Perhitungan Biomassa dan Karbon Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal

3.3.3 Data Sekunder

Data sekunder yang diambil adalah berupa data potensi tegakan sebelum dilakukannya kegiatan penebangan yang diperoleh dari laporan hasil Cruising LHC, hasil ITSP petak penelitian, data kondisi umum perusahaan, peta areal kerja pengusahaan hutan, peta RKT 2011, peta pohon petak tebang 264 dan 265 RKT 2011 dan daftar nama pohon yang berada di kawasan IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera. 3.4 Analisis Data 3.4.1 Perhitungan Volume Tegakan Perhitungan volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besarnya potensi volume tegakan yang terdapat pada plot penelitian serta untuk mengetahui seberapa besar volume pemanenan yang dilakukan. Volume tegakan per hektar diperoleh dengan cara merata-ratakan volume tegakan yang terdapat pada seluruh plot penelitian dan volume tegakan tiap plot ditentukan melalui penjumlahan nilai volume pohon-pohon yang ditemukan pada plot tersebut. Untuk menentukan besarnya volume dilakukan dengan menggunakan rumus : V = ∑¼. π. D 2 . H bc . f Keterangan : V = Volume tegakan m 3 D = Diameter pohon cm H bc = Tinggi pohon bebas cabang m π = Phi 3,14 f = Faktor angka bentuk 0,7

3.4.2 Perhitungan Biomassa dan Karbon

Perhitungan biomassa yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan persamaan allometrik biomassa yang disusun oleh Brown 1997 yang diterapkan pada zona iklim lembab, sebagai berikut : Y = exp [-2,134 + 2,530 lnD] Keterangan : Y = Biomassa per pohon Kg D = Diameter pohon setinggi dada cm Kandungan karbon di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown 1997 menyatakan bahwa umumnya 50 dari biomassa hutan tersusun atas karbon sehingga dari hasil perhitungan biomassa dapat diubah kedalam bentuk karbon ton Cha yaitu dengan mengalikan nilai biomassa dengan faktor konversi sebesar 0,5. Karbon C = B x 0,5 Keterangan : C = Jumlah karbon ton Cha B = Biomassa tonha Untuk memperhitungkan besarnya emisi karbon potensial akibat kegiatan pemanenan kayu maka dapat diduga dari besarnya karbon yang terdapat pada pohon yang dipanenditebang, karbon pada pohon yang rusak akibat penebangan dan karbon pada pohon yang rusak akibat penyaradan.

3.4.3 Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal

Beberapa tingkat bentuk kerusakan yang terjadi pada individu pohon menurut Elias 1993 sebagai berikut : 1. Tingkat kerusakan berat a. Patah batang. b. Pecah batang. c. Roboh, tumbang atau miring sudut 45° dengan permukaan tanah. d. Rusak tajuk 50 tajuk rusak, juga didasarkan atas banyaknya cabang pembentuk tajuk patah. e. Luka batangrusak kulit 12 keliling pohon atau 300-600 cm kulit mengalami kerusakan. f. Rusak banirakar 12 banir atau perakaran rusakterpotong. 2. Tingkat kerusakan sedang a. Rusak tajuk 30-50 tajuk rusak atau 16 bagian tajuk mengalami kerusakan. b. Luka batangrusak kulit 14-12 keliling pohon rusak atau 150-300 cm kulit rusak. c. Rusak banirakar 13-12 banirakar rusak atau terpotong. d. Condong atau miring pohon miring membentuk sudut 45° dengan tanah. 3. Tingkat kerusakan ringan a. Rusak tajuk 30 tajuk rusak. b. Luka batangrusak kulit 14-12 keliling dan panjang luka 1,5 m atau kerusakan sampai kambium dengan lebar lebih dari 5 cm, lebih kurang sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang. c. Rusak banirakar 14 banir rusak atau perakaran terpotong. Kerusakan tegakan tinggal dihitung berdasarkan persentase jumlah pohon yang rusak terhadap jumlah pohon yang seharusnya tinggal dan sehat. Untuk menghitung tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan kayu digunakan rumus : K = R P − Q × 100 Keterangan : K = Tingkat kerusakan tegakan tinggal R = Jumlah pohon yang mengalami kerusakan pohonha P = Jumlah pohon 20 cm up sebelum penebangan pohonha Q = Jumlah pohon yang ditebang pohonha Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan di hutan alam juga dapat dikelompokan berdasarkan Feldpausch et al. 2005, sebagai berikut: 1. Kelas I : condong 2. Kelas II : 2 m kulit hilang 3. Kelas III : 2 m kulit hilang 4. Kelas IV : 25 tajuk rusak 5. Kelas V : 25-50 tajuk rusak 6. Kelas VI : 50-75 tajuk rusak 7. Kelas VII : 75 tajuk rusak 8. Kelas VIII : Patah batang 9. Kelas IX : Roboh

3.4.4 Perhitungan Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan