Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan

Diperkirakan sekitar 350-430 GtC Giga ton Carbon saat ini tersimpan di hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosfir melalui peningkatan deforestasi dan degradasi hutan Laporte et al. 2008. Begitu juga dengan kondisi hutan alam tropis di Indonesia yang juga mengalami laju kerusakan yang tinggi setiap tahunnya. Menurut Lasco 2006 hutan yang tidak dipanen mempunyai stok karbon sebesar 258 ton Cha, 34 stok karbonnya terdapat dalam bentuk karbon organik tanah. Kira- kira 98 stok karbon diatas tanah terdapat pada pohon yang DBH ≥ 19,5 cm. Setelah pemanenan hutan, stok karbon di atas tanah akan berkurang sekitar 50 100 ton Cha. Selama siklus tebang 35 tahun, hutan yang telah dipanen akan mengalami perningkatan stok karbon 1,4 ton Cha. Pada penebangan berikutnya, hutan dapat kembali pulih sebesar 70 dari stok karbon awal. Sekitar 40 dari stok karbon pada kayu diubah menjadi kayu gergajian dan kayu lapis atau dijual sebagai log dan Sekitar 60 yang tinggal dilepaskan ke udara sebagai karbon dioksida CO 2 melalui pembakaran dan dekomposisi.

2.3 Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan

Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan akibat pemanenan kayu pada tegakan tinggal, kerusakan tersebut dapat berupa luka-luka pada pohon berdiri, tumbang, atau roboh, patah batang atau tajuk dan diperkirakan pohon tersebut tidak dapat lagi tumbuh dengan normal, kerusakan tanah dan lingkungan Muhdi 2001. Teknik pemanenan sangat mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal dalam areal pemanenan. Teknik conventional logging akan menyebabkan kerusakan yang sangat besar. Sedangkan teknik reduce impact logging RIL dapat menekan kerusakan tegakan tinggal tersebut. Menurut Elias 1995 teknik konvensional konvensional mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berat, yang disebabkan penebangan yang kurang baik, teknik pelaksanaan yang salah dan lemah supervisi dan kontrol. Menurut Sularso 1996 penebangan dengan sistem TPTI menyebar dalam areal yang luas bergantung pada keberadaanposisi kayu komersial yang ditebang. Kerusakan tegakan tinggal tidak dapat dihindari meski hanya menebang satu pohon, karena sebelum mencapai tanah pohon yang ditebang telah menghempas dan menimpa pohon-pohon lain serta permudaan pada strata di bawahnya tiang dan pohon, pancang serta semai. Semakin besar jumlah dan diameter pohon ditebang, terlebih lagi tidak didukung dengan cara pemanenan kayu yang mengikuti ketentuanpedoman yang ada, atau mengandalkan pengalaman para logger saja akan meyebabkan semakin besar kerusakan tegakan tinggal, rumpang, keterbukaan lantai hutan yang mencapai ratusan meter persegi dan limbah pemanenan kayu. Kerusakan hutan akibat pemanenan langsung dapat berupa rusak, luka- luka, rebah pada tiang dan pohon berdiri akibat penebangan dan penyaradan kayu. Kerusakan tidak langsung berupa kerusakan tegakan tinggal yang tidak dapat dihindarkan dan keterbukaan lantai hutan akibat penyaradan Sularso 1996. Sementara itu, menurut Sastrodimedjo dan Radja 1976 dampak dari kegiatan pemanenan kayu di hutan alam tropis salah satunya adalah dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vegetasi yang ditinggalkan, antara lain kerusakan tegakan tinggal, seperti pada anakan, pancang, tiang dan pohon. Kemudian juga terjadi perubahan struktur dan komposisi serta jumlah jenis dalam hutan. Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan-kerusakan itu, antara lain : pohon roboh, pohon berdiri tapi kulit rusak, batang pecahbelah, tajuknya rusak, dan dapat mengganggu perkembangan pohon atau bahkan tidak dapat tumbuh lagi ke keadaan normalsemula. Berikut bentuk dan tingkat kerusakan tegakan tinggal. Tabel 1 Beberapa bentuk dan tingkat kerusakan yang terjadi pada individu pohon Bentuk Kerusakan Tingkat Kerusakan Berat Sedang Ringan Kondisi Batang Patah batang - - Pecah batang - - Roboh, Miring 45° Condongmiring 45° - Luka batang ½ Luka batang 14-12 Luka batang 14-12 panjang luka batang 1,5 m Kondisi Tajuk 50 rusak 30-50 rusak 30 rusak Kondisi Banirakar 12 rusakterpotong 13-12 rusakterpotong 13 rusakterpotong Sumber : Elias 1993 Menurut Elias 1998 tingkat kerusakan vegetasi tegakan tinggal ditetapkan berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon yang terdapat di dalam areal tersebut sebelum pemanenan dikurangi jumlah pohon yang dipanen. Tingkat kerusakan dapat digolongkan atas tiga yaitu kerusakan berat apabila kerusakan tegakan tinggal lebih besar dari 50, kerusakan sedang apabila 25-50, dan kerusakan ringan apabila kurang dari 25. Jumlah kerusakan tegakan tinggal dipengaruhi oleh besarnya intensitas pemanenan yang dilakukan. Menurut Feldpausch et al. 2005 meningkatan intensitas pamanenan dengan menambah jenis-jenis pemanenan atau mengurangi diameter minimum yang dipanen untuk menambah jumlah pohon yang dipanen dapat meningkatkan jumlah pohon yang rusak dan keterbukaan areal per hektar pemanenan. Kerusakan tegakan tinggal di hutan alam juga dapat diklasifikasikan menurut Feldpausch et al. 2005 sebagai berikut : Tabel 2 Klasifikasi kerusakan tegakan tinggal menurut Feldpausch et al. 2005 Kelas kerusakan Deskripsi kerusakan I Condong II 2 m kulit hilang III 2 m kulit hilang IV 25 tajuk rusak V 25-50 tajuk rusak VI 50-75 tajuk rusak VII 75 tajuk rusak VIII Patah batang IX Roboh Menurut Feldpausch et al. 2005 mengatakan bahwa kerusakan tinggal akibat pemanenan pada intensitas penebangan 1,1-2,6 pohonha hampir 50 mengalami batang patah dan roboh. Pohon yang mengalami kerusakan berat mencapai 60 kelas VII, VIII, dan IX. Kerusakan dalam bentuk patah batang atau roboh terjadi pada kelas diameter menengah dengan DBH rata-rata 18 dan 19 cm. Tingkat kerusakan tegakan tinggal di hutan alam tropis sangat dipengaruhi oleh teknik pemanenan kayu yang digunakan. Sistem pemanenan tradisional atau yang lebih dikenal dengan conventional logging akan mengakibatkan tingkat kerusakan yang besar. Sedangkan sistem pemanenan reduce impact logging dapat menekan kerusakan tegakan tinggal hampir 50 lebih kecil dibandingkan dengan teknik conventional logging. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa dampak pemanenan hutan alam di Indonesia diakibatkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan yang menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 25-45 dan keterbukaan areal sebesar 20-35 Elias 1998.

2.4 Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan