Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
19 ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis economies of scale produk yang
menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah
yang memadai sehingga pada gilirannya merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi.
Masalah besar dari kependudukan adalah kepadatan penduduk, dan selalu menjadi problema tersendiri bagi suatu wilayah karena akan memunculkan
masalah lain seperti: permukiman, penyediaan lapangan pekerjaan, sarana dan prasarana, dan masalah sosial lainnya. Berbagai studi empiris yang telah
dilakukan oleh Amstrong dan Taylor 2001 membuktikan bahwa kepadatan penduduk dapat memberikan efek positif ataupun negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Jika sebagian besar penduduk seperti: penduduk usia lanjut, anak-anak, dan para penganggur tidak ikut berpartisipasi terhadap aktivitas ekonomi regional
maka pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Menurut Djojohadikusumo 1994, sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan
ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang, dalam masyarakat yang
bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat dalam kaitan interaksinya satu dengan yang lainnya. Namun, diantaranya peranan sumberdaya
manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang dimana kesejahteraan manusia dijadikan
tujuan pokok dari ekonomi masyarakat. Berpangkal pada masalah penduduk dan angkatan kerja, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, wajib diberi perhatian
utama dalam ekonomi pembangunan.
Alokasi anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam kebijakan anggaran Rosen, 2004.
Kebijakan ini dikaitkan dengan peranan pemerintah sebagai penyedia dari barang publik. Dampak eksternalitas dari kebijakan alokasi anggaran untuk kedua bidang
tersebut tentunya diharapkan berpengaruh pada peningkatan tingkat pendidikan dan kesehatan bila anggaran yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Rostow dan Musgrave 2003 mengembangkan teori yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dan tahap-
tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah
harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Wagner dalam Hyman 2005, mengembangkan teori
dimana perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Produk Domestik Bruto. Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan
per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintahakan meningkat, terutama pengeluaran pemerintah untuk mengatur hubungan dalam masyarakat,
seperti hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya.
Menurut Sjafrizal 2008, ketimpangan pembangunan dipengaruhi faktor- faktorsebagai berikut:
1 Perbedaan kandungan sumberdaya alam, yang akan mempengaruhi kegiatan produksi di daerah tersebut. Daerah yang kaya sumberdaya alam dapat
memperoduksi barang-barang tertentu dengan harga yang lebih murah sehingga mempercepat pertumbuhan ekonominya.
20 2 Perbedaan kondisi demografis, meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan, tingkah laku dan etos kerja masyarakatnya.
3 Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, yang menyebabkan kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat diperdagangkandijual ke daerah lain yang
membutuhkan sehingga daerah yang kurang maju tersebut pertumbuhannya lebih lambat.
4 Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah akan mendorong peningkatan penyediaan lapangan kerja dan juga tingkat pendapatan masyarakat.
5 Alokasi dana pembangunan antarwilayah investasi yang ditanamkan. Sumber investasi terdiri dari dua pelaku ekonomi yaitu pemerintah dan
swasta. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Murty 2000, yang menyatakan
bahwa ketimpangan disebabkan oleh: 1 Faktor geografi: pada suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi perbedaan
distribusi sumberdaya alam, sumber daya pertanian, topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya.
2 Faktor sejarah: tingkat perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah sangat tergantung dari apa yang dilakukan pada masa lalu. Bentuk kelembagaan
ataubudaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebabyang cukup penting terutama terkait dengan sistem insentif terhadap
kapasitaskerja dan entrepreneurship.
3 Faktor politik: politik yang tidak stabil akan menyebabkan ketidakpastian diberbagai bidang terutama ekonomi, terutama keraguan dalam berusaha atau
berinvestasi bahkan dapat menyebabkan terjadinya crowding out ke luardaerah.
4 Faktor kebijakan: kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor dan lebih menekankan pertumbuhan ekonomi untuk membangun
pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tertentu akan menyebabkan kesenjangan, baik antar sektor, antar pelaku ekonomi maupun antar daerah.
5 Faktor administrasi: wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju.
6 Faktor sosial: masyarakat yang tertinggal umumnya tidak memiliki institusi dan perilaku yang kondusif bagi berkembangnya perekonomian karena masih
percaya pada kepercayaan yang primitif, tradisional, dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi.
7 Faktor ekonomi, yang terkait dengan: a.
Kuantitas dan kualitas faktor produksi: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi, perusahaan.
b. Akumulasi dari berbagai sektor: lingkaran setan kemiskinan, kondisi
masyarakat yang tertinggal, standar hidup yang rendah, efisiensi yang rendah, konsumsi yang rendah, tabungan yang rendah, investasi yang
rendah, dan tingkat pengangguran yang meningkat.
c. Kekuatan pasar bebas dan pengaruhnya pada spread effect dan backwash
effect: tenaga kerja, modal, perusahaan, dan aktivitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan dan asuransi yang memberikan hasil
yang lebih besar, cenderung terkonsentrasi di daerah yang maju.
d. Distorsi pasar: immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi,
keterbatasan keterampilan tenaga kerja, dan sebagainya.
21
2.7. Penelitian Terdahulu 2.7.1. Penelitian tentang Perubahan Struktur Ekonomi
Sudarmono 2006, melakukan penelitian tentang transformasi struktural, pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan antar daerah di Wilayah Pembangunan I
Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi adalah Location Quotient, Shift Share,
Model Rasio Pertumbuhan MRP, dan Overlay. Sedangkan untuk mengetahui ketimpangan antar daerah di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah digunakan
Indeks Wiliamson dan Indeks Entropi Theil, serta analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi dengan
variabel ketimpangan antar daerah dimana pengukuran korelasi ini untuk menguji hipotesis Kuznets. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa transformasi
struktural hanya terjadi di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal, namun transformasi struktural yang terjadi tidak diikuti dengan pergeseran penyerapan
tenaga kerja sektoral dari sektor pertanian ke sektor industri di kedua Kabupaten tersebut. Hal ini menunjukkan terjadinya dualisme transformasi struktural.
Terjadinya kecenderungan peningkatan nilai Indeks Enthropi Theil maupun nilai Indeks Williamson mengandung arti bahwa ketimpangan yang terjadi di Wilayah
Pembangunan I Jawa Tengah semakin membesar atau semakin tidak merata. Kota Semarang masih mendominasi nilai PDRB dan nilai pendapatan perkapita,
sementara kelima daerah yang lain jauh lebih rendah. Hipotesis Kuznets yang menunjukkan hubungan antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang
berbentuk kurva U terbalik ternyata berlaku di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah. Hal ini terbukti dari hasil analisis trend dan nilai korelasi Pearson.
Kurniawan 2011, meneliti tentang transformasi struktural perekonomian Indonesia, pendekatan model Input-Output tahun 1971-2008 menunjukkan bahwa
transformasi struktur perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan proses perubahan struktur perekonomian yang terjadi pada negara-negara BRIC Brazil,
Rusia, India dan China dalam jangka waktu sekitar 40 tahun menunjukkan pola yang berbeda. Pergeseran struktur GDP negara-negara BRIC diawali pergeseran
peran sektor pertanian oleh sektor industri yang selanjutya diikuti peningkatan peran sektor jasa. Pergeseran struktur yang terjadi di Indonesia diawali pada
kondisi dimana sektor jasa telah mendominasi perekonomian, selanjutnya terjadi peningkatan peran sektor industri menggeser sektor pertanian dan akhirnya
mendominasi perekonomian. Perkembangan struktur tenaga kerja di Indonesia menunjukkan pola yang tidak biasa unusual pattern dan bertentangan dengan
teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktivitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya
tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktivitasnya lebih tinggi. Daya penyebaran yang tinggi pada sektor-sektor
sekunder tidak diikuti derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor primer mengindikasikan tidak adanya link and match antara industri yang dibangun
dengan sumber bahan baku yang tersedia. Strategi industrialisasi yang kurang tepat menyebabkan proses deindustrialisasi di Indonesia berjalan tidak alami dan
cenderung negatif.
Penelitian Saraan 2006 menggunakan data key indicator of developping asian and pasific countries tahun 1980-2004 dengan metode Ordinary Least
Square menyimpulkan bahwa telah terjadi transformasi struktural perekonomian