Peran Perikanan Industri dan Perikanan Rakyat pada Perikanan Nasional
5 PEMBAHASAN
5.1 Nilai LQ Sektor Perikanan Industri dan Sektor Perikanan Rakyat 5.1.1 Nilai LQ jumlah nelayan
Tiga belas provinsi merupakan basis sektor perikanan industri. Provinsi tersebut adalah: N.A. Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Timur, dan Gorontalo. Sedangkan sisanya 20 provinsi adalah basis
sektor perikanan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, nelayan tradisional masih mendominasi struktur nelayan Indonesia. Nelayan tradisional
merupakan nelayan kecil, yaitu mencakup nelayan subsisten, nelayan skala kecil dan mencakup sebagian besar nelayan artisanal Monintja, 2008. Perikanan
artisanal sebagai perikanan tradisional termasuk perikanan skala rumah tangga, yang menggunakan modal dan energi dalam jumlah yang relatif kecil, jika
menggunakan kapal maka berukuran relatif kecil, trip penangkapannya singkat di sekitar perairan pantai, hasil tangkapannya terutama untuk konsumsi lokal
Monintja, 2008. Nelayan pada kelompok ini memiliki hak untuk diberdayakan oleh pemerintah melalui skim kredit, layanan pelatihanpendidikanpenyuluhan,
penumbuhkembangan kelompok dan koperasi perikanan Heruwati, 2002. Permasalahan sumberdaya manusia nelayan di sektor perikanan
khususnya dalam rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan. Secara kuantitas, jumlah nelayan atau SDM perikanan tangkap di Indonesia terlihat
banyak dan bahkan cenderung berlebih. Namun, bila diperhatikan secara seksama, jumlah yang besar tersebut tidak diikuti dengan jumlah kualitasnya. Berdasarkan
perkiraan kualitas pendidikan sumberdaya manusia perikanan BMI 1996 diacu dalam Dahuri 2003, bagian terbesar nelayan berpendidikan rendah yaitu 70
tidak tamat sekolah dasar SD dan tidak sekolah; 19,59 tamat sekolah dasar, dan hanya 0,03 yang memiliki pendidikan sampai jenjang Diploma 3 dan
Sarjana. Selain itu pula, sebagian besar nelayan Indonesia tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk bekerja, apalagi jika dikaitkan dengan Standar
Internasional Kemaritiman yang berlaku, hampir semuanya 95 tidak memenuhi standar tersebut. Pekerjaan nelayan masih termasuk pekerjaan
informal, dimana setiap orang bebas keluar masuk menjadi profesi nelayan, tanpa
adanya persyaratan tertentu. Bahkan, di Indonesia profesi nelayan masih merupakan suatu keterpaksaan, dimana mereka menjadi nelayan setelah tidak
mendapat pekerjaan di darat baik yang formal maupun informal. Karena profesi nelayan bukan merupakan pilihan utama dan ditambah tidak memiliki
kemampuan atau ketrampilan yang cukup untuk bekerja di laut, maka umumnya mereka bekerja tidak profesional dan produktif.