Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

9 kependudukan bukan berarti hanya penurunan tingkat kematian yang lebih dulu dibanding dengan tingkat kelahiran, namun dalam pengertian yang luas juga menunjukkan peningkatan intensitas urbanisasi dalam perekonomian. Urbanisasi dapat dipicu oleh perpindahan fisik manusia dari desa ke kota dan akibat perubahan status suatu daerah dari perdesaan menjadi perkotaan. Selanjutnya, proses distribusi terjadi di antara kelompok masyarakat, di antara pemilik faktor produksi, dan juga antar daerahwilayah atau antar provinsi. Mahzab klasik orthodox, yang berpegang pada konsep keseimbangan alokasi sumberdaya dan konsep pasar bebas, menyatakan bahwa perbedaan kondisi antar sektor, di antaranya karena terjadinya pergeseran struktur aktivitas ekonomi akan menyebabkan pertukaran dan alokasi sumberdaya secara efisien tanpa ada campur tangan pemerintah konsep pasar bebas, hingga mencapai kondisi pareto optimal. Pertukaran tersebut pada hakekatnya merupakan proses pembangunan. Proses pembangunan berawal dari pengembangan kapasitas produksi melalui peningkatan stok modal dan adanya spesialisasi. Selanjutnya Mahzab Strukturalis, yang memandang pembangunan ekonomi sebagai transisi yang ditandai oleh suatu transformasi yang mengandung perubahan mendasar pada struktur ekonomi yang disebut sebagai perubahan struktural. Perubahan struktural tersebut merupakan masa ketidakseimbangan yang dapat menyebabkan kesenjangan penyesuaian yang panjang Djojohadikusumo 1994.

2.3.2. Perubahan Struktural dan Jebakan Pendapatan Menengah

Berdasarkan hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin 1975 dalam Tambunan 2001 tentang transformasi struktur ekonomi, menunjukkan bahwa sejalan pertumbuhan ekonomi kemudian secara simultan diikuti dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian primer menuju sektor non primer, yaitu sektor industri dan sektor jasa. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan pendapatan per kapita suatu negara melalui percepatan transformasi struktur ekonomi suatu negara, dikenal teori jebakan pendapatan menengah middle income trap. Middle income trap merujuk pada situasi ekonomi suatu negara yang stagnan setelah berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada saat perekonomian mengalami stagnan, peningkatan standar hidup pun menjadi stagnan. Dengan kata lain, middle income trap menggambarkan kondisi suatu negara yang pada tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu yang diukur berdasarkan tingkat pendapatan, terjebak pada tingkat pendapatan menengah, sehingga tidak dapat berkembang lagi. Istilah middle income trap diperkenalkan oleh Barry Eichengreen pada tahun 2013, seorang ahli Ekonomi berkebangsaan Amerika Serikat. Barry Eichengreen mengamati negara-negara berpenghasilan menengah selama berpuluh-puluh tahun tidak dapat naik ke dalam jajaran negara-negara berpenghasilan tinggi hight income countries. Dalam kasus ini, tidak banyak negara yang berhasil keluar dari jebakan tersebut. Afrika Selatan dan Brasil adalah dua negara yang masuk dalam perangkap tersebut, Korea Selatan berhasil keluar dari perangkap dan sekarang masuk dalam jajaran negara industri maju dengan pendapatan per kapita lebih dari US 30.000, hampir sepuluh kali lipat pendapatan per kapita Indonesia. Pada tahun 1960-an pendapatan per kapita Korea Selatan masih di bawah US 100. Middle income trap biasanya terjadi pada negara dengan pendapatan per kapita antara US 12.000 hingga US 15.000. 10 Terdapat empat faktor yang menyebabkan negara masuk dalam jebakan pendapatan menengah, yaitu: i rasio investasi rendah; ii pertumbuhan sektor manufaktur lambat; iii diversifikasi industri terbatas; dan iv kondisi pasar kerja yang buruk. Selanjutnya, Chief Economist Asian Development Bank ADB, Changyong Rhee dalam konferensi pers peluncuran buku Diagnosing the Indonesian Economy: Toward Inclusive and Green Growth di Jakarta, Senin 26 Maret 2013, mengatakan bahwa Indonesia harus melakukan transformasi struktural untuk mencapai sukses menjadi negara berpendapatan tinggi. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengurangi ketimpangan ekonomi antar pulau 1 .

2.3.3. Perubahan Struktural dan Pertumbuhan yang Berkualitas

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses terjadinya peningkatan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi economic growth, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, seperti masih tingginya tingkat pengangguran, kemiskinan, ketimpangan struktural, dan terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi di Indonesia dinilai kurang berkualitas. Pertumbuhan yang berkualitas the quality of growth merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang secara spesifik dapat menurunkan tingkat kemiskinan secara cepat, memperkecil ketimpangan struktural, pelestarian terhadap lingkungan hidup, dan terjadinya keberlanjutan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Untuk mengukur pertumbuhan yang berkualitas digunakan beberapa indikator, yaitu: 1 encompassing long-term growth, 2 poverty and distribution, dan 3 six indicators of environmental pollution Thomas et al. 2000.

2.3.4. Peran Sektor Pertanian dalam Perubahan Struktur Ekonomi

Menurut Hayami dan Ruttan 1971, perubahan struktur sektor pertanian yaitu perubahan pola komposisi produksi, urutan produksi, dan perubahan sumberdaya yang digunakan. Dalam proses pertumbuhan ekonomi, pangsa sektor pertanian baik dalam PDB maupun dalam kesempatan kerja menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Proses pertumbuhan PDB juga disertai pertumbuhan sektor pertanian yang meningkat dengan cepat bersamaan dan bahkan mendahului pertumbuhan PDB. Sektor industri mempunyai ketergantungan yang erat dengan sektor pertanian. Perkembangan sektor industri akan disertai dengan penurunan keuntungan jika tidak didukung oleh perkembangan sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor industri tidak menghasilkan bahan makanan. Sektor industri tidak dapat berkembang tanpa didukung perkembangan sektor pertanian. Menurut Rostow 1960 dalam Todaro dan Smith 2006, sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa 2 Dikutif dari www.bisnis.com, pada tanggal 17 Januari 2014