Kontribusi dan Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi

49

BAB V. PERKEMBANGAN DISPARITAS REGIONAL 5.1. Perkembangan Wilayah

Selama 2000-2010, distribusi sebaran penduduk dan aktivitas ekonomi belum merata antar region, masih terkonsentasi di region Jawa-Bali dan sebagian Sumatera. Selama kurun waktu tersebut secara riil terjadi peningkatan pendapatan per kapita dan penurunan persentase penduduk miskin di seluruh region secara signifikan, meskipun distribusisebarannya masih tidak merata antar region. Region Kalimantan memiliki pendapatan per kapita paling tinggi serta memiliki persentase penduduk miskin paling rendah. Region Nusa Tenggara memiliki pandapatan per kapita cukup rendah dan memiliki persentase penduduk miskin cukup tinggi. Region Maluku memiliki jumlah penduduk, PDRB, dan pendapatan per kapita paling rendah serta memiliki persentase penduduk miskin cukup besar. Region Papua memiliki kepadatan penduduk paling rendah, memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi, namun masih memiliki persentase penduduk miskin paling tinggi Tabel 5.1. Kondisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dan tingkat perkembangan antar wilayah region. Hal ini dalam jangka panjang akan berdampak terjadinya kesenjangan disparitas antar wilayah tersebut. Tabel 5.1. Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk, Penduduk Miskin, serta PDRB dan Pendapatan Per Kapita ADHK 2000 di Tujuh Region, 2000 dan 2010 Sumber: BPS 2001-2011, diolah Jika dilihat dari pertumbuhan, region Papua memiliki rata-rata pertumbuhan penduduk paling tinggi 2,92 dan region Jawa-Bali paling rendah 1,04 . Region Sulawesi memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB dan pendapatan per kapita paling tinggi 6,35 dan 4,75 . Sementara itu, region Kalimantan memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB paling rendah 3,77 serta region Papua dan Kalimantan memiliki rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita paling rendah, masing-masing 1,23 persen dan 1,64 persen Gambar 5.1. Jumlah jiwa Persentase 2000 42.472.700 88 311.817.295 7,342 7.999.700 17,57 2010 50.425.763 105 468.060.855 9,282 6.652.700 13,19 2000 124.443.200 920 817.774.999 6,571 20.809.200 16,03 2010 137.954.400 1.020 1.371.924.098 9,945 17.494.800 12,68 2000 7.831.700 116 20.065.722 2,562 2.224.000 26,62 2010 9.118.700 136 32.588.426 3,574 2.023.500 22,19 2000 11.307.700 21 131.572.467 11,636 1.325.700 10,76 2010 13.905.700 26 190.335.383 13,688 1.018.000 7,32 2000 14.881.500 79 57.281.142 3,849 2.656.000 16,82 2010 17.325.631 92 105.971.059 6,116 2.347.000 13,55 2000 1.981.400 25 4.648.888 2,346 514.600 24,25 2010 2.213.800 28 7.286.481 3,291 469.700 20,08 2000 2.338.900 6 22.367.363 9,563 915.500 37,27 2010 2.952.900 7 31.305.944 10,602 1.017.900 34,47 2000 205.132.000 107 1.365.527.875 6,657 35.529.200 16,42 2010 231.683.094 121 2.207.472.246 9,528 30.005.700 12,82 Keterangan: = Perbandingan Penduduk Miskin Tahun 2004 dan 2010 Penduduk Miskin 416.060,32 1.910.931,32 480.793,28 135.218,34 67.290,42 544.150,07 188.522,36 Pendapatan Per Kapita Rp juta 78.896,53 7. Indonesia 3. Nusa Tenggara 1. 2. 4. 5. Papua Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi Maluku 6. Region Tahun Penduduk jiwa PDRB Rp juta Luas Wilayah km2 Kepadatan Penduduk jiwakm2 50 Sumber: BPS 2001-2011, diolah Gambar 5.1. Rata-rata Pertumbuhan Penduduk serta PDRB dan Pendapatan Per Kapita ADHK 2000 di Tujuh Region dan Nasional, 2000-2010 Kepadatan dan pertumbuhan penduduk menjadi permasalahan tersendiri bagi suatu wilayah, misalnya tekait penyediaan permukiman, lapangan pekerjaan, sarana dan prasarana, dan masalah sosial lainnya serta berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil studi empiris Amstrong dan Taylor 2001, bahwa kepadatan dan pertambahan penduduk dapat memberikan efek positif ataupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika sebagian besar penduduk, terutama penduduk usia produktif berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi akan positif, namun jika sebaliknya, maka pertumbuhan ekonomi akan rendah, stagnan, bahkan negatif. Di sisi lain, jumlah penduduk yang besar justru merupakan potensi demand yang besar. Menurut Todaro dan Smith 2006, populasi penduduk yang besar merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi, karena merupakan pasar potensial, sumber permintaan demand berbagai jenis produk barang dan jasa, yang akan menggerakkan berbagai aktivitas ekonomi, menciptakan skala ekonomis economies of scale, dan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai. Kondisi demikian pada gilirannya merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi. Distribusi penduduk dan aktivitas ekonomi antar wilayah memiliki pola yang sama, terjadinya peningkatan konsentrasi aktivitas ekonomi yang ditandai dengan semakin besarnya pangsa PDRB suatu wilayah terhadap perekonomian nasional biasanya akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi penduduk di wilayah tersebut. Region Jawa-Bali dan Sumatera selain memiliki jumlah penduduk yang besar, juga memiliki skala aktivitas ekonomi yang besar. Hal ini menunjukkan sebaran aktivitas ekonomi dan penduduk belum merata antar region, masih terkonsentrasi di region Jawa-Bali dan sebagian Sumatera. Selaras pernyataan Nazara 2010, bahwa konsentrasi penduduk mengikuti konsentrasi aktivitas ekonomi, atau sebaliknya konsep ekonomi aglomerasi. Namun demikian, distribusi penduduk dan aktivitas ekonomi yang masih terkonsentrasi di region Jawa-Bali dan Sumatera dalam jangka panjang menjadi permasalahan tersendiri bagi proses pembangunan dan transformasi ekonomi, karena berdampak pada terjadinya kesenjangan pembangunan antar daerah atau wilayah di Indonesia. Sumatera Jawa-Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia Penduduk 1,73 1,04 1,53 2,09 1,53 1,67 2,92 1,33 PDRB 4,16 5,31 4,98 3,77 6,35 4,61 4,20 4,92 Pendapatan Per Kapita 2,38 4,23 3,40 1,64 4,75 2,89 1,23 3,55 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 P er tu m b u h a n 51

5.2. Perkembangan Disparitas Regional

Berdasarkan hasil analisis Indeks Williamson, selama 2000-2010 disparitas antar region masih rendah indeks 0,270 hingga 0,308, namun menunjukkan kecenderungan trend yang meningkat. Indeks disparitas paling rendah terjadi pada tahun 2005 0,270 dan paling tinggi pada tahun 2008 0,308. Pada periode 2000-2003 terjadi kecenderungan penurunan disparitas antar region 0,277 menjadi 0,270, periode 2005-2008 cenderung meningkat lagi 0,270 menjadi 0,308, kemudian 2008-2010 mengalami kecenderungan menurun 0,308 menjadi 0,293 Gambar 5.2. Gambar 5.2. Perkembangan Indeks Disparitas Williamson Antar Region, 2000-2010 Selama 2000-2010, disparitas antar provinsi di dalam region intra region untuk region Kalimantan dan Jawa-Bali paling tinggi indeks Williamson 0,749 hingga 0,923; region Sumatera berkisar 0,432 hingga 0,562; dan region Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua paling rendah 0,004 hingga 0,255. Ketimpangan intra region menunjukkan trend menurun, kecuali region Jawa-Bali dan Nusa Tenggara Gambar 5.3. Gambar 5.3. Perkembangan Indeks Disparitas Williamson Intra Region, 2000-2010 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumatera 0,562 0,536 0,518 0,503 0,489 0,486 0,479 0,467 0,461 0,446 0,432 Jawa-Bali 0,752 0,749 0,755 0,759 0,762 0,767 0,770 0,775 0,779 0,782 0,786 Nusa Tenggara 0,193 0,204 0,196 0,193 0,195 0,186 0,175 0,173 0,163 0,197 0,201 Kalimantan 0,918 0,923 0,908 0,896 0,878 0,866 0,854 0,831 0,824 0,806 0,801 Sulawesi 0,255 0,250 0,244 0,239 0,232 0,236 0,236 0,232 0,234 0,235 0,241 Maluku 0,015 0,006 0,009 0,010 0,014 0,012 0,012 0,014 0,003 0,004 0,004 Papua 0,188 0,215 0,215 0,178 0,018 0,140 0,025 0,014 0,029 0,040 0,091 - 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 1,000 In d e k s W il li a m so n 52 Hasil penelitian Satrio 2009, tentang ketimpangan pendapatan antar pulau di Indonesia periode 1996-2006 menggunakan Indeks Williamson, menunjukkan hasil yang hampir sama. Ketimpangan pendapatan antar pulau di Indonesia yang terbagi dalam enam pulau tergolong rendah indeks 0,210 hingga 0,261, namun menunjukkan trend yang menurun. Ketimpangan pendapatan antar propinsi di dalam pulau termasuk dalam kategori tinggi untuk Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Maluku-Papua 0,521 hingga 0,996, kategori rendah untuk Pulau Sulawesi 0,050 hingga 0,109, dan kategori sedang untuk Pulau Bali 0,379 hingga 0,498. Ketimpangan pendapatan dalam pulau menunjukkan trend yang menurun, kecuali Pulau Jawa dan Sulawesi. Ketimpangan yang tinggi antar provinsi di dalam region Kalimantan dan regin Jawa-Bali disebabkan masih tingginya variasi pendapatan per kapita dan peranan kontribusi PDRB antar provinsi terhadap perekonomian di kedua region tersebut. Variasi dalam hal pendapatan per kapita di region Kalimantan memperlihatkan bahwa provinsi Kalimantan Timur memiliki pendapatan per kapita paling tinggi, selama 2000-2010 rata-rata sebesar Rp 33,743 juta, sementara tiga provinsi lainnya memiliki pendapatan per kapita hanya berkisar Rp 4,000 juta – Rp 7,000 juta. Demikian halnya, provinsi Kalimantan Timur memiliki kontribusi paling besar terhadap perekonomian region Kalimantan, selama 2000-2010 rata-rata mencapai 50,59 persen, sebaliknya provinsi Kalimantan Tengah rata-rata hanya 9,07 persen. Sementara itu, dua provinsi lainnya Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan masing-masing rata-rata tidak lebih dari 15,00 persen. Besarnya kontribusi dan pendapatan per kapita provinsi Kalimantan Timur terutama disumbang oleh besarnya kontribusi sektor pertambangan dan penggalian, selama 2000-2010 rata-rata kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kalimantan Timur sebesar 38,12 persen. Selanjutnya, masih tingginya variasi pendapatan per kapita dan kontribusi PDRB antar provinsi terhadap perekonomian region Jawa-Bali, memperlihatkan bahwa provinsi DKI Jakarta memiliki pendapatan per kapita peling tinggi, selama 2000-2010 rata-rata mencapai Rp 34,638 juta, sementara enam provinsi lainnya rata-rata hanya berkisar Rp 2,500 juta – Rp 7,400 juta, dimana provinsi Bali memiliki pendapatan per kapita peling rendah. Provinsi DKI Jakarta juga memiliki kontribusi paling besar terhadap perekonomian region Jawa-Bali, selama 2000-2010 rata-rata mencapai 28,80 persen. Besarnya pendapatan per kapita dan kontribusinya terhadap perekonomian region Jawa-Bali terutama disumbang oleh sektor perdadangan dan jasa, selama 2000-2010 rata-rata kontribusi sektor ini terhadap perekonomian provinsi DKI Jakarta sebesar 60,08 persen. Berdasarkan hasil analisis indeks entropi Theil, menunjukkan trend penurunan disparitas regional, yang disebabkan oleh penurunan disparitas antar region between regions dan intra region within regions selama 2000-2010. Pada tahun 2000, indeks entropi Theil sebesar 0,1062 pada tahun 2010 turun menjadi 0,0977 Tabel 5.2. 53 Tabel 5.2. Perkembangan Indeks Disparitas Entropi Theil, 2000-2010 Jika diurai didekomposisi, disparitas intra region memberikan kontribusi paling besar terhadap disparitas regional dibandingkan disparitas antar region. Ketimpangan wilayah sebesar 85,81 persen hingga 89,14 persen disebabkan oleh disparitas intra region proporsinya meningkat dan hanya 10,86 persen hingga 14,19 persen disebabkan oleh disparitas antar region proporsinya menurun Gambar 5.4.. Kemudian, jika dikaitkan dengan hasil analisis indeks Williamson untuk ketimpangan antar provinsi di dalam region, maka region Kalimantan, Jawa-Bali, dan Sumatera memberikan kontribusi paling besar terhadap disparitas intra region tersebut. Besarnya kontribusi disparitas intra region antar provinsi di dalam region terhadap disparitas regional dibandingkan disparitas antar region menunjukkan variasi atau ketimpangan yang lebih besar antar provinsi di dalam region dibandingkan variasi atau ketimpangan antar region. Hasil penelitian yang sama dilakukan Pravitasari 2009, tentang disparitas di Pulau Jawa sebelum dan sesudah otonomi daerah menggunakan indeks Williamson dan entropi Theil, bahwa disparitas antar provinsi memiliki derajat disparitas paling tinggi. Gambar 5.4. Dekomposisi Indeks Disparitas Entropi Theil, 2000-2010 Total Disparitas Indeks Indeks Indeks 2000 0,1062 0,0151 14,1912 0,0912 85,8088 2001 0,1055 0,0148 13,9951 0,0907 86,0049 2002 0,1047 0,0144 13,7576 0,0903 86,2424 2003 0,1032 0,0137 13,3033 0,0895 86,6967 2004 0,1013 0,0127 12,5197 0,0886 87,4803 2005 0,1010 0,0127 12,5610 0,0883 87,4400 2006 0,1002 0,0120 11,9740 0,0882 88,0269 2007 0,0992 0,0116 11,6754 0,0876 88,3246 2008 0,0993 0,0114 11,4952 0,0878 88,5048 2009 0,0981 0,0108 11,0573 0,0872 88,9427 2010 0,0977 0,0106 10,8638 0,0871 89,1362 Disparitas Antar Region Disparitas Intra Region Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Disparitas Intra Region 85,81 86,00 86,24 86,71 87,48 87,44 88,03 88,33 88,50 88,94 89,14 Disparitas Antar Region 14,19 14,00 13,76 13,30 12,30 12,56 11,97 11,68 11,50 11,06 10,86 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 D e k o m p o si si I n d e k s T h e il 54

5.3. Pengaruh Perubahan Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap Disparitas Regional

Untuk mengestimasi pengaruh perubahan kontribusi sektor ekonomi terhadap disparitas regional di tujuh region dan tanpa region Jawa-Bali selama 2000-2010 digunakan model Regresi Data Panel Statis. Dalam model Regresi Data Panel ini, peubah tak bebas dependent variable adalah perkembangan indeks koefisien variasi Williamson di tujuh region selama 2000-2010. Untuk peubah bebas independent variable adalah perkembangan kontribusipangsa share empat sektor ekonomi utama sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri manufaktur; dan perdagangan dan jasa terhadap perekonomian regional di tujuh region selama 2000-2010. Pemilihan kontribusi empat sektor sekonomi sebagai variabel independen karena masih besarnya kontribusi empat sektor ekonomi utama tersebut terhadap perekonomian regional selama 2000-2020. Dengan demikian, spesifikasi model Regresi Data Panel Statis dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut: = + + + + + .....................5.1 dimana: DR it = Disparitas regional Indeks Williamson region ke-i dan tahun ke-t α i = Koefisien intersep region ke-i, yang merupakan skalar β = Koefisien slope dengan dimensi K x 1, K = banyaknya peubah bebas SP 1it = Pangsa sektor pertanian region ke-i dan tahun ke-t STG 2it = Pangsa sektor pertambangan dan penggalian region ke-i dan tahun ke-t SIM 3it = Pangsa sektor industri manufaktur region ke-i dan tahun ke-t SPJ 4it = Pangsa sektor perdagangan dan jasa region ke-i dan tahun ke-t u it = μ i + ν it , dimana μ i menunjukkan efek spesifik individu yang unobservable dan ν it menunjukkan faktor gangguan disturbance sisanya i = 1, 2, ..., N, menunjukkan region Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua t = 1, 2, ..., T, menunjukkan dimensi deret waktu tahun 2000-2010 Berdasarkan hasil uji Hausman, model Regresi Data Panel Statis terpilih untuk menganalisis pengaruh perubahan struktur ekonomi terhadap disparitas regional di tujuh region dan tanpa region Jawa-Bali selama 2000-2010 adalah Fixed Effect Model FEM dengan nilai peluang probability-value = p-value cross-section random 0,0000 hingga 0,0002 0,05 5 . Nilai Adjusted R- squared sebesar 0,9978 hingga 0,9979, artinya perubahan atau variasi variabel independen dapat menjelaskan 99,78 persen hingga 99,79 persen perubahan atau variasi disparitas regional di tujuh region dan tanpa region Jawa-Bali selama 2000-2010, sedangkan 0,21 persen hingga 0,22 persen sisanya dijelaskan variabel lainnya yang tidak ada dalam model Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Berdasarkan hasil analisis Regresi Data Panel dengan model FEM, perubahan disparitas regional DR di tujuh region dan tanpa region Jawa-Bali selama 2000-2010 dipengaruhi oleh perubahan kontribusipangsa share sektor pertanian SP; pertambangan dan penggalian STG; industri manufaktur SIM; dan perdagangan dan jasa SPJ secara negatif berbanding terbalik. Artinya pengembangan aktivitas atau peningkatan kontribusi keempat sektor ekonomi tersebut dapat menurunkan disparitas regional mengarah pemerataan konvergensi antar provinsi dalam region. Perubahan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian memberikan pengaruh paling kecil terhadap 55 perubahan disparitas regional selama 2000-2010, yang ditunjukkan oleh kecilnya nilai koefisien peubah tersebut berkisar -0,005095 hingga -0,005279. Perubahan kontribusi sektor pertanian memberikan pengaruh paling besar terhadap perubahan disparitas regional selama 2000-2010, yang ditunjukkan nilai koefisien peubah tersebut berkisar -0,021595 hingga -0,021958. Besarnya nilai koefisien kontribusi sektor pertanian terutama disebabkan masih besarnya serapan tenaga kerja di sektor tersebut selama 20004-2010 rata-rata 41,27 , padahal kontribusi output sektor pertanian sudah kecil selama 2004-2010 rata-rata 15,34 . Kemudian, jika dilihat dari pengaruh individu individual effects, maka jika terjadi peningkatan kontribusi keempat sektor ekonomi tersebut selama 2000- 2010, maka region Jawa-Bali mendapatkan pengaruh individu paling besar terhadap peningkatan disparitas regional, yang ditunjukkan oleh koefisien fixed effects cross sebesar 0,7287, sebaliknya region Papua paling rendah -0,5667 hingga -0,7163 Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Tabel 5.3. Hasil Analisis Regresi Data Panel dengan FEM di Tujuh Region, 2000-2010, Output Eviews 6.0 Fixed Effects Cross Coefficient Variable Coefficient Prob. _SUMATERA--C 0,138395 _JAWABALI--C 0,728701 C 1,847493 0,0000 _NUSATENGGARA--C -0,203924 SP? -0,021958 0,0000 _KALIMANTAN--C 0,114597 STG? -0,005279 0,0000 _SULAWESI--C 0,002169 SIM? -0,020891 0,0001 _MALUKU--C -0,063600 SPJ? -0,020655 0,0000 _PAPUA--C -0,716338 Effects Specification Cross-section fixed dummy variables R-squared 0,998105 ProbF-statistic 0,000000 Adjusted R-squared 0,997818 Hannan-Quinn criter. -5,349206 F-statistic 3476,285 Durbin-Watson stat 1,045222 Tabel 5.4. Hasil Analisis Regresi Data Panel dengan FEM Tanpa Region Jawa-Bali, 2000-2010, Output Eviews 6.0 Fixed Effects Cross Coefficient Variable Coefficient Prob. _SUMATERA--C 0,200275 C 1,665379 0,0000 _NUSATENGGARA--C -0,041997 SP? -0,021595 0,0000 _KALIMANTAN--C 0,233004 STG? -0,005095 0,0000 _SULAWESI--C 0,110335 SIM? -0,013284 0,0113 _MALUKU--C 0,065095 SPJ? -0,021340 0,0000 _PAPUA--C -0,566712 Effects Specification Cross-section fixed dummy variables R-squared 0,998174 ProbF-statistic 0,000000 Adjusted R-squared 0,997881 Hannan-Quinn criter. -5,516756 F-statistic 3401,865 Durbin-Watson stat 1,445297