Peran Sektor Pertanian dalam Perubahan Struktur Ekonomi
16 1 Mendorong pemerataan investasi pada semua sektor dan wilayah secara
simultan sehingga infrastruktur wilayah dapat berkembang. 2 Mendorong pemerataan permintaan demand, bahwa setiap industri dan
wilayah harus dikembangkan secara simultan sehingga dapat menciptakan demand untuk tiap-tiap produk.
3 Mendorong pemerataan tabungan, dimana tabungan ini sangat diperlukan untuk dapat memacu investasi. Apabila jumlah tabungan di suatu wilayah
meningkat, maka potensi investasi juga akan meningkat. Selanjutnya, menurut Anwar dan Rustiadi 1999, ketimpangan antar
wilayah dapat ditanggulangi dengan beberapa tahapan reformasi ekonomi yang memperhatikan dimensi spasial. Secara berangsur hal ini akan mengurangi
ketimpangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara lebih menyeluruh. Tahap pertama: i redistribusi aset tanah, kapital, finansial, dan lain-lain, ii
pengembangan lembaga dan pasar finasial di wilayah perdesaan, iii kebijakan insentif lapangan pekerjaan yang membatasi migrasi penduduk dari desa ke kota,
iv kebijakan mempertahankan nilai tukar exchange rate-policy yang mendorong ekspor pertanian menjadi selalu kompetitif, dan v pengendalian
sebagian partial controlled melalui kebijakan perpajakan dan monitoring pada lalu-lintas devisa dan modal. Tahap kedua: i pembangunan regional berbasis
pada pemanfaatan sumberdaya wilayahkawasan berdasarkan keunggulan komparatif masing-masing wilayah, ii kebijakan insentif fiskal mendorong
produksi dan distribusi lokasi kegiatan ekonomi ke arah wilayah perdesaan, iii investasi dalam human capital dan social capital serta teknologi berbasis
perdesaan yang lebih kuat dengan membangun trust fund di daerah-daerah untuk dapat membiayai dua kapital di atas, dan iv industralisasi berbasis pertanian dan
perdesaan, melalui pembangunan sistem mikropolitan atau agropolitan, seperti industri pengolahan makanan, pakan, dan hasil pertanian lainnya serta industri
peralatan dan input-input pertanian serta barang konsumsi lainnya.
Disparitas regional merupakan fenomena universal, terjadi di semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat perkembangannya. Disparitas pembangunan
merupakan masalah pembangunan antar wilayah yang tidak merata. Pada banyak negara, pembagian ekonomi yang tidak merata telah melahirkan masalah-masalah
sosial politik. Hampir di semua negara, baik pada sistem perekonomian pasar maupun sistem ekonomi terencana secara terpusat, kebijakan-kebijakan
pembangunan diarahkan untuk mengurangi disparita antar wilayah. Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah menimbulkan
masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro, cenderung
mengabaikan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan
pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan backwash effect, terjadinya kebocoran
wilayah regional leakages, dan degradasi sumberdaya alam akibat dari semakin menurunnya daya dukung lingkungan carring capacity. Ketidakseimbangan
pembangunan antar wilayah terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya
perkembangan sistem ekonomi Rustiadi et al. 2009.
17 Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar
wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan
backwash yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi nilai tambah tetuju ke pusat-pusat pembangunan secara massif dan berlebihan sehingga terjadi
akumulasi nilai tambah di kawasan pusat-pusat pertumbuhan. Selanjutnya, kemiskinan di wilayah belakangperdesaan akhirnya mendorong terjadinya
migrasi penduduk ke perkotaan, sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya menjadi melemah dan inefisiensi karena timbulnya berbagai “penyakit
urbanisasi” yang luar biasa. Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota dapat dilihat pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia
yang mengalami “over urbanization” yang dicirikan dengan berbagai bentuk ketidakefisienan dan permasalahan seperti munculnya kawasan kumuh slum
area, tingginya tingkat polusi, terjadinya kemacetan, kriminalitas, dan permasalahan sosial lainnya. Perkembangan perkotaan menjadi syarat
permasalahan yang semakin kompleks dan sulit untuk diatasi.
Ketidakseimbangan pembangunan inter regional, disamping menyebabkan kapasitas pembangunan regional yang sub optimal, pada gilirannya juga
menihilkan potensi-potensi pertumbuhan pembangunan agregat makro dari adanya interaksi pembangunan inter regional yang sinergis saling memperkuat.
Menyadari terjadinya ketidakseimbangan pembangunan inter regional, pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan berbagai program pengembangan wilayah.
Pada awalnya, strategi program-program pembangunan kawasan lebih didasarkan atas strategi dari sisi pasokan supply-side strategy, yakni berupa program-
program pengembangan kawasan yang didasarkan atas keunggulan-keunggulan komparatif comparative advantages berupa upaya-upaya peningkatan produksi
dan produktivitas kawasan yang didasarkan atas pertimbangan optimalisasi daya dukung, kapabilitas capability, dan kesesuaian suitability sumberdaya wilayah.
Strategi pembangunan yang hanya dilakukan dari sisi pasokan supply-side strategy pada akhirnya terhambat oleh adanya keterbatasan sisi permintaan
demand trap baik secara domestik maupun dari luar wilayahkawasan. Untuk itu, dalam perkembangan berikutnya strategi pembangunan kawasan juga harus
dikembangkan atas dasar strategi pengembangan dari sisi permintaan demand- side strategy. Strategi ini dikembangkan melalui upaya-upaya mendorong
tumbuhnya permintaan akan barang dan jasa domestik melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan
sosial-budaya lainnya. Walaupun demikian, kecenderungan program-program pengembangan kawasan yang dilakukan di Indonesia sejauh ini masih didominasi
oleh strategi pengembangan dari sisi pasokan tanpa dilakukan strategi pengembangan dari sisi permintaan yang memadai Rustiadi et al. 2009.
Selain dari sisi pasokan dan permintaan, strategi pengembangan kawasan harus didasarkan atas prinsip strategi sinergi keterkaitan antar kawasan inter-
regional linkages. Strategi berbasis keterkaitan antar kawasan pada awalnya dapat diwujudkan dengan mengembangkan keterkaitan fisik antar kawasan
melalui pembangunan berbagai infrastruktur fisik jaringan transportasi jalan, jembatan, pelabuhan, perhubungan, komunikasi, dan lain-lain yang dapat
meningkatkan keterkaitan fisik antar kawasan. Keterkaitan fisik harus disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong
keterkaitan yang sinergis generative antar kawasan. Pengembangan keterkaitan
18 yang salah tidak tepat sasaran dapat mendorong aliran backwash yang lebih
massif, yang
pada akhirnya
justru memperparah
kesenjangan dan
ketidakseimbangan pembangunan inter-regional. Oleh karena itu, keterkaitan inter-regional yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang generatif
sinergis atau saling memperkuat, bukan saling memperlemah atau eksploitatif. Teori growth pole
sebenarnya kurang populer di kalangan ahli-ahli pengembangan wilayah karena kekurang efektifnya ketika diterapkan. Namun
pada saat ini, teori inilah yang paling populer di kalangan birokrat dan sering dilaksanakan dalam proses pembangunan karena pelaksanaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih cepat terlihat. Wilayah-wilayah yang menjadi pusat akan berkembang dengan cepat dan signifikan. Namun, sebenarnya kondisi ini sering
kali tidak menjamin keberlanjutan karena akan timbul disparitas baru dan interaksi yang terbentuk antara pusat dan hinterland-nya pada akhirnya akan
kembali saling memperlemah Rustiadi et al. 2009.
Menurut Murty 2000, pembangunan regional yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata di wilayah yang berbeda untuk meningkatkan
pengembangan kapasitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua wilayah harus mempunyai perkembangan, tingkat industrialisasi,
pola ekonomi, atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari
potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
merupakan hasil dari sumbangan yang saling memperkuat di antara wilayahkawasan yang terlibat.