman tambak tidak boleh kurang dari 50 cm karena pengaruh suhu dipermukaan perairan yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut tersebut. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan desain tambak untuk pemeliharaan udang yang membutuhkan caren sebagai tempat berlindung udang dari suhu yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran salinitas perairan tambak terlihat perbedaan nilai pada ketiga lokasi pengambilan sampel. Di Desa Sampoddo nilai salinitas berkisar antara 23-28 o oo , nilai salinitas perairan tambak di Desa Balandai berkisar antara 10-15 o oo , sedangkan di Desa Mancani berkisar antara 4 – 10 o oo . Hasil pengukuran ini menunjukkan kondisi salinitas perairan tambak di ketiga lokasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat. Rendahnya nilai salinitas di Desa Mancani dan Desa Balandai dipengaruhi oleh masukan air tawar yang cukup besar dari sungai Rampoang ke saluran pemasukan yang berasal yang merupakan sungai besar. Keadaan ini berbeda dengan kondisi wilayah di Desa Sampoddo dimana lokasi tambak tidak dilewati oleh sungai besar, sehingga pasokan air tawar hanya melalui sungai kecil. Selain itu, keberadaan kedua lokasi tambak di desa ini lebih jauh ke daerah daratan dibandingkan dengan lokasi tambak di Desa Sampoddo yang berada langsung di dekat pantai. Trono 1988 menyatakan bahwa salinitas perairan yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut Gracilaria sp. adalah berkisar antara 20-28 o oo . Dengan demikian berarti kondisi perairan tambak di Desa Sampoddo memenuhi kisaran salinitas yang ideal tersebut. Namun demikian, di Desa Balandai dan Mancani tetap dapat dilakukan usaha budidaya Gracilaria sp. dengan melakukan pengaturan jumlah air yang masuk di dalam tambak sehingga nilai salinitas dapat ditingkatkan. Derajat keasaman pH di perairan tambak kota Palopo berdasarkan hasil pengukuran memiliki kisaran nilai yaitu 7,2 - 7,9. pH merupakan ekspresi dari ukuran ion hidrogen yang menunjukkan suasana air itu apakah asam atau basa Effendi 2003. Nilai pH 7 merupakan nilai netral, dengan demikian kondisi perairan tambak di Kota Palopo masih netral. Kisaran pH 7 – 8,5 merupakan nilai yang baik bagi biota perairan Effendi 2003. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tingkat kecerahan di perairan tambak terlihat bahwa di Desa Sampoddo tingkat kecerahannya adalah 67,4 cm, di Desa Balandai 50 cm dan di Desa Mancani 65,7 cm. Nilai kecerahan perairan ini sudah optimal terhadap pertumbuhan rumput laut. Menurut Trono 1988, tingkat kecerahan yang optimal bagi pertumbuhan rumput laut adalah 100 atau mampu mencapai dasar perairan. Hal ini penting karena rumput laut membutuhkan cahaya matahari yang optimum untuk proses fotosintesisnya. Menurut Hutabarat dan Evans 1986 faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kecerahan adalah kandungan lumpur, plankton dan bahan-bahan yang terlarut dalam badan air. Pada pemeliharaan rumput laut dengan sistem tebar dasar memerlukan penetrasi cahaya matahari yang optimal hingga ke dasar perairan. Menurut Trono 1988, kedalaman perairan tambak mestinya tidak lebih dari 80 cm sehingga cahaya matahari masih bisa menembus kolom perairan hingga ke dasar. Hal ini berbeda dengan usaha budidaya udang windu dimana mereka membutuhkan kedalaman perairan yang cukup untuk menghindari kontak dengan cahaya matahari secara langsung. Karena itulah dalam desain tambak mereka digunakan caren sebagai tempat mereka berteduh. Rendahnya tingkat kecerahan perairan ini terkait dengan kekeruhan perairan. Tingkat kekeruhan air tambak di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan tingginya curah hujan yang mengakibatkan teraduknya perairan sehingga pengendapan berbagai partikel tersuspensi dan terlarut yang mengapung menjadi terhambat. Kekeruhan yang tinggi akan berpengaruh bagi kehidupan biota di perairan, karena menghalangi atau mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom air sehingga menghambat proses fotosintesis yang dilakukan oleh rumput laut atau tumbuhan air yang ada di tambak, yang selanjutnya berarti mengurangi pasokan oksigen terlarut, jumlah fitoplankton sebagai makanan pun akan menurun. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa petambak menggunakan suatu obat penjernih air sehingga kejernihan air dapat meningkat. Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan Desa Sampoddo dan Desa Balandai memiliki kisaran oksigen terlarut di perairan yang hampir sama yaitu 7,4 – 7,7 ppm. Sedangkan di Desa Mancani memiliki nilai kelarutan oksigen yang lebih rendah yaitu 4,9 – 5,7 ppm. Menurut Sulistijo 1994, kelarutan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal rumput laut adalah lebih dari 4 ppm. Rumput laut menggunakan oksigen terlarut dalam perairan untuk melakukan respirasi di malam hari. Oksigen terlarut di perairan merupakan hasil proses difusi dari udara ke dalam air serta merupakan hasil fotosintesis tanaman air. Adapun kesesuaian lahan untuk tambak budidaya rumput laut Gracilaria sp. di ketiga lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 1 dan 2. Gambar 1. Peta kesesuaian lahan untuk usaha budidaya rumput laut Gracilaria sp di Desa Balandai dan Desa Mancani Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk usaha budidaya rumput laut Gracilaria sp di Desa Sampoddo

2. Perubahan Kualitas Air Tambak Rumput Laut