Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Regional

24 oleh pendidikan tenaga kerja, dengan arah yang berlawanan dengan pendekatan PDRB. Artinya, peningkatan pendidikan akan memperlebar kesenjangan konsumsi pada level rumah tangga. Penelitian Sirojuzilam 2007, tentang disparitas di Provinsi Sumatera Utara menggunakan Indeks Williamson dan Regresi Berganda menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain investasi, pengeluaran pemerintah, pendidikan, transportasi, aglomerasi industri, dan budaya heterogenitas etnik. Perbedaan dari pertumbuhan ekonomi inilah yang kemudian menciptakan ketimpangan antar daerah atau wilayah di antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Daerah yang mempunyai kegiatan industri di wilayahnya dan jumlah murid SLTA memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Hal ini terjadi di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Siantar, dan Kota Tanjung Balai Asahan. Penelitian Satrio 2009, tentang ketimpangan pendapatan antar pulau di Indonesia periode 1996-2006 menggunakan Indeks Williamson serta Analisis Korelasi dan Koefisien Determinan, menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar pulau yang terjadi di Indonesia terbagi dalam enam pulau tergolong dalam taraf ketimpangan yang rendah dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,210 sampai 0,261 di bawah 0,35 sebagai batas taraf ketimpangan rendah. Kemudian untuk ketimpangan pendapatan antar propinsi di dalam pulau berada pada taraf ketimpangan yang tinggi untuk Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku-Irian yaitu antara 0,521 sampai 0,996, pada Pulau Sulawesi taraf ketimpangannya rendah yaitu antara 0,050-0,109, sedangkan untuk Pulau Bali taraf ketimpangannya sedang yaitu antara 0,379-0,498. Kemudian trend ketimpangan pendapatan antar pulau menunjukkan menunjukkan trend ketimpangan yang menurun. Trend ketimpangan pendapatan dalam pulau juga menunjukkan trend yang menurun kecuali Pulau Jawa dan Sulawesi. Hasil analisis korelasi dan koefisien determinan menunjukkan bahwa hubungan pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan pendapatan lemah dan besarnya kontribusi pertumbuhan PDRB terhadap perubahan ketimpangan pendapatan kecil yaitu sebesar 14 persen. Wibisono 2001, melakukan penelitian terhadap provinsi-provinsi di Indonesia tahun 1975-1995 tentang determinan pertumbuhan ekonomi regional menggunakan alat analisis regresi berganda menyatakan bahwa provinsi yang memiliki human capital yang tinggi akan tumbuh lebih cepat dan pentingnya stabilitas makroekonomi regional. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa penurunan disparitas yang cepat terjadi pada pertengahan 1970-an hingga 1980- an, namun setelah itu penurunan disparitas mengalami perlambatan pada pertengahan 1980-an hingga 1990-an. Hal yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Akita dan Lukman 1995 menemukan bahwa disparitas PDRB per kapita mengalami penurunan yang kontinu antara 1975-1992. Studi empirik disparitas pendapatan regional dengan metode analisis regresi berganda yang diukur dengan Indeks Gini menunjukkan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi regional Puspita, 2006. Hasil studi Analisis Keterkaitan Ekonomi Sektoral dan Spasial di DKI Jakarta dan Bodetabek Maulida, 2007, menggunakan meode analisis Inter- Regional Input Output IRIO dan Indeks Williamson menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tidak menciptakan dampak pertumbuhan bagi 25 Indonesia secara signifikan. Tidak meratanya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah, sehingga tidak banyak berkontribusi terhadap penanggulangan masalah kemiskinan dan keterbelakangan di wilayah lain. Hal ini akhirnya mendorong terjadinya migrasi penduduk ke DKI Jakarta.

2.7.3. Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu

Terdapat perbedaan dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian- penenlitian terdahulu. Penelitian ini menganalisis karakteristik tipologi perkembangan wilayah yang didasarkan atas beberapa indikatorpenciri utama terkait dengan perubahan struktur output sektor ekonomi dan disparitas regional di tujuh region selama 2000-2010. Selain itu, dalam penelitian ini juga menganalisis hubungan kausalitas antara perubahan kontribusi ekonomi dengan disparitas regional di tujuh region selama 2000-2010. 26 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pembangunan ekonomi mengakibatkan terjadinya peningkatan akumulasi nilai tambah sebagai perwujudan dari pertumbuhan ekonomi, dalam jangka panjang akan membawa serangkaian perubahan mendasar transformasi struktural pada perekonomian suatu negara. Perubahan mendasar pada perekonomian tersebut antara lain ditandai dengan perubahan peranan kontribusi dan struktur sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian wilayah atau negara, yang selanjutnya mendorong terjadinya konsentrasi aktivitas ekonomi tertentu dalam suatu wilayah dan konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu pula. Kondisi demikian mengakibatkan perbedaan karakteristik dan tingkat perkembangan antar sektor-sektor ekonomi maupun antar wilayah dan dalam jangka panjang berdampak terjadinya kesenjangan atau disparitas wilayah. Perubahan kontribusi dan struktur ekonomi didorong perubahan sistematis dari sisi pemintaan maupun penawaran. Dari sisi permintaan, ketika pendapat per kapita meningkat, maka akan mendorong pergeseran atau perubahan dalam komposisi konsumsi masyarakat proporsi permintaan dari produk pertanian sektor primer ke produk non-pertanian sektor sekunder dan tersier. Perubahan dalam komposisi konsumsi masyarakat tersebut, selanjutnya dari sisi penawaran akan mendorong perubahan alokasi sumberdaya yang digunakan dan terjadi pergeseran dalam struktur produksi. Kondisi demikian akan mengakibatkan sektor primer akan mengalami penurunan kontribusinya, sementara sektor sekunder dan tersier akan mengalami peningkatan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto PDB. Terjadinya konsentrasi aktivitas ekonomi tertentu dalam suatu wilayah dapat mengakibatkan terjadinya disparitas regional. Kondisi demikian disebabkan karena setiap sektor ekonomi memiliki tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang berbeda-beda. Sektor industri dan sektor jasa biasanya memiliki produktititas dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Sementara itu, sektor industri dan jasa tidak dapat menyebar secara merata di setiap wilayah, namun terkonsentrasi di wilayah padat penduduk serta wilayah yang relatif lebih maju dan memiliki infrastruktur wilayah lebih baik dibandingkan wilayah lainnya konsep ekonomi aglomerasi. Sebaliknya, sektor pertanian biasanya masih mendominasi struktur perekonomian wilayah sekitarnya hinterland yang relatif masih tertinggal. Kondisi ini pada akhirnya akan mengakibatkan perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, yang selanjutnya berdampak pada terjadinya kesenjangan atau disparitas antar wilayah. Distribusi penduduk dan aktivitas ekonomi antar wilayah memiliki pola yang sama. Artinya terjadinya peningkatan konsentrasi aktivitas ekonomi yang ditandai dengan semakin besarnya pangsa Produk Domestik Regional Bruto PDRB atau aktivitas ekonomi tertentu di wilayah tertentu terhadap PDB biasanya akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi penduduk di wilayah tersebut. Kondisi demikian pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya disparitas regional. Wilayah yang memiliki skala aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk yang besar termasuk pendapatan per kapita yang besar memiliki tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi konsep ekonomi aglomerasi dibandingkan kondisi wilayah sebaliknya. Jumlah penduduk yang besar dan memiliki pendapatan per kapita tinggi merupakan potensi demand yang besar bagi pengembangan aktivitas