mengalami penurunan. Lasco 2002 menyatakan bahwa aktifitas penebangan hutan untuk pemanenan kayu berperan dalam menurunkan simpanan karbon di
atas permukaan tanah minimal sebesar 50. Pada hutan tropis Asia penurunan simpanan karbon akibat aktivitas pemanenan kayu berkisar 22-67, di Indonesia
diperkirakan sebesar 38-75. Untuk itu, penelitian tentang kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan areal
akibat penyaradan dan pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis di hutan alam tropis khususnya di Indonesia sangat penting
dilakukan. Supaya dapat diketahui seberapa besar tingkat kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan areal, dan emisi karbon potensial yang terjadi akibat dari
pemanenan hutan kayu di hutan alam trofis pada berbagai intensitas penebangan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi, menghitung dan menganalisis besarnya kerusakan tegakan tinggal pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu.
2. Menghitung besarnya keterbukaan areal akibat penyaradan kayu. 3. Menghitung besarnya emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu
penebangan dan penyaradan.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan informasi mengenai besarnya kerusakan tegakan tinggal,
keterbukaan areal akibat penyaradan, dan emisi karbon potensial akibat pemanenan hasil hutan kayu di areal kerja IUPHHK HA PT. Salaki
Summa Sejahtera. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan kepada
perusahaan untuk menetapkan sistem pemanenan yang baik agar tercipta pengelolaan hutan lestari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Sivikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI
Menurut Darjadi dan Harjono 1976 diacu dalam Indryanto 2008 sistem silvikultur adalah proses pemeliharaan, penebangan, pergantian suatu tegakan
hutan untuk menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tidak seumur untuk memacu pertumbuhan tegakan sesuai dengan keadaan hutan dan tapaknya,
sehingga terbentuk tegakan tertata, yakni optimal dan lestari. Tujuan TPTI adalah terbentuknya struktur dan komposisi tegakan hutan
alam tak seumur yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat-sifat biologi dan keadaan tempat tumbuh aslinya. Hal ini ditandai dengan wujud tegakan yang
mengandung jumlah pohon, tiang, permudaan jenis-jenis niagawi dengan mutu dan produktivitas tinggi, didampingi oleh sejumlah jenis pohon lainnya sehingga
memenuhi tingkat keanekaragaman hayati yang diinginkan. Pelaksanaan sistem silvikultur TPTI dalam pengusahaan hutan dimaksudkan untuk mengatur kegiatan
penebangan dan pembinaan hutan alam produksi yang mempunyai jumlah pohon inti minimal 25 pohon per hektar. Pohon inti adalah pohon jenis komersial
berdiameter ≥20 cm yang akan membentuk tegakan utama yang akan ditebang pada rotasi tebangan berikutnya. Pohon inti yang ditunjuk, diutamakan terdiri dari
pohon-pohon komersil yang sama dengan pohon yang ditebang. Seandainya jumlahnya masih kurang dari 25 pohon per hektar dapat ditambah dari jenis kayu
lain Departemen Kehutanan 1993. Sasaran sistem TPTI adalah tegakan hutan alam produksi tidak seumur
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Untuk mencapai tujuan pelaksanaan TPTI, Departemen Kehutanan 1993 membuat acuan sebagai berikut :
1. Pengaturan komposisi jenis pohon di dalam hutan yang diharapkan dapat lebih menguntungkan baik ditinjau dari segi ekologi maupun ekonomi.
2. Pengaturan strukturkerapatan tegakan yang optimal di dalam hutan yang diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi kayu bulat dari
tegakan sebelumnya. 3. Terjaminnya fungsi hutan dalam rangka pengawetan tanah dan air.
4. Terjaminnya fungsi perlindungan hutan. Sistem silvikultur TPTI merupakan sistem yang paling sedikit mengubah
ekosistem di hutan produksi yang merupakan hutan alam campuran tak seumur dibandingkan dengan sistem silvikultur lainnya. Sistem TPTI diharapkan menjadi
modifikasi dari peristiwa alami di dalam hutan dengan cara menyingkirkan pohon-pohon yang tua agar ruang yang dipakai dapat dimanfaatkan oleh pohon-
pohon muda yang masih produktif Departemen Kehutanan 1993.
2.2 Pemanenan Kayu