Latar Belakang Emisi Karbon Potensial Akibat Pemanenan Kayu Secara Mekanis di Hutan Alam Tropis (Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam milik negara yang harus dikelola secara lestari guna kemakmuran dan kesejahteraan rakyat masa sekarang maupun yang akan datang. Hutan dapat memberikan manfaat tangible berupa hasil kayu dan hasil hutan bukan kayu serta manfaat intangible antara lain : penghasil oksigen, pengatur siklus air, penyimpanan karbon, dan pengatur iklim mikro Arif 2001. Pemanenan hutan kayu, khususnya di hutan alam selain menghasilkan kayu juga menyebabkan kerusakan pada hutan itu sendiri yang berpotensi menjadi emisi karbon. Isu perubahan iklimpemanasan global yang mulai terasa akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca CO 2 , CO, CH 4 , NO 2 ke udara merupakan isu yang hangat diperbincangkan di dunia Internasional. Pemanasan global sendiri dapat diartikan sebagai naiknya temperatur muka bumi secara perlahan yang berakibat pada perubahan iklim secara global yang berdampak negatif pada keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di muka bumi termasuk manusia. Tekad pemerintah Indonesia yang menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26. Untuk merealisasikan target tersebut, maka semua sektor termasuk kehutanan harus memperhatikan emisi karbonnya, yaitu dengan cara melakukan pengelolaan yang baik dan menentukan kuantitas produksi yang optimal. Pemanenan hutan penebangan dan penyaradan yang dilakukan di hutan alam akan menimbulkan berbagai dampak yang tidak dapat dihindari, antara lain: kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan lantai hutan, menurangi stok karbon, meningkatnya kepadatan tanah dan lain-lain. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan dapat berupa kerusakan tajuk, batang, banirakar dan rebahtumbang. Kerusakan yang terjadi memungkinkan tegakan tinggal tersebut tidak dapat kembali seperti semula keadaan normal. Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi disebabkan oleh tertimpanya pohon lain pohon inti oleh pohon yang ditebang dan kegiatan penyaradan log yang selain merusak tegakan tinggal juga membuka lantai hutan. Penebangan harus memperhatikan besarnya intensitas penebangan yang akan dilakukan karena akan menyebabkan tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Dalam penyaradan yang perlu dipertimbangkan yaitu : sistem penyaradan, kondisi jalan sarad, dan penggunaan alat sarad. Penggunaan bulldozer sebagai alat sarad juga berpengaruh besar dalam kerusakan tegakan tinggal terutama pada pohon-pohon yang masih berdiri tertabrak oleh bulldozer yang bermanuver saat penyaradan. Menurut Elias 1998 agar kerusakan akibat penebangan dan penyaradan kayu dapat ditekan serendah mungkin maka diperlukan sinkronisasi antara jaringan jalan sarad, arah penyaradan, dan arah rebah pohon. Arah rebah pohon yang baik untuk kelancaran penyaradan adalah yang berbentuk pola sirip ikan terhadap arah penyaradan. Penentuan arah rebah pohon sangat menentukan kerusakan yang terjadi. Pemanenan hutan di hutan alam tropis Indonesia menggunakan sistem silvikultur TPTI, dimana dalam penebangan kayu menggunakan bataslimit diameter dan jenis tertentu jenis komersial. Pemanenan kayu yang diperbolehkan pada pohon jenis komersil yang memiliki diameter ≥ 40 cm. Penebangan dengan intensitas tinggi akan menimbulkan kerusakan tegakan tinggal yang besar. Oleh karena itu, kegiatan pemanenan harus dilakukan dengan rencana yang baik, sehingga tingkat kerusakan tegakan tinggal dapat diminimalisasi. Lokasi areal kerja PT. Salaki Summa Sejahtera berada di kawasan Cagar Biosfer yang telah ditetapkan oleh UNESCO yang harus menekan kerusakan serendah mungkin. Penerapan metode Reduce Impact Logging RIL adalah salah satu cara yang baik untuk menekan tingkat kerusakan akibat pemanenan. Setiap kegiatan pemanenan kayu akan menurangi stok karbon dalam hutan, karena tidak semua bagian pohon yang ditebang dapat dimanfaatkan. Bahkan sebagian besar akan ditinggalkan di dalam hutan, antara lain : tajuk, batang yang rusak, tunggak, pohon-pohon kecil yang rusak kerusakan tegakan tinggal, tumbuhan bawah dan lain-lain yang nantinya dapat terdekomposisi dan berpotensi melepaskan karbon ke udara sehingga simpanan karbon tegakan hutan mengalami penurunan. Lasco 2002 menyatakan bahwa aktifitas penebangan hutan untuk pemanenan kayu berperan dalam menurunkan simpanan karbon di atas permukaan tanah minimal sebesar 50. Pada hutan tropis Asia penurunan simpanan karbon akibat aktivitas pemanenan kayu berkisar 22-67, di Indonesia diperkirakan sebesar 38-75. Untuk itu, penelitian tentang kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan areal akibat penyaradan dan pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis di hutan alam tropis khususnya di Indonesia sangat penting dilakukan. Supaya dapat diketahui seberapa besar tingkat kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan areal, dan emisi karbon potensial yang terjadi akibat dari pemanenan hutan kayu di hutan alam trofis pada berbagai intensitas penebangan.

1.2 Tujuan Penelitian