BPLHD Provinsi DKI Jakarta melakukan penelitian mengenai kualitas air tanah di DKI Jakarta. Kualitas air tanah meliputi parameter fisik, kimia, dan
biologi mikrobiologi. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut, wilayah yang memiliki kualitas air tanah terburuk dilihat dari
parameter fisik, kimia, dan biologis adalah wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat.
Penelitian akan dilakukan di wilayah Jakarta Barat, tepatnya di Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres. Kelurahan Kamal memiliki jumlah penduduk
sekitar 44.000 jiwa. Kelurahan Kamal terbagi atas 10 Rukun Warga RW. RW 01 hingga RW 09 belum mendapatkan layanan air bersih PT. Palyja maupun layanan
air perpipaan lainnya, sedangkan RW 10 sudah memiliki Water Treatment Plant karena RW 10 merupakan kawasan perumahan elit. Water Treatment Plant
dibangun di RW 10 oleh developer perumahan tersebut sebagai suatu fasilitas yang ditawarkan demi menarik minat pembeli.
Kondisi air tanah di Kelurahan Kamal buruk. Air tanah terasa asin karena lokasinya dekat dengan laut, keruh, berminyak, namun tidak berbau. Air tanah
digunakan oleh masyarakat Kelurahan Kamal untuk kebutuhan mandi cuci kakus mck, sedangkan untuk kebutuhan minum dan memasak, masyarakat membeli air
bersih PT. Palyja yang didapat dari penampungan air bersih hydran yang dibangun di setiap RW atau melalui pedagang air keliling. Pedagang keliling
merupakan warga Kelurahan Kamal dan warga sekitar Kelurahan Kamal yang membeli air dari PT. Palyja lalu air diantarkan ke rumah pelanggan masing-
masing pedagang, sedangkan hydran pada masing-masing RW di Kelurahan Kamal dijaga oleh warga Kelurahan Kamal sendiri.
Kelurahan Kamal memiliki 10 kendaraan PDAM. Mobil-mobil ini yang akan menyalurkan air bersih ke hydran-hydran di setiap kelurahan dengan
kapasitas tangki yang beragam, yaitu 500 liter, 800 liter, 1.000 liter, dan 1.500 liter. Pedagang air keliling tidak menjajakan air dari rumah ke rumah, namun
tergantung pesanan dari penduduk sekitar. Jika ada yang memesan, air diantarkan langsung ke rumah pemesan. Air keliling atau air dari hydran dikenakan biaya Rp.
500 hingga Rp 6.000 per pikul dua jerigen dengan kapasitas jerigen 20 liter. Pengeluaran itu setara dengan Rp 12.500 sampai Rp 150.000 per m
3
, sedangkan pendapatan penduduk Kelurahan Kamal tergolong rendah karena sebagian besar
masyarakat bekerja sebagai buruh. Angka tersebut tentu memberatkan masyarakat Kelurahan Kamal.
Warga beserta pengurus Kelurahan Kamal sudah meminta PT. Palyja untuk memasang jaringan air bersih sejak tahun 2008, namun sampai saat ini
belum terealisasikan. Alasan PT. Palyja belum menjangkau wilayah Kelurahan Kamal adalah karena keterbatasan bahan baku, masalah investasi, dan PT. Palyja
memiliki masalah dalam pemasangan pipa besar di wilayah Kelurahan Kamal karena harus memotong jalan tol Soekarno Hatta. Batas wilayah pelayanan PT.
Palyja yang paling dekat dengan Kelurahan Kamal adalah Kelurahan Pegadungan dan Kelurahan Tegal Alur. Kedua kelurahan tersebut bersama dengan Kelurahan
Kamal berada pada satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kalideres. Secara administratif, Kelurahan Pegadungan dan Kelurahan Tegal Alur merupakan batas
wilayah sebelah selatan Kelurahan Kamal. Warga Kelurahan Kamal menginginkan layanan air bersih PT. Palyja terpasang karena air PDAM lebih
murah dibandingkan air keliling atau air dari hydran dan masyarakat membutuhkan air sebagai sumber penghidupan.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut,
seperti: 1.
Bagaimana sumber air bersih dan bagaimana pola konsumsi air berdasarkan pendapatan responden serta berdasarkan masing-masing sumber air yang
digunakan? 2.
Berapa perbandingan pengeluaran untuk konsumsi air terhadap pendapatan antara rumah tangga yang telah memiliki jaringan air perpipaan dengan rumah
tangga yang belum memiliki jaringan air perpipaan? 3.
Berapa nilai keinginan masyarakat untuk mendapatkan layanan air perpipaan PT. Palyja?
4. Berapa nilai surplus konsumen yang dirasakan warga Kelurahan Kamal jika
mendapatkan layanan air perpipaan PT. Palyja?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis berapa perbandingan persentase pengeluaran untuk membeli air bersih dari total pendapatan rumah
tangga terjangkau layanan air bersih dan rumah tangga tanpa layanan air bersih di Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Penelitian ini memiliki
tujuan khusus sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi sumber air bersih dan pola konsumsi air berdasarkan kategori pendapatan dan berdasarkan masing-masing sumber air yang
digunakan oleh rumah tangga responden. 2.
Membandingkan pengeluaran untuk konsumsi air terhadap pendapatan antara rumah tangga yang telah memiliki jaringan air perpipaan dengan rumah
tangga yang belum memiliki jaringan air perpipaan. 3.
Mengestimasi nilai keinginan masyarakat untuk mendapatkan layanan air perpipaan PT. Palyja.
4. Mengestimasi nilai surplus konsumen yang dirasakan warga Kelurahan Kamal
jika mendapatkan layanan air perpipaan PT. Palyja.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber air, pola konsumsi, perbandingan proporsi pengeluaran konsumsi air dari total
pendapatan antara rumah tangga yang telah memiliki layanan air perpipaan dengan rumah tangga yang belum memiliki layanan air perpipaan, nilai keinginan
untuk mendapatkan layanan air perpipaan, dan surplus konsumen jika mendapatkan layanan air perpipaan. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Responden yang dipilih berada pada RW 01, RW 03, dan RW 10.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi Sumber Daya Air
Air merupakan sumber kebutuhan dasar manusia karena semua segi kehidupan manusia membutuhkan air. Air dipandang sebagai sumber daya semata
yang tidak memiliki nilai. Kecenderungan memanfaatkan air secara berlebihan namun dicari ketika langka. Kecenderungan itu terjadi karena manusia
menganggap air sebagai barang publik yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun dan memiliki property right yang lemah, sehingga air diperlakukan sebagai
sumber daya dengan kepemilikan bersama, yaitu sumber daya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual atau diperdagangkan guna memperoleh
keuntungan. Air adalah bagian dari alam yang secara instrinsik memiliki nilai tersendiri
tidak hanya nilai ekonomi pasar dihadapan keseluruhan konfigurasi sistem ekologi alam semesta. Air memiliki fungsi ekologis yang tidak dapat diabaikan
selain pentingnya fungsi ekonomi bagi manusia. Oleh karenanya, konservasi sumber daya air menjadi bagian penting yang integral dari analisis kebijakan
ekonomi sumber daya air Sanim, 2011. Ekonomi sumber daya air membahas tentang bagaimana memanfaatkan
sumber daya air dengan sebaik-baiknya. Air memiliki nilai instrinsik dan pemanfaatannya memiliki nilai tambah karena dari ekstraksi sampai pemanfaatan
langsung untuk konsumsi menimbulkan biaya yang cukup substansial. Karena itu, selain menyangkut ekstraksi yang optimal, pengelolaan sumber daya air juga
menyangkut alokasi yang optimal yang kemudian didekati dengan berbagai mekanisme, seperti water pricing. Alokasi air merupakan masalah ekonomi untuk
menentukan bagaimana suplai air yang tersedia harus dialokasikan kepada pengguna atau calon pengguna. Alokasi air diarahkan dengan tujuan penawaran
air yang terbatas tersebut dapat dialokasikan kepada pengguna, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan biaya yang rendah.
Dengan kata lain, alokasi sumber daya air harus memenuhi kriteria efisiensi, equity, dan sustainability Fauzi, 2006.
2.2 Permintaan dan Penawaran Sumber Daya Air
Jumlah penduduk meningkat secara eksponensial. Peningkatan jumlah penduduk dan kualitas hidup membutuhkan sumber daya air dalam jumlah besar.
Semakin meningkatnya aktivitas manusia, akan memerlukan lebih banyak air, yang akhirnya akan menghasilkan limbah yang lebih banyak. Pencemaran air
semakin meningkat. Akibatnya, air tersedia namun tidak dapat dikonsumsi. Hal ini menimbulkan kelangkaan sumberdaya air.
Kelangkaan sumber daya air tersebut berasal dari sisi permintaan karena meningkatnya kebutuhan air oleh masyarakat dan dari sisi penawaran sumber
daya air telah menyusut persediannya yang ditentukan oleh berbagai faktor. Penyusutan persediaan sumber daya air disebabkan oleh terjadinya kerusakan-
kerusakan pada sistem perlindungan air, terutama rusaknya vegetasi penutup tanah yang dapat mempertahankan aliran-aliran air secara mantap akibat
penggundulan hutan dan pendirian bangunan-bangunan yang menghalangi peresapan dan penyimpanan air secara alami dengan baik Arsyad dan Rustiadi,
2008. Hasil analisis statistik air minum yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik 1997 menunjukkan bahwa kuantitas penyediaan air bersih terus meningkat dari tahun ke tahun. Meski demikian belum cukup untuk memasok
kebutuhan penduduk kota, terutama di kota-kota sebagai akibat laju urbanisasi dan aktivitas ekonomi yang meningkat. Kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan air bersih yang cukup, terlebih-lebih untuk keperluan kota, dibatasi oleh kendala alam dan dana. Masalah yang banyak muncul terletak pada
bagaimana manajemen sumber daya air harus dioptimalkan dengan terbatasnya segala sumber daya yang ada. Masalah lainnya yang sering muncul ialah distribusi
kuantitas, kualitas, dan modus pemakaian yang sangat bervariasi dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan demikian sering terjadi di suatu lokasi terdapat kelebihan
air, sedangkan di lokasi lain menderita kekurangan air Sanim, 2011. Kebutuhan air bersih di perkotaan berbeda dengan di pedesaan. Di
perkotaan kebutuhan akan air bersih terus meningkat, setara dengan semakin meningkatnya urbanisasi ke kota. Sebagai contoh, dalam tahun 1970 apabila
diasumsikan kebutuhan orang akan air bersih di kota sebanyak 150 liter per orang