potongan tajuk dan tunggak. Berikut emisi karbon limbah akibat penebangan disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18 Karbon limbah akibat penebangan Plot
Intensitas Penebangan phnha
Karbon Limbah Penebangan ton Cha
1 11
7,89 2
4 8,66
3 10
10,24 4
11 6,72
5 6
13,93 6
5 16,49
7 8
16,96 8
10 6,41
9 7
7,50 10
14 20,49
Rata-rata 8,60
11,53 Standar Deviasi
3,13 5,04
Dari Tabel 18 menunjukan bahwa besarnya emisi karbon akibat limbah penebangan. Emisi karbon limbah pemanenan sebesar 11,53 ton Cha. Limbah ini
akan menjadi emisi karbon karena tidak termanfaatkanditinggalkan di dalam hutan yang nantinya terdekomposisi dan melepaskan karbon ke atmosfir.
5.4.2.2 Emisi Karbon Potensial dari Kerusakan Pohon Akibat Penebangan dan Penyaradan
Dalam kegiatan penebangan, emisi karbon potensial tidak hanya berasal dari pohon yang ditebang saja namun juga berasal dari pohon yang mengalami
kerusakan berat akibat kegiatan penebangan pohon tersebut. Tingkat kerusakan yang terjadi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu : kerusakan tingkat
ringan, kerusakan tingkat sedang dan kerusakan tingkat berat. Namun perhitungan emisi karbon potensial hanya dilakukan untuk kategori pohon yang mengalami
tingkat kerusakan berat saja karena nantinya pohon tersebut akan mati dan berpotensi menimbulkan emisi karbon, sedangkan untuk kategori pohon yang
mengalami kerusakan ringan dan sedang tidak diperhitungkan karena pohon tersebut masih dapat hidup dan masih mampu menyerap ataupun menyimpan
karbon, sehingga tidak berpotensi menimbulkan emisi karbon. Besarnya emisi
karbon potensial dari pohon yang rusak akibat kegiatan penebangan dapat dilihat
pada Tabel 19.
Tabel 19 Emisi karbon potensial pohon rusak akibat penebangan dan penyaradan Plot
Pohon rusak berat phnha Karbon ton Cha
1 20
5,50 2
17 4,92
3 25
10,81 4
13 5,40
5 13
3,37 6
11 3,58
7 16
5,82 8
16 4,31
9 14
4,48 10
20 5,08
Rata-rata 16,50
5,33 Standar deviasi
4,20 2,09
Pada Tabel 19 terlihat bahwa kerusakan akibat kegiatan penebangan dan penyaradan 11-25 pohonha. Emisi karbon potensial yang berasal dari pohon yang
mengalami kerusakan akibat kegiatan penebangan dan penyaradan adalah sebesar 3,37-10,81 ton Cha dengan rata-rata 5,33±2,09 ton Cha. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ricardo 2008 di Papua Barat yang menyatakan jumlah karbon yang hilang pada tegakan tinggal yang
rusak akibat penebangan dengan menggunakan teknik CL Conventional Logging sebesar 33,40 ton Cha sedangkan dengan menggunakan teknik RIL Reduced
Impact Logging sebesar 27,94 ton Cha. Penelitian Feldpausch et al. 2005 menyebutkan jumlah karbon yang hilang pada tegakan tinggal yang rusak akibat
penebangan adalah 3,20 ton Cha dan penyaradan sebesar 0,60 ton Cha . Perbedaan hasil ini disebabkan karena besarnya intensitas penebangan yang
dilakukan berbeda-beda dan disebabkan juga oleh perbedaan jumlah pohon yang mengalami kerusakan akibat kegiatan penebangan tersebut.
Emisi karbon potensial dari pohon rusak dari kegiatan pemanenan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pohon tebangan. Hal ini dikarenakan perbedaan
ukuran diameter. Dimana pohon tebangan memiliki diameter jauh lebih besar dari pohon yang mengalami kerusakan. Sehingga memiliki biomassasimpanan
karbon yang jauh lebih besar dibandingkan dengan biomassasimpanan karbon pada pohon rusak akibat pemanenan.
Faktor yang mempengaruhi emisi karbon potensial yaitu intensitas pemanenan dan potensi awal tegakan sebelum pemanenan. Semakin tinggi
intensitas pemanenan dan potensi awal tegakan sebelum pemanenan maka akan semakin besar pula emisi karbon potensial yang ditimbulkan. Persamaan regresi
linier berganda hubungan antara intensitas pemanenan dan potensi awal tegakan sebelum pemanenan terhadap besarnya emisi karbon potensial dinyatakan dalam
persamaan regresi sebagai berikut : Ŷ = - 19,2 + 2,13 X
1
+ 0,192 X
2
R
2
= 88,80 Keterangan :
Ŷ = Emisi karbon potensial ton Cha X
1
= Intensitas pemanenan m
3
ha X
2
= Potensi awal tegakan sebelum pemanenan m
3
ha Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 88,80, artinya sebesar
88,80 dari keragaman emisi karbon potensial dapat dijelaskan oleh intensitas pemanenan dan potensi awal tegakan sebelum pemanenan yang dilakukan,
sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan nilai koefisien determinasi ini, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang
didapatkan cukup baik karena mampu menerangkan peubah respon dengan baik. Tabel 20 Analisis ragam hubungan emisi karbon potensial dengan potensi awal
tegakan dan intensitas pemanenan Sumber
Derajat Jumlah Kuadrat
Kuadrat F Hitung
P Keragaman
Bebas Tengah
Regresi 2
2680,10 1430,10
27,80 0,000
Galat 7
360,00 51,40
Total 9
3220,20 Jika dilihat dari nilai P sebesar 0,000 yang diperoleh dari kedua peubah
terhadap emisi karbon potensial dimana nilainya lebih kecil dari nilai alpha 0,05 maupun 0,001 dan dari nilai F hitung yang lebih besar dibandingkan F tabel
sehingga dapat disimpulkan bahwa emisi karbon potensial memiliki hubungan yang nyata dengan mininimal satu peubah penduga. Selanjutnya untuk
mengetahui hubungan tiap peubah penduga terhadap besarnya emisi karbon potensial maka dilakukan uji-t yang dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hubungan antar peubah dengan besarnya emisi karbon potensial
Peubah Penduga t Hitung
P Intensitas pemanenan
2,49 0,041
Potensi awal tegakan sebelum pemanenan 5,13
0,001 sangat nyata pada P0,01
nyata pada P0,05
Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi emisi karbon potensial adalah Potensi awal tegakan sebelum
pemanenan yang berpengaruh sangat nyata dapat dilihat dari nilai P nya lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan juga nilai t-hitung nya yang lebih besar
dari pada nilai t-tabel . Intensitas pemanenan juga memiliki pengaruh nyata terhadap besarnya emisi karbon potensial P0,05.
5.4.3 Perubahan Simpanan Karbon Pada Tegakan